Tak pernah terbayangkan dalam hidup Selena Arunika (28), jika pernikahan yang ia bangun dengan penuh cinta selama tiga tahun ini, akhirnya runtuh karena sebuah pengkhianatan.
Erlan Ardana (31), pria yang ia harapkan bisa menjadi sandaran hatinya ternyata tega bermain api dibelakangnya. Rasa sakit dan amarah, akhirnya membuat Selena memutuskan untuk mengakhiri pernikahan mereka dan memilih hidup sendiri.
Tapi, bagaimana jika Tuhan mempermainkan hidup Selena? Tepat disaat Selena sudah tak berminat lagi untuk menjalin hubungan dengan siapapun, tiba-tiba pria dari masalalu Selena datang kembali dan menawarkan sejuta pengobat lara dan ketenangan untuk Selena.
Akankah Selena tetap pada pendiriannya yaitu menutup hati pada siapapun? atau justru Selena kembali goyah ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna_Ama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 24
Setelah selesai melakukan briefing dengan Lily dan para karyawan barista, Selena kembali mengecek daftar pesanan hari itu. Beberapa pelanggan sudah datang dan duduk santai sambil menyeruput kopinya, tapi sebagian besar minuman takeaway juga sudah siap di meja bar.
Sambil menatap layar tabletnya, Selena menandai beberapa order yang memerlukan pengiriman dari toko kue. Ia menghela napas pelan, menimbang urutan prioritas.
“Oke, Lily, aku ke toko kue sebentar untuk cek order Mentari Medika. Kamu urus sini ya,” ucap Selena sambil menepuk pelan bahu Lily.
Lily mengangguk. “Siap, Sel. Hati-hati".
"Hmm..." Selena mengangguk seraya berdehem pelan.
Setelah itu, ia bergegas melangkahkan kakinya menuju toko kue Sweet&Sugar Cake. Selena hanya berjalan kaki untuk menuju kesana karena jarak nya juga tidak terlalu jauh, hanya sekitar 15 menit dari cafe. Dan, untuk mobil Selena tinggal diarea parkir cafe sebab sore nanti dia akan mengajak Lily untuk mengambil barang-barang yang masih tertinggal dirumah lama.
Sesampainya ditoko kue, Selena langsung mencari keberadaan Dina. Perempuan muda itu terlihat sibuk mengurusi pelanggan yang ingin membayar dikasir.
"Ramai Din?" tanya Selena berdiri disamping Dina dan membantu karyawannya itu menghandle pelanggan.
"Terimakasih sudah mampir", Selena memberikan ucapan terimakasih pada pelanggan seraya menyodorkan paper bag berisi kue.
Dina melirik sekilas pada Selena lalu kembali fokus melayani pembeli. "Lumayan Bu".
"Oh ya Bu, untuk pesanan kue buat Mentari Medika sudah siap. Hanya tinggal nunggu driver saja, Bu Sel", ujar Dina seraya menyodorkan paper bag roti untuk pelanggan terakhir.
Mendengar itu, Selena mengangguk-anggukkan kepalanya paham. Tak lama kemudian, Herman driver toko kue datang. Ia berjalan masuk kedalam toko sambil memainkan kunci mobil.
Melihat kedatangan Selena, ia pun sontak membelalakkan matanya terkejut. Bergegas ia melangkahkan kakinya cepat menghampiri Selena dimeja kasir.
"Sel.. Angin apa yang membawa mu untuk datang ke toko?" celetuk Herman, ia adalah sepupu Selena yang tak lain adalah anak dari kakak mama Jana.
Selena memicingkan matanya menatap Herman seraya berkacak pinggang dan mendengus pelan. "Kau lupa ? Ini toko kue ku tuan muda Hermansyah..."
Herman mengangkat kedua tangan, seolah menyerah pada serangan verbal itu. “Ya ampun, iya, iya. Tapi kan kau jarang nongol. Biasanya cuma telepon atau kirim voice note dua atau tiga kata. Din, tolong cek stok". Ujar nya seraya menirukan gaya bicara Selena.
Selena mendecak kesel mendengarnya. “Itu tandanya kalian sudah cukup kompeten. Aku percaya kalian.”
“Alasan,” gumam Herman sambil terkekeh.
Walau begitu, senyum Selena sempat muncul. Hangat dan tipis, seperti seseorang yang baru saja mengingat bahwa keluarga memang paling pandai memancing reaksi menyebalkan tetapi tetap membuat hatinya tiba-tiba terasa menghangat.
Selena menepuk pelan bahu Herman. “Sudah, buruan sana antar orderan Mentari Medika. Jangan salah antar lagi kayak bulan lalu".
“Itu bukan salahku,” sanggah Herman cepat. “Itu maps nya yang menipu!”
“Maps tidak pernah menyuruhmu belok ke gedung sekolah dasar, Herman.”Geram Selena
Dina yang sejak tadi pura-pura sibuk di kasir, meletakkan buku order sambil terkekeh pelan mendengar obrolan Selena dan Herman, menurutnya itu terdengar sangat lucu.
“Yang aku katakan benar kan, Din?” timpal Selena sambil memberi kode Dina dengan tatapan menggoda. “Kau masih ingat dia pulang bawa pesanan kue yang bukan orderan siapa pun?”
“ASTAGA itu masa lalu, Sel!”sahut Herman dengan cepat seraya mengusap kasar wajahnya.
Selena terkekeh lebar. “Sudah, cepat ambil kuenya dan segera antar jangan sampai telat. Ingat, Mentari Medika itu pelanggan besar. Kita harus jaga reputasi.”
Herman mengangguk lemas, lalu mengambil kotak-kotak pesanan berstiker hijau muda, kemudian melangkahkan kakinya menuju pintu sambil menggerutu. “Baik, bos kecil...”
Pintu kaca berdenting pelan ketika Herman keluar. Suara mobil van dari toko kue terdengar melaju menjauh.
Dan, suasana toko kembali hening sejenak, hanya beberapa pelanggan yang keluar masuk untuk membeli kue. Aroma brownies panggang bercampur sedikit lemon dari chiffon cake yang baru dikeluarkan dari oven begitu mendominasi udara ruangan, aromanya sangat menggunggah selera bagi siapapun yang menciumnya. Rak kaca etalase berembun tipis, memantulkan tubuh pelanggan yang lalu-lalang dengan langkah santai.
Selena menghela napas dan melihat sekeliling. Ada rasa bangga yang muncul setiap kali ia berada di sini. Toko kue yang ia bangun sejak lima tahun yang lalu, yang ia rintis lebih dulu sebelum akhirnya merambah membuka café dan kini sudah punya beberapa cabang. Kedua tempat itu yang masih menjadi tempat yang paling nyaman untuknya pulang setelah rumah papa Riza, setelah rumah tangganya hancur.
Jari jemarinya menyentuh ujung meja display,“Lima tahun… ternyata sejauh ini juga ya,” gumamnya lirih, seolah mengingatkan dirinya bahwa hidupnya tidak berhenti hanya pada satu masalah.
Dina yang baru saja selesai membereskan baki kue melirik. “Bu Sel, kalau mau cek dapur boleh. Tadi Chef Ardi nitip pesan takut ada yang kelewat untuk orderan besok.”
Selena menoleh lalu mengangguk sambil tersenyum kecil. “Iya, habis ini aku lihat. Orderan hari ini udah clear kan?”
“Udah, Bu.”
“Bagus.”
Selena melepas apron tipis yang melekat ditubuhnya yang tadi ia gunakan sebentar untuk membantu di kasir. Ia melihat jam di pergelangan tangan kirinya. Jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi, Lily pasti sedang sibuk di kafe dan mungkin mulai pusing menghadapi pelanggan yang semakin ramai menjelang siang.
Bergegas Selena melangkahkan kakinya menuju pantry untuk mengecek orderan besok pagi, sebelum nanti sore ia kembali ke cafe untuk menjemput Lily mengajak nya untuk menemani dia mengambil barang-barangnya yang masih tertinggal dirumah Erlan.
Tetapi saat Selena berjalan menuju pantry, langkahnya tiba-tiba terhenti saat melihat meja kecil dekat jendela. Seorang anak perempuan duduk sambil menggigit macaron stroberi, sementara ibunya memotret diam-diam. Sang anak tersenyum dengan gigi ompong, bahunya naik turun kegirangan karena lapisan krim merah muda menempel di bibirnya.
Sesederhana itu, tetapi Selena merasakan sesuatu yang mencair di dadanya. Perasaan manis dan hangat.
“Sweet&Sugar selalu membuat anak-anak bahagia ya,” gumamnya pelan tapi masih bisa didengar oleh Dina.
Dina menatap Selena dari balik meja kasir. “Ini semua karena konsepnya dari Bu Selena sendiri.”
Selena tersenyum kecil. “Konsep bagus tanpa eksekusi yang solid cuma jadi sketsa, Din. Kalian yang bikin ini berjalan.”Ucapnya dengan lembut
Dina yang mendengar itu, hanya tersenyum manis sebagai balasan.
.
...----------------...
Menjelang sore hari, toko mulai sedikit lenggang. Beberapa pelanggan terakhir keluar sambil membawa paper bag berisi kue, dan Dina mulai menurunkan satu per satu label bertuliskan“sold out” dari etalase meja display. Selena melirik jam di pergelangan tangannya kirimya. Sudah hampir waktunya ia menjemput Lily di café.
“Aku balik dulu ya, Din. Selesai ini kalian langsung beresin etalase, nanti aku cek stok malam lewat grup aja,” ucap Selena sambil meraih tasnya.
“Siap, Bu. Hati-hati.”Sahut Dina
Selena mengangguk, lalu berjalan keluar menuju cafe. Angin sore menerpa wajahnya menerbangkan helaian anak rambutnya kebelakang.
Ketika sampai di cafe, terlihat Lily ternyata sudah menunggu nya di depan pintu sambil merapikan rambutnya yang juga tertiup angin.
“Kamu siap, Sel?” tanya Lily begitu melihat Selena berjalan mendekat.
Selena menarik napas pelan lalu mengangguk. “Ayo. Biar cepat selesai.”
Lily mengangguk, setelah itu kedua nya bergegas masuk kedalam mobil.
.
.
.
Jangan lupa dukungannya! Like, vote dan komen... Terimakasih 🎀🌹
seperti diriku jika masalah keungan tipis bahkan tak ada bayangan
Maka lampirku datang 🤣🤣🤣
dan sekarang datang