NovelToon NovelToon
AKU BUKAN WANITA SHALIHAH

AKU BUKAN WANITA SHALIHAH

Status: tamat
Genre:Dosen / Spiritual / Pernikahan Kilat / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami / Tamat
Popularitas:17.2k
Nilai: 5
Nama Author: ZIZIPEDI

Azam tak pernah menyangka, pernikahan yang ia jalani demi amanah ayahnya akan membawanya pada luka paling dalam. Nayla Azahra—wanita cantik dengan masa lalu kelam—berusaha menjadi istri yang baik, meski hatinya diliputi ketakutan dan penyesalan. Azam mencoba menerima segalanya, hingga satu kebenaran terungkap: Nayla bukan lagi wanita suci.
Rasa hormat dan cinta yang sempat tumbuh berubah menjadi dingin dan hampa. Sementara Nayla, yang tak sanggup menahan tatapan jijik suaminya, memilih pergi. Bukan untuk lari dari kenyataan, melainkan untuk menjemput hidayah di pondok pesantren.

Ini adalah kisah tentang luka, dan pencarian makna taubat. Tentang wanita yang tak lagi ingin dikenal dari masa lalunya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZIZIPEDI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Setelah Doa yang Panjang

Nayla menatap bangunan sederhana itu. Dinding kayu, atap seng, dan suara lantunan ayat suci mengalun dari musala kecil di ujung kompleks pesantren putri itu. Namanya Pondok Pesantren Al-Furqan, terletak di lereng sebuah desa kecil di Mojokerto. Jauh dari kota, jauh dari hiruk pikuk, dan jauh dari masa lalunya.

Ia menarik napas dalam. Lalu melangkah.

Hari pertama, Nayla ditempatkan di kamar bersama tiga santri dewasa lainnya. Usia mereka lebih muda darinya, tapi wajah-wajah mereka bersih, tenang, penuh cahaya yang entah mengapa membuat Nayla merasa sangat kotor.

Malam pertama di pesantren adalah malam paling sunyi dalam hidup Nayla. Bukan karena sepi, tapi karena ia akhirnya mendengar hatinya sendiri… untuk pertama kalinya setelah sekian lama.

Ia duduk di sajadah lusuh, menggenggam mushaf kecil yang sudah mulai pudar tulisannya. Tangannya bergetar.

“Ya Allah…” bisiknya, suara itu pecah, jatuh bersama air mata.

“Aku enggak tahu... apa Kau masih mau menerimaku... Tapi aku di sini. Aku datang.”

Tangisnya pecah. Dadanya sesak, seolah segala beban yang selama ini ia kubur meledak begitu saja. Ia menangis semalaman, dalam diam, di bawah lampu redup yang menggantung di langit-langit.

Tapi di tengah tangis itu, untuk pertama kalinya… hatinya merasa ringan.

Hari-hari berikutnya Nayla mulai belajar seperti santri lainnya. Bangun pukul tiga dini hari untuk tahajud, lalu mengaji, membersihkan kamar, membantu di dapur. Ia belajar fiqih, adab, dan kembali menghafal surah-surah yang dulu pernah ia kuasai saat MTs.

Yang mengejutkan, ustazah yang membimbing tahsin memuji tajwid dan suara Nayla saat melafazkan ayat.

“Antum pernah mondok sebelumnya?” tanya ustazah.

Nayla mengangguk pelan. “Pernah, Ustazah. Tapi... sudah lama sekali.”

Dan malam itu, di kamar asrama, Nayla kembali teringat wajah Azam.

Air matanya mengalir. Tapi kali ini, bukan karena sakit. Tapi karena harapan mulai tumbuh. Allah sedang memperbaikinya. Dan mungkin... suatu hari, Allah juga akan mempertemukannya kembali dengan Azam. Dalam keadaan yang lebih baik. Dalam versi yang Allah ridhai.

Sudah hampir tiga bulan Nayla tinggal di Pondok Pesantren Al-Furqan. Wajahnya kini lebih tenang, matanya tak lagi sembab setiap malam. Ia mulai terbiasa dengan ritme pondok: tahajud sebelum subuh, halaqah Al-Qur’an setelahnya, dan kelas-kelas adab, fiqih, serta tafsir di siang hari.

Di kelas tafsir, Ustadz Haris—seorang pengajar muda berusia sekitar tiga puluhan—menjadi salah satu pembimbing favorit para santri. Ucapannya tenang, penyampaiannya santun. Dan tak sedikit santri yang diam-diam mengaguminya.

Termasuk Nayla. Tapi bukan karena rupa atau karismanya. Nayla lebih tertarik pada kedalaman ilmunya… dan bagaimana Ustadz Haris mampu menjelaskan ayat-ayat Allah dengan kelembutan yang menyentuh kalbu.

Suatu hari, setelah sesi kelas, Ustadz Haris menghampiri Nayla saat semua santri mulai bubar.

“Nayla...”

Nayla menoleh, agak gugup. “Iya, Ustadz?”

“Saya dengar dari Ustazah Salma... antum pernah mondok waktu MTs? Makanya bacaan Qur’annya rapi sekali.”

Nayla tersenyum kecil, menunduk. “Iya, Ustadz. Dulu sempat, sebelum... kehidupan saya berubah.”

Ustadz Haris mengangguk. Ia tidak banyak tanya, tidak menghakimi. Tapi tatapan matanya jelas menyimpan ketertarikan. Bukan karena masa lalu Nayla, melainkan karena semangat bertobatnya.

Sejak hari itu, Ustadz Haris beberapa kali menyapa Nayla. Sekadar bertanya kabar, atau menyampaikan apresiasi atas hafalan yang ia perbaiki. Hingga suatu sore, Ustazah Salma memanggil Nayla ke ruang pengasuh.

“Nayla,” ucap Ustazah, lembut. “Ustadz Haris menyampaikan niat baik. Beliau ingin mengenalmu lebih jauh. Tentu dalam koridor syariat.”

Dunia Nayla seakan berhenti berputar.

Ia membeku.

Bukan karena tidak tersanjung. Tapi karena di sudut hatinya… masih ada nama Azam. Meski lelaki itu tak pernah memintanya menunggu, Nayla tak bisa membohongi diri sendiri. Hatinya belum selesai.

Ruang pengasuh sore itu terasa hening. Ustazah Salma duduk di hadapan Nayla, dengan raut lembut tapi serius. Di sampingnya, Ustadz Haris hadir dengan wajah tenang. Tak ada tekanan dalam tatapannya—hanya rasa ingin tahu yang tulus.

Nayla duduk dengan kedua tangan di pangkuannya, jari-jari saling menggenggam erat. Ia sudah menimbang ini semalaman. Memikirkan kata-kata yang tepat. Tapi tetap saja, dadanya terasa sesak.

“Sebelum saya menjawab permintaan Ustadz Haris,” Nayla memulai dengan suara bergetar, “ada sesuatu yang harus saya sampaikan.”

Ustazah Salma menatapnya dengan penuh perhatian. “Silakan, Nak.”

Nayla menelan ludah. “Saya... saya bukan perempuan lajang. Saya sudah menikah.”

Wajah Ustadz Haris sedikit berubah. Tidak terkejut, tapi jelas terpukul. “Sudah menikah?” ulangnya pelan.

“Iya.” Mata Nayla mulai berkaca-kaca. “Suami saya... namanya Azam. Kami menikah beberapa bulan lalu. Tapi pernikahan kami berjalan sulit. Saya pergi... tanpa ada perceraian. Jadi secara hukum agama, saya masih istrinya.”

Hening.

Hanya suara detak jam di dinding yang terdengar.

“Saya tidak pernah berniat menipu siapa pun,” Nayla melanjutkan, air mata mulai mengalir. “Saya datang ke pondok ini untuk memperbaiki diri. Bukan untuk mencari pelarian... apalagi pelampiasan.”

Ustazah Salma bangkit perlahan, duduk di samping Nayla dan meraih tangannya. “Terima kasih karena kau jujur, Nak. Itu keberanian yang tidak semua orang miliki.”

Nayla menunduk, bahunya bergetar menahan tangis.

Ustadz Haris menghela napas panjang. Ia terlihat menahan diri, lalu berkata dengan suara tenang, “Saya berterima kasih karena sudah mengatakan yang sebenarnya, Nayla. Kejujuranmu adalah bentuk ketakwaan. Dan itu membuat saya semakin menghargai dirimu.”

Ia berdiri perlahan. “Tapi jika masih ada ikatan yang belum diselesaikan, maka saya harus mundur. Dan mendoakanmu... agar suatu hari, apa pun takdirmu, itu datang dalam keadaan paling baik.”

Nayla hanya bisa mengangguk pelan.

Ketika Ustadz Haris melangkah keluar, hatinya sakit. Tapi dalam luka itu, ada rasa lega yang menyusup—karena untuk pertama kalinya, ia memilih kejujuran, bukan pelarian.

Waktu terus berlalu, meninggalkan jejak diam dalam hati Azam.

Enam bulan telah berlalu sejak malam itu—malam rumahnya kosong tanpa cahaya, hanya menyisakan sepiring makan malam dingin dan sepucuk surat penuh air mata. Sejak saat itu, setiap pulang ke rumah, Azam selalu merasa seolah dinding-dinding bisu itu sedang berbicara padanya.

Ia mencari—diam-diam. Lewat pesan ke beberapa kenalan, lewat jejak samar yang tak pernah jelas. Tapi Allah belum mempertemukan mereka. Mungkin karena Azam belum benar-benar siap untuk menyambut Nayla dengan hati yang utuh.

Namun satu hal berubah: doanya.

Dulu, Azam hanya berdoa agar hatinya kuat menerima masa lalu Nayla. Tapi kini, ia mulai berdoa agar Allah mempertemukannya kembali… jika Nayla memang ditakdirkan untuknya—dalam keadaan yang lebih baik, lebih indah, lebih bersih.

Sementara itu, Nayla pun telah menyelesaikan masa pengabdiannya di pondok. Ia tak langsung pulang, dan tak juga kembali ke rumah suaminya. Ia memilih jalan tengah: memperdalam ilmu, agar ia tak hanya berubah dari penampilan, tapi juga dari pemahaman dan kebijaksanaan.

Ia mendaftar kuliah kembali, kali ini di jurusan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya: Ilmu Tasawuf dan Psikologi Spiritual Islam di sebuah kampus negeri berbasis Islam di Surabaya.

Di hari pertama kuliah, Nayla mengenakan gamis sederhana dan jilbab lebar berwarna abu muda. Wajahnya teduh, tak lagi menyimpan ketakutan untuk menatap dunia. Hatinya memang masih membawa luka, tapi luka itu kini tidak lagi berdarah. Ia sudah mengering… menjadi bekas yang mengingatkannya akan jalan panjang menuju cahaya.

Di sela-sela kelas, saat diskusi tentang mujahadah an-nafs, dosennya bertanya, “Mengapa kita harus bersusah payah menundukkan nafsu?”

Nayla mengangkat tangan pelan, suaranya mantap, “Karena nafsu sering membuat kita mencari cinta manusia, padahal yang paling menyembuhkan hanyalah cinta Allah.”

Beberapa mahasiswa menoleh padanya. Dosen itu tersenyum bijak.

Dan dalam hati Nayla, ia tahu: jalan pulangnya belum berakhir. Tapi langkahnya kini lebih tenang.

Ia tidak lagi mengejar cinta yang menyakitinya, tapi sedang membangun dirinya… agar jika cinta itu datang kembali—ia mampu menyambutnya dengan hati yang baru.

1
kalea rizuky
ya endingnya harusnya ma Arya biar ancur ai Arya
kalea rizuky
moga aja author baik bkin nayla sama Arya biar mampus si azam. serakah
kalea rizuky
kalian uda cerai jangan ganggu nayla wahai pelakor humaira
kalea rizuky
azam azam. makn tuh istri sholeha mu/Drowsy/moga nayla ma Arya thor
kalea rizuky
laki bloon uda cerai aja nayla berhak bahagia
kalea rizuky
eh mbk lapor sar I paham tak lu dlu ngapa mau di nikahin pria beristri skg cmburu ohh lakor
kalea rizuky
ciri laki serakah
kalea rizuky
mending cerai dripada di madu duda banyak kali yg punya anak hmmm driapda sakit hati
cinta semu
ngebut bacany tau2 dah tamat ...kasih bonus donk Thor ...setidak ny kasih Nayla jodoh lagi ....biar g sepi ...
cinta semu
tapi g rela juga kalo Nayla harus sendiri sepanjang hidup ...tanpa pendamping ...q pembacanya yg g ikhlas🤭maaf Thor ...🙏
Zizi Pedi: 😁😁😁🤭 maaf
cinta semu: belum baca untuk novel terpaksa di nikah dgn pak dosen ....tapi Thor q masih belum bisa move on dari kisah Nayla ...gimana nih... Nayla dah yatim siapa yg akan menemani di kala sepi & saat renta nanti ...bukankan Allah maha membolak-balikkan hati manusia ...duhh sumpah Thor ...tidur g nyenyak gara2 kisah Nayla 😁🤣pokok ny q baper habis dah ...kasih bonus chapter ... setidaknya jgn biarkan Nayla sendiri Thor🙏😥🤭😁
total 3 replies
cinta semu
bagus ....cuman knp tiap baca air mata jatuh ya 😥
Norrabitah Ismail
novel yg terbaik...
Herman Lim
makasih author utk karya yg bgs ini semngat utk karya selanjut nya
Herman Lim: sip cuzz kesana
Zizi Pedi: sama sama Kak, aku punya judul baru lagi kk JODOH YANG DITOLAK
total 2 replies
Tuti Soleha
the best outer....
salut akan makna cinta azam dan Nayla
Julicsjuni Juni
setiap baca per bab selalu tahan napas ....
Zizi Pedi: saya aja yg nulis sambil misek-misek kk. berasa jadi Nayla.
total 1 replies
Muchamad Ridho
ini tuu..cerita novel apa puisi sh..ko interaksi toko cm sedikit pol..msalh Mlah berlarut²trus cerita..kyk d langit Yordania bla bla bla..laaahhh gmn nih ceritanya dah mau bab 50..maaff Thor..🙏🙏🤔🤔🤔
Suryati Surti
luar biasa
Suryati Surti
ku menangiiissss
R I R I F A
gmn sih nay.. gk bisa mjaga marwahnya sbagai perempuan yg mau aj berduaan sama Arya.
wajar azzam marah..
Julicsjuni Juni
lebih suka ditalak daripada sakit hati
Muchamad Ridho: lebih baik di talak sakit bngt sih..tp itu jauh lbih baik..udah sabar d poligami tetep baik tp tetep aja d Anggp comberan..merasa benar..
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!