Hans dan Lily telah menikah selama 2 tahun. Mereka tinggal bersama ibu Meti dan Mawar. Ibu Meti adalah ibu dari Hans, dan Mawar adalah adik perempuan Hans yang cantik dan pintar. Mawar dan ibunya menumpang di rumah Lily yang besar, Lily adalah wanita mandiri, kaya, cerdas, pebisnis yang handal. Sedangkan Mawar mendapat beasiswa, dan kuliah di salah satu perguruan tinggi di kota Bandung, jurusan kedokteran. Mawar mempunyai sahabat sejak SMP yang bernama Dewi, mereka sama-sama kuliah di bagian kedokteran. Dewi anak orang terpandang dan kaya. Namun Dewi tidak sepandai Mawar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ANGGUR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30
Hans mengetuk pintu ruangan Lily dengan pelan, lalu membuka perlahan pintu kaca itu dan mulai melangkah dengan pelan memasuki ruangan Lily.
Hans: "Hai, Li." sapanya sambil berdiri di dekat pintu kaca itu. Lily, Rosa dan Toni seketika menoleh ke arah Hans dengan terkejut. Hans mulai melangkah dengan pelan, menghampiri Lily.
Lily: "Mas Hans." sahutnya dengan pelan.
Rosa: "Aku dan Toni di luar dulu, ya, Li." sahutnya sambil menoleh ke arah Toni, lalu memberinya kode agar Toni mengikutinya keluar dari ruangan itu. Rosa tidak ingin mendengar pembicaraan Lily dan Hans. Setelah di luar ruangan, Toni memandangi Rosa dengan penuh keheranan, Toni tidak mengetahui jika yang datang adalah mantan suami Lily karena Toni tidak mengenal Hans, berbeda dengan Rosa yang sudah mengenal Hans sebelumnya.
Toni: "Mengapa kamu mengajakku ke luar?" tanyanya dengan penuh keheranan. "Siapa pria itu, Sa?" tanyanya dengan rasa penasaran.
Rosa: "Pria yang datang itu adalah Hans. Dia mantan suami Lily." sahutnya dengan suara pelan. Toni tertegun, dia tidak menyangka jika akhirnya dia bertemu dengan Hans.
Toni: "Mengapa Hans bisa tahu tentang kondisi Lily?" tanyanya dengan rasa penasaran. Rosa terdiam, seakan sedang memikirkan sesuatu.
Rosa: "Pasti Mawar yang memberitahukan pada Hans." sahutnya dengan penuh keyakinan.
Toni: "Keluarga Hans sangat baik pada Lily. Mawar dan ibunya sangat perhatian pada Lily, ya." ucapnya dengan rasa kagum. "Mengapa Hans tega menghianati Lily, ya?" tanyanya sambil menatap ke arah Rosa.
Rosa: "Aku juga tidak tahu, Ton. Terkadang, menjadi wanita yang baik saja tidak cukup." sahutnya dengan suara pelan. "Awalnya, Toni adalah pria yang baik. Aku mengenalnya saat Lily pertama kali mengenalkannya padaku." ucapnya sambil mengenang masa lalu saat mengenal Toni. "Aku jadi takut menikah, Ton." ucapnya lagi.
Toni: "Tidak semua pria sama seperti Toni. Bagiku, pernikahan adalah sakral." ucapnya. "Menikah itu hanya sekali seumur hidup, Sa." sahutnya.
Lily: "Apakah kamu tidak berniat menikah lagi, Ton? Bukankah istrimu telah tiada?" tanyanya dengan rasa ingin tahu. Toni menghela nafas pendek, lalu mengangkat kepalanya ke atas seakan sedang memikirkan kenangannya saat bersama dengan almarhum istrinya.
Toni: "Aku sedang menunggu seseorang untuk membuka hatinya untukku." sahutnya dengan suara yang berat.
Rosa: "Siapa? Apakah aku mengenalnya?" tanyanya dengan rasa penasaran. Toni terdiam, tiba-tiba Hans melangkah keluar dari ruangan Lily. Rosa dan Toni menoleh ke arah Hans, mereka hanya tersenyum tipis pada Hans.
Hans: "Hai, Rosa." sapanya dengan suara pelan. Rosa hanya tersenyum tanpa menjawab sapaan dari Hans, wajah Hans kelihatan lesu. Rosa berdiri dari duduknya, dia menatap tajam pada Hans.
Rosa: "Aku tidak akan menghakimi perbuatanmu, Hans. Aku hanya mau bilang bahwa aku sangat kecewa padamu." sahutnya dengan wajah sedih dan penuh kekecewaan.
Hans: "Aku tak menginginkan berpisah dengan Lily. Dia yang ingin berpisah denganku, Sa." sahutnya dengan membela diri.
Rosa: "Kamu masih bisa membela diri, Hans. Aku berharap kamu menyadari kesalahanmu." ucapnya dengan suara pelan. Hans menghela nafas pendek, lalu menatap wajah Rosa dalam-dalam.
Hans: "Aku tahu aku salah, Sa. Aku juga tidak ingin berpisah dengan Lily. Bagiku, Lily adalah wanita yang sangat baik, bahkan terlalu baik." sahutnya dengan rasa kagum.
Rosa: "Apakah kamu ingin memiliki keduanya, yaitu Dewi dan Lily?" tanyanya dengan kesal. Hans terdiam, dia tak mampu berkata-kata. "Kamu serakah, Hans." ucapnya lagi sambil menggelengkan kepalanya.
Hans: "Aku pulang dulu, Sa." ucapnya. "Tolong jaga Lily, ya." pintanya dengan suara pelan.
Rosa: "Tanpa kamu meminta, aku akan berada di samping Lily sampai kapanpun." sahutnya. Hans melangkahkan kedua kakinya, meninggalkan Rosa dan Toni yang masih berdiri menatap kepergiannya.
Toni: "Ayo, kita masuk ke dalam, Sa." ajaknya. Toni dan Lily masuk ke dalam ruangan Lily. Mereka melihat kepala Lily yang tertunduk dengan wajah yang sedih. Rosa menghampiri Lily dan memegang tangan sahabatnya itu.
Rosa: "Ada apa, Li? Mengapa kamu sedih?" tanyanya dengan rasa ingin tahu. Lily mengangkat kepalanya, lalu menatap ke arah Rosa sambil tersenyum tipis.
Lily: "Hans hanya mendoakanku agar cepat sembuh, Sa. Dia tidak banyak berbicara padaku." sahutnya dengan suara yang pelan.
Rosa: "Mengapa wajahmu terlihat sedih?" tanyanya dengan rasa penasaran.
Lily: "Hans memintaku kembali padanya, Sa. Dia tidak ingin berpisah selamanya denganku." sahutnya dengan wajah sedih.
Rosa: "Apa jawabanmu, Li?" tanyanya dengan rasa ingin tahu.
Lily: "Aku tidak menjawabnya, Sa." sahutnya sambil menundukkan kepalanya.
Rosa: "Bagaimana dengan Dewi? Apakah dia akan meninggalkan Dewi?" tanyanya dengan rasa penasaran.
Lily: "Hans ingin memiliki kami berdua. Dewi sedang hamil, Hans tidak bisa meninggalkannya." sahutnya pelan.
Rosa: "Dasar pria serakah." umpatnya dengan kesal. "Kamu berhak mendapatkan pria yang setia, Li. Jangan termakan omongannya." ucapnya dengan geram. Lily terdiam, dia menghela nafas pendek. Sedangkan Toni hanya menatap Lily dalam diam sambil melirik ke arah jam tangannya.
Toni: "Rosa, Lily. Aku pulang dulu, ya. Aku harus mengerjakan sesuatu di rumah." ucapnya sambil melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 9 malam. Lily menatap Toni, lalu tersenyum tipis.
Lily: "Maaf, ya, Ton. Aku sudah merepotkanmu." sahutnya dengan rasa tidak nyaman.
Toni: "Jangan bicara begitu lagi, Li. Aku sangat peduli padamu, Li." sahutnya sambil memegang kepala Lily dengan lembut.
Lily: "Hati-hati, ya, Ton." ucapnya dengan lembut. "Terima kasih, ya." ucapnya lagi.
Toni: "Cepat sembuh, Li. Kabari aku kalau ada apa-apa." sahutnya. Toni membalikkan badannya, lalu melangkah keluar dari ruangan Lily. Setelah Toni pergi, Lily menatap Rosa.
Lily: "Pulanglah, Sa." pintanya. "Kamu juga harus istirahat di rumah." ucapnya dengan lembut. "Terima kasih sudah menemani aku di sini." sahutnya.
Rosa: "Aku masih ingin menemanimu, Li." ucapnya dengan tulus.
Lily: "Aku sudah merasa baik, kok." sahutnya dengan penuh keyakinan.
Rosa: "Tubuhmu masih lemah, Li." ucapnya.
Lily: "Aku hanya perlu istirahat, Sa." ucapnya dengan pelan. "Pulanglah, Sa." bujuknya dengan lembut. Rosa masih ingin menemani sahabatnya itu, namun Lily terus mendesaknya untuk pulang ke rumah.
Rosa: "Baiklah, Li. Kabari aku jika kamu butuh apa-apa, ya." ucapnya.
Lily: "Iya, Sa." sahutnya dengan pelan. Dengan langkah yang berat Rosa meninggalkan ruangan Lily. Setelah kedua sahabatnya pergi, Lily merenungkan perkataan Hans saat bersamanya tadi. Hans meminta agar Lily kembali menjalin hubungan lagi seperti dulu. Masih terngiang di kedua telinga Lily perkataan Hans : "Berikan aku kesempatan, Li. Aku masih mencintaimu. Setelah Dewi melahirkan, aku akan menceraikannya." itulah perkataan Hans pada Lily, dan membuat Lily cukup sedih dengan tindakan Hans.
***