Kata orang, roda itu pasti berputar. Mereka yang dulunya di atas, bisa saja jatuh kebawah. Ataupun sebaliknya.
Akan tetapi, tidak dengan hidupku. Aku merasa kehilangan saat orang-orang disekitar ku memilih berpisah.
Mereka bercerai, dengan alasan aku sendiri tidak pernah tahu.
Dan sejak perceraian itu, aku kesepian. Bukan hanya kasih-sayang, aku juga kehilangan segala-galanya.
Yuk, ikuti dan dukung kisah Alif 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecelakaan
Pernah merawat dan membiayai anak tiri.
Dan sekarang, anak itu menjadi boomerang untuk keluarga sendiri, dia mendoakan segala kejelekan untuk aku dan suami.
Miris, namun begitulah yang terjadi ...
(emot menangis sebanyak-banyaknya)
Salmi memperlihatkan screenshoot dari wa Nanda. Ya, saat pertama kali Nanda kesana, dia memang sempat meminta nomor Nanda. Namun, setelah rumah Neli dijual, nomornya di blokir oleh Nanda. Dan sekarang tiba-tiba status Nanda kembali terlihat, dan Salmi menduga, jika Nanda sengaja memperlihatkan padanya, agar disampaikan pada Alif.
Alif tersenyum kecut membaca screenshot yang diperlihatkan Salmi. Namun, hatinya berkata lain, dia senang, dia bahagia kala satu orang telah merasakan apa yang namanya karma, atau lebih tepatnya hukum tabur tuai.
"Jangan sedih Lip, aku percaya kamu gak mungkin mendoakan mereka, seperti yang dituduhkan oleh ibu tirimu." ujar Salmi membesarkan hati Alif.
"Aku memang tak pernah mendoakan mereka, karena aku sibuk mendoakan nenek dan juga orang-orang yang baik padaku. Dan tentu saja, diriku sendiri. Tapi, aku percaya hukum tabur tuai itu ada, dan mungkin mereka sedang menikmatinya." ungkap Alif, namun hanya tertahan di tenggorokan. Karena dia tahu, orang-orang yang ada di depannya semuanya bermuka dua, baik di depan, busuk di belakang.
"Aku pamit dulu." pinta Alif.
Baru setengah jalan, kembali Alif di cegat Akmal. Akmal menilai penampilan Alif dari ujung rambut ke kaki. Kemudian mengangguk-anggukan kepalanya, melihat perubahan yang sangat dratis.
"Kapan-kapan, boleh lah, kita mabar bareng." ujar Akmal memperlihatkan ponsel barunya.
Bukan memperlihatkan, lebih tepatnya memamerkan ponsel barunya.
"Mabar? Main game?" tanya Alif.
"Memangnya kamu gak tahu, apa itu mabar?" cibir Akmal.
"Tahu, tapi aku gak main game seperti itu." balas Alif datar.
"Gak asyik, kamu kolot," hina Akmal.
"Tak apa, hanya kolot di game. Tapi, aku yakin, jika aku menang dalam nilai. Mau bertaruh?" Alif menaik-turunkan alisnya.
Akmal memutar mata malas. "Pamer ..." cibirnya, namun menendang pelan sepeda motor yang di pakai Alif.
Alif hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, dia tahu Akmal. Akmal yang tak mau orang lain berada di atasnya.
Sudah lebih dari beberapa bulan, sejak Faisal dan Nadia menyatu, Faisal mulai merasa tenang, karena sepertinya Nadia menepati janjinya, Nadia tak mengganggunya lagi.
Dan untuk Raffa, Faisal tak pernah melarang Raffa untuk menemui Nadia. Namun, dia hanya membatasi waktunya. Sebab, dia gak mau jika terlalu membebaskan Raffa, bisa membuat Misna kecewa.
Seperti hari ini, karena tanggal merah. Raffa di beri izin untuk ke tempat Nadia. Dan Faisal sendiri, memilih membantu Misna di rumah.
"Raffi, dia minta belikan ponsel baru." ujar Faisal, ikut duduk di ruang keluarga menemani anaknya yang sedang nonton kartun.
Dan Misna, yang sedang men-vakum sofa, menatap Faisal. "Jadi?" cetusnya.
"Aku akan membelikannya, karena ini pertama kalinya, dia minta sama aku." sahut Faisal.
"Jika kamu punya uang, silahkan!" ujar Misna.
"Sebenarnya, dia minta iphone, jadi uangku gak cukup. Dan aku berencana memakai tabungan kita." ujar Faisal hati-hati.
"Kamu tahu kan? Tabungan itu, untuk keadaan darurat, aku gak setuju." tolak Misna menghentikan aktifitasnya.
"Aku gak perlu persetujuan darimu Misna. Raffi itu anakku, dan setelah sekian lama, baru kali ini dia minta padaku, pada ayahnya. Jadi, aku tetap akan menggunakannya, untuk membeli ponsel impian Raffi." ujar Faisal, dengan nada yang sedikit meninggi.
"Terus bagaimana dengan Raffa? Kamu juga akan membelikan untuknya?"
"Tentu, mereka anak-anak ku, siapa lagi yang mewujudkan impian mereka jika bukan aku orang tuanya. Ataupun, Nadia." ucap Faisal.
Misna terdiam, dia merasa tersindir. Tersindir, seolah-olah Faisal menekankan, jika orang tua lah, yang harus mewujudkan impian anak-anaknya.
Faisal bangkit menuju kamarnya, sedangkan Misna memilih terdiam terpaku, menatap nanar punggung Faisal.
Anak mereka yang mendengar perselisihan orang tua, hanya bisa diam. Diam, pura-pura tak tahu.
Seminggu setelah Faisal membelikan ponsel untuk kedua anak dari pernikahan pertamanya, Faisal dikejutkan dengan berita Keisya, di tabrak lari.
Saat itu, Keisya berusaha pulang sekolah. Namun, karena tak melihat kiri kanan, dia menyebrang saat sepeda motor sedang melaju kencang.
Alhasil, tubuhnya terpelanting cukup jauh. Dan darah, bercucuran di sekujur badannya.
Disinilah, Misna, Faisal serta Ninik, Raffa, Raffi dan Nadia. Mereka sedang menunggu Keisya di depan ruang operasi.
Misna hanya bisa merapal doa, berharap keajaiban untuk Keisya, sedangkan Faisal mematung, memikirkan bagaimana dengan uang mereka yang sudah tak terisa.
"Kamu memang gak becus Misna, masak anak sekecil Keisya kamu biarkan pulang sendiri." Ninik buka suara.
Misna hanya melirik ibu mertuanya sekilas, tenaganya habis walaupun sekedar untuk menjawab tuduhan Ninik.
"Kamu memang beda dengan Nadia." sambung Ninik mulai jengkel, karena Misna mengabaikannya.
"Bu, jangan mulai. Lebih baik berdoa minta sama yang diatas untuk diberikan kesembuhan untuk Keisya." tegur Faisal.
Dia menggenggam tangan Misna, seolah-olah memberikan kekuatan untuk istrinya.
Nadia memalingkan wajahnya, melihat Faisal yang sengaja mengumbar keromantisan rumah tangganya.
Bersamaan dengan itu, dokter keluar dan mengatakan jika operasi berjalan lancar, namun Keisya harus tetap berada di icu, dikarena dia yang gak kunjung sadar.
Tak berapa lama, seorang petugas keluar. Dia langsung meminta orang tua Keisya untuk segera ke ruangan dokter. Karena ada beberapa hal, yang akan dikatakan pada mereka.
Dengan masih menggandeng tangan Misna, Faisal menuju ruang dokter mengikuti petugas yang tadi.
Namun, mereka di perintahkan untuk menunggu di dalam sana.
"Apa aku benaran tak becus? Padahal, selama ini Keisya selalu pulang sendiri." tanya Misna lirih.
Faisal tak menjawab, namun dia memperkuat genggaman tangannya.
Tak berapa lama, dokter masuk ke ruangan setelah mengucapkan salam.
"Jadi begini, adik Kesya mengalami benturan yang cukup keras di kepalanya, dan dia mengeluarkan banyak darah. Beruntung, stok darah di rumah sakit ini masih banyak, tapi ..." dokter mengantungkan perkataannya. "Kita gak bisa berharap banyak, karena, walaupun operasinya berjalan lancar, adik Keisya belum juga melewati masa kritisnya." ujar dokter hati-hati.
Ada sesal di matanya, karena takut pasiennya terjadi sesuatu di luar kendalinya.
"Dan, ada satu obat yang tidak ditanggung oleh bpjs, jadi tolong tebus di apotik ya, karena obat itu sangat penting, untuk disuntik ke adik Keisya." lanjut dokter.
Di luar sana, masih di depan ruang operasi.
Nadia langsung pindah tempat duduk, kala Faisal dan Misna hilang di belokan. Semula dia berada di hadapan Ninik, dan sekarang mereka duduk berdampingan.
"Jika Keisya gak selamat, kesempatan kamu kembali sama Faisal semakin besar." bisik Ninik, kala Nadia memakai cincin di jari manisnya.
Kasian neli pny ank modelan haris