Kinara Kinanti seorang perantau yang bekerja sebagai tim redaksi di sebuah kantor Berita di Kota Jayra. Ia lahir dari keluarga menengah yang hidup sederhana. Di jayra, ia tinggal disebuah rumah sewa dengan sahabatnya sejak kuliah yang juga bekerja sebagai seorang model pendatang baru, Sheila Andini. Kinara sosok yang tangguh karena menjadi tulang punggung keluarga semenjak ayahnya sakit. Ia harus membiayai pendidikan adik bungsunya Jery yang masih duduk dibangku SMA. Saat bekerja di kantor ia sering mewawancarai tokoh pengusaha muda karena ia harus mengisi segmen Bincang Bisnis di kolom berita onlinenya. saat itulah ia bertemu dengan Aldo Nugraha, seorang Pengusaha yang juga ketua komunitas pengusaha muda di kota Jayra.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cahaya Tulip, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencari Simpati
Di lain tempat..
Aldo sedang menyimak perbincangan keluarga Mita dengan mama dan bibinya. Sepanjang pertemuan Aldo hanya menjawab seperlunya terkesan Ia tak senang dengan pertemuan itu. "Nak Aldo, seperti sedang banyak pekerjaan ya? Terlihat gelisah dari tadi." Asri, mamanya Mita mencoba untuk menegur Aldo. "Oh iya Tante, saya sebenarnya ada janji lagi setelah ini." Hilda melirik pada Aldo merasa marah karena Aldo masih ingin bertemu pamannya Kinara. "Oh Janji ga terlalu penting juga kok. Ga perlu khawatir. Tenang aja Bu Asri, Aldo suka begitu dia sungkan sama temannya kalau tidak bisa datang. Tapi temannya sudah ga masalah kok." Hilda menyenggol lengan Aldo dengan sikutnya.
"Syukurlah kalau begitu, Saya jadi tidak enak karena sudah membuat Nak Aldo membatalkan janjinya." Asri berusaha tetap tersenyum meskipun sedikit kecewa.
Mita yang sibuk mengomentari penampilan Meli nampak puas membuat Meli tidak bisa menjawab argumennya lagi. Meli kelihatan kesal. "Kak Aldo, kabari aja kak Kinara khawatir dia menunggu." Hilda melotot pada Meli, 'kenapa lagi anak ini sebut nama Kinara disini?' batin Hilda. Aldo mengangguk. Meli sengaja ingin membuat Mita marah. " Oh janjinya sama Kinara? Memangnya mau ngapain?" tanya Mita yang mulai terpancing. "Ga ada apa-apa kok Mita, cuma ketemu biasa," jawab Widi sambil menyenggol lengan Meli dengan sikutnya. Asri merasa makin tidak nyaman, karena Meli menyebut nama perempuan yang dimaksud Aldo sebagai orang yang batal ia temui.
"Nak Aldo, rencananya berapa lama tinggal dirumah sewa?" Aldo merasa terusik dengan pertanyaan itu. "Paling lama 1 tahun Tante, paling cepat 6 bulan lagi. Masih belum tahu dari penanggung jawab renovasinya. Saya sudah tanya beberapa kali mereka belum bisa kasih jawaban pasti." Asri makin kesal. "Lama juga ya, biasanya renovasi ga sampai selama itu loh. Coba ganti saja pekerjanya kalau terlalu lambat," sarannya. "Bukan soal pekerjanya Tante tapi memang ada bahan yang masih kami tunggu, ada kendala pengiriman karena cuaca." Aldo terus berkelit. Asri hanya bisa mengangguk. "Kenapa juga harus pakai bahan dari luar? memangnya disini tidak ada?" tanya Hilda heran. "Beda kualitas ma, yang beredar di pasaran Jayra kualitas nomer 2." Hilda mendengus kesal.
Setelah pukul 14.00 akhirnya mereka berpisah. Perbincangan yang cukup panjang dan membosankan bagi Aldo. Ia tak terlalu menghiraukan Mita selama di resto, hanya sibuk bermain handphonenya. Akhirnya Mita memilih mengganggu Meli karena ditanggapi dingin oleh Aldo. Saat di mobil, Hilda lebih banyak diam karena kesal dengan tingkah anak-anaknya. Widi akhirnya buka suara untuk menyampaikan kekesalan kakaknya.
"Meli, Aldo seharusnya tadi tidak perlu menyinggung soal Kinara dihadapan keluarga Mita. Itu kurang sopan. Mereka tadi pasti tersinggung." Meli cemberut ditegur seperti itu oleh tantenya. "Biar aja tante, kak Mita diluar ekspektasi Meli. Sepanjang obrolan dia sibuk mendebat cara berpakaian Meli. Dia sendiri tidak sopan. Untuk apa Meli juga bersikap sopan dihadapannya." sungut Meli.
" Tante, Aldo juga tidak bermaksud seperti itu. Hanya lelah mendengar cerita Bu Asri yang terus membanggakan anak-anaknya. untung cuma 2 kalau 5 bisa sampai sore kita disana," tambah Aldo. "Ya namanya juga perkenalan keluarga, pastilah mengenalkan kelebihan keluarga masing-masing," sahut Widi. " Tapi terlalu berlebih-lebihan menurut Aldo. Mita yang diceritakan saja tidak seperti itu aslinya." Aldo ikut bersungut. "Maaf ya Tante, kalau Meli lihat, memang jauh lebih baik kak Kinara daripada Kak Mita. Dimana-mana kalau mau ambil hati kakaknya, adiknya di bujuk, di perlakukan baik, bukannya dianggap saingan."
Hilda yang tadinya hanya diam juga ikut marah, " Sudah-sudah, jangan dilanjutkan lagi. Yang penting kita sudah memenuhi janji untuk datang menghadiri undangan mereka. Soal kedepan bagaimana nanti kita pikirkan lagi. Mama sudah capek, kalian jangan ribut lagi," omelnya.
Suara notifikasi pesan masuk ke handphone Aldo. Saat lampu merah, Aldo menyempatkan membuka pesan memastikan ada info dari Kinara.
Kinara sedang membungkus oleh-oleh yang akan ia berikan untuk Bibi dan sepupunya di Wahau. Ia juga memberi 1 tas oleh-oleh untuk keluarga Haris. "Paman ini untuk bibi dan sepupu cuma cemilan khas Jayra," ujar Kinara sambil menyerahkan 2 tas pada Bima. " Wah Kinara Paman jadi bikin repot, terima kasih ya" Kinara mengangguk, "Salam untuk Bibi dan semua sepupu di Wahau" Bima tersenyum senang, "Baiklah nanti Paman sampaikan, kalau ada waktu jalan-jalan ke wahau mampir ke rumah ya" Kinara mengangguk.
" Haris, maaf tidak banyak. Oleh-oleh untuk keluargamu." Mata Haris berbinar. "Terima kasih ya, ga menyangka dapat oleh-oleh juga. Kalau ke Wahau mampir juga ke rumahku" Kinara mengangguk, "Semoga ada kabar baik, aku tunggu undangan pernikahanmu dengan Mirna" Haris tersipu. "Doakan ya semoga aku berjodoh dengannya. Kamu juga semoga lancar dengan Aldo." Bima yang mendengar mereka saling mendukung hanya bisa menggeleng kecewa. Kinara tersenyum, "Terimakasih Paman sudah menengokku, semoga perjalanannya lancar sampai ke Wahau." Bima mengangguk, "Paman pulang dulu ya."
Haris menghampiri Kinara dan mengulurkan tangannya, "Aku pulang ya" Kinara menjabat tangannya, "Iya hati-hati di jalan." Saat mereka berjalan meninggalkan rumah Kinara, mobil Aldo tepat berhenti didepan mereka. "Paman, saya antar ke terminal" Bima sempat terkejut dengan Pemuda tampan yang turun dari mobil menghampirinya. "Oh apa boleh?" Aldo tersenyum, "Tentu saja Paman. Oh ya perkenalkan saya Aldo" Bima terpana menatap Aldo, Bima menyalami tangan Aldo, " Saya Bima Paman Kinara" Bima tampak ragu , "Iya paman ikut Aldo saja," ujar Kinara. Bima akhirnya setuju dan masuk ke dalam mobil yang sudah dibuka pintunya oleh Aldo. Aldo melihat Haris yang masih terpana dengan mobilnya, "Silahkan masuk" Haris bersemangat langsung membuka pintu dan masuk ke dalam. "Aku pergi dulu ya." Kinara mengangguk, " Terima kasih ya."
Sepanjang perjalanan, Bima terus bertanya dengan Aldo tentang kesibukannya. Aldo menjawab dengan sabar dan apa adanya. Haris yang duduk di belakang sesekali ikut bertanya atau berkomentar. "Saya tadi sempat tanya Kinara soal rencana kalian ke depan, katanya belum dibahas serius. Menurut Aldo, apa ada rencana ke jenjang yang lebih serius?" Aldo terdiam, Kinara berpesan untuk tidak asal bicara kalau diajak bahas soal hal itu. Ia berpikir mencari jawaban yang tepat. "Kalau Aldo pasti ada Paman, tapi Aldo juga menunggu kesiapan Kinara. Aldo tidak bisa memaksakan," jawabnya tenang. "Kinara sudah bertemu keluarga Aldo?" Bima agak cemas. " Baru ketemu mama dan adik, dan cuma kenalan biasa, belum bahas hal itu" Bima mengangguk mengerti.
Bima merasa khawatir dengan perbedaan status keluarga mereka dan Aldo. Bima khawatir Kinara dipersulit oleh keluarga Aldo. Apalagi Kinara juga tidak terlalu cantik di banding perempuan - perempuan kota. Kinara terlalu sederhana dan kurang mencolok. "Kalau sekiranya keluarga Aldo keberatan dengan Kinara, lebih baik jangan beri dia harapan ya Nak. Saya sebagai Pamannya juga menyayangi Kinara seperti anak sendiri. Dan mengharapkan kebahagiaan yang terbaik untuk dia." Aldo mengangguk, "Paman tenang saja saya pasti bisa meyakinkan keluarga saya. Kinara memang polos dan tidak terlalu menonjol, tapi dia punya pribadi yang membuat saya merasa nyaman bersamanya. Jadi saya pasti akan memperjuangkan Kinara" Bima nampak lega mendengar perkataan Aldo.
Aldo baru paham, begitu berpengaruhnya kesetaraan status sosial bagi sebagian besar masyarakat terutama dikalangan orang tua. Tidak hanya mamanya, ternyata Paman Kinara juga mengkhawatirkan hal itu. Aldo berharap, Kinara mau berjuang bersamanya untuk membuktikan bahwa kebahagiaan sebuah hubungan didasarkan pada sikap saling menghargai dan menghormati. Bukan dari kesetaraan status sosial semata, tapi perasaan aman dan nyaman diantara laki-laki dan perempuan.