NovelToon NovelToon
Warisan Mutiara Hitam

Warisan Mutiara Hitam

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Budidaya dan Peningkatan / Fantasi Timur / Balas Dendam
Popularitas:5.2k
Nilai: 5
Nama Author: Kokop Gann

Takdirnya telah dicuri. Chen Kai, dulu jenius nomor satu di klannya, kini hidup sebagai "sampah" yang terlupakan setelah Akar Spiritualnya lumpuh secara misterius. Tiga tahun penuh penghinaan telah dijalaninya, didorong hanya oleh keinginan menyelamatkan adiknya yang sakit parah. Dalam keputusasaan, dia mempertaruhkan nyawanya, namun berakhir dilempar ke jurang oleh sepupunya sendiri.

Di ambang kematian, takdir mempermainkannya. Chen Kai menemukan sebuah mutiara hitam misterius yang menyatu dengannya, membangkitkan jiwa kuno Kaisar Yao, seorang ahli alkimia legendaris. Dari Kaisar Yao, Chen Kai mengetahui kebenaran yang kejam: bakatnya tidak lumpuh, melainkan dicuri oleh seorang tetua kuat yang berkonspirasi.

Dengan bimbingan sang Kaisar, Chen Kai memulai jalan kultivasi yang menantang surga. Tujuannya: mengambil kembali apa yang menjadi miliknya, melindungi satu-satunya keluarga yang tersisa, dan membuat mereka yang telah mengkhianatinya merasakan keputusasaan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kokop Gann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sampah dan Mutiara

Matahari di atas Kota Awan Jatuh terasa membakar, seolah ingin memanggang bumi di bawahnya. Namun, di dalam kompleks Klan Chen, di halaman belakang yang paling terpencil, rasa panas itu bercampur dengan debu dan bau keringat yang menyengat.

KRAK!

Serpihan kayu berterbangan. Chen Kai mengayunkan kapaknya dengan kekuatan yang dipaksakan. Urat-urat di lengannya yang kurus menonjol, dan setiap ototnya berteriak protes. Ini adalah tumpukan kayu bakar kesepuluh yang harus ia selesaikan hari ini sebelum ia bisa mengurus cucian para murid pelatnas.

Keringat mengalir di pelipisnya, membasahi rambutnya yang kusam dan acak-acakan. Pakaian linennya yang kasar sudah lusuh dan berbau asam.

Tiga tahun.

Selama tiga tahun penuh, inilah kehidupannya.

Dia berhenti sejenak, menyandarkan kapak dan menatap telapak tangannya yang kapalan dan melepuh. Di dunia ini, di mana kekuatan adalah segalanya, di mana para kultivator bisa membelah sungai dan meratakan gunung, dia—Chen Kai—menghabiskan hari-harinya dengan pekerjaan kasar yang bahkan tidak akan dilakukan oleh pelayan terendah.

Padahal, dulu tidak seperti ini.

Sebuah ingatan melintas di benaknya, begitu jelas hingga terasa menyakitkan. Ingatan tentang dirinya yang berusia dua belas tahun, berdiri di panggung uji bakat Klan Chen. Batu Penguji Roh bersinar dengan cahaya keemasan yang menyilaukan, menunjukkan sembilan meridian spiritual yang terbuka—sebuah "Akar Spiritual Kelas Surga" yang langka.

Para tetua klan tertawa gembira. Ayahnya, sang patriark, menepuk kepalanya dengan bangga. Seluruh Kota Awan Jatuh gempar. Dia dipuji sebagai jenius yang hanya muncul seribu tahun sekali, harapan masa depan Klan Chen untuk menjadi klan nomor satu di kekaisaran.

Pada usia tiga belas tahun, dia menerobos ke Tahap Kondensasi Qi tingkat kelima. Pada usia empat belas tahun, dia mencapai puncak Tahap Kondensasi Qi, siap melangkah ke Tahap Pembangunan Fondasi.

Kemudian... semuanya hancur.

Malam itu terasa dingin. Rasa sakit yang tak terbayangkan merobek dantian-nya, seolah-olah puluhan ribu semut api menggerogoti meridiannya dari dalam. Dia menjerit, tetapi tidak ada suara yang keluar. Ketika dia bangun keesokan harinya, sesuatu telah hilang.

"Akar Spiritual"-nya lumpuh. Sembilan meridiannya yang cemerlang telah menyusut dan tersumbat, menjadi lebih buruk daripada akar spiritual fana terendah sekalipun. Energi langit dan bumi (Qi) tidak lagi mau masuk ke tubuhnya.

Dalam semalam, sang jenius telah menjadi sampah.

Ayahnya, yang merasa malu, mengasingkan diri dalam meditasi tertutup dan tidak pernah terlihat lagi. Para tetua yang dulu memujinya kini memandangnya dengan jijik dan kasihan. Posisi "Patriark Muda" miliknya dicopot dan diberikan kepada sepupunya.

Dan dia... dia diturunkan ke halaman pekerja kasar.

"Yo, lihat siapa ini! Jenius kita sedang bekerja keras, ya?"

Suara sombong yang dibencinya menyentak Chen Kai dari lamunannya.

Tiga pemuda berjalan mendekat. Mereka mengenakan jubah sutra biru muda, seragam murid pelatnas Klan Chen. Yang memimpin adalah Chen Wei, sepupunya, pemuda yang kini menyandang gelar Patriark Muda.

Wajah Chen Wei tampan, tapi ada lengkungan sinis permanen di bibirnya. Dia berjalan dengan tangan di belakang punggung, dagunya terangkat, memandang Chen Kai seolah-olah dia sedang melihat serangga. Dua pengikut di belakangnya terkekeh, memasang ekspresi mengejek.

Chen Kai tidak berkata apa-apa. Dia berbalik dan mengangkat kapaknya lagi. KRAK!

"Beraninya kau mengabaikanku, sampah?" Chen Wei mendengus. Dia menendang tumpukan kayu yang sudah dibelah Chen Kai, membuatnya berantakan.

"Lihat dirimu," kata Chen Wei, berjalan mengitari Chen Kai. "Menjijikkan. Keringat dan kotoran. Aku tidak percaya kita pernah berbagi garis keturunan yang sama. Kau adalah aib terbesar Klan Chen."

Seorang pengikut menambahkan, "Patriark Muda Wei sudah berada di Tahap Kondensasi Qi tingkat keempat! Dia jenius sejati. Sementara kau, aku dengar kau bahkan kesulitan mempertahankan tingkat pertama, kan?"

Chen Kai mengertakkan giginya. Dia mengepalkan kapak begitu erat hingga jarinya memutih. Dia tahu apa yang mereka inginkan. Mereka ingin dia meledak. Mereka ingin dia melawan. Dengan begitu, mereka punya alasan untuk "memberinya pelajaran" karena menyerang Patriark Muda.

Dia tidak akan memberi mereka kepuasan itu.

Dia menundukkan kepalanya, suaranya serak karena dehidrasi. "Patriark Muda Wei. Murid rendahan ini sedang sibuk."

Chen Wei tertawa terbahak-bahak. "Murid rendahan! Hahaha! Kau bahkan bukan murid! Kau adalah budak! Seekor anjing yang dipungut Klan Chen karena kasihan!"

Dia melangkah maju dan menepuk-nepuk pipi Chen Kai dengan telapak tangannya, sebuah gestur penghinaan tertinggi. "Dengar, sampah. Sebentar lagi adalah Kompetisi Klan tahunan. Ayahku, sang Patriark sementara, sedang berpikir untuk mengusir semua anggota klan yang tidak berguna dan hanya menghabiskan sumber daya. Kau tahu siapa yang ada di urutan pertama daftar itu, kan?"

Mata Chen Kai berkilat dingin.

"Nikmati sisa waktumu di sini," bisik Chen Wei. Dia kemudian menoleh ke dua pengikutnya. "Sepertinya tumpukan kayu ini belum cukup rapi. Berantakan sekali."

"Siap, Patriark Muda!"

Kedua pengikut itu tersenyum jahat. Mereka berjalan ke tumpukan kayu yang telah susah payah dikumpulkan Chen Kai dan menendangnya dengan liar, menyebarkan kayu-kayu itu ke seluruh halaman berdebu.

"Kerja bagus, anjing. Selesaikan sebelum matahari terbenam, atau tidak ada jatah makan malam untukmu dan adikmu yang sakit-sakitan itu!"

Mendengar kata "adik", niat membunuh yang dingin melintas di mata Chen Kai, begitu pekat hingga membuat Chen Wei tanpa sadar mundur selangkah. Tapi itu hanya sesaat. Chen Kai segera mengendalikan dirinya, menundukkan kepalanya sekali lagi.

Chen Wei menyipitkan matanya, kesal karena tidak mendapatkan reaksi yang lebih besar. "Huh. Sampah tetaplah sampah."

Mereka bertiga tertawa dan pergi, meninggalkan Chen Kai sendirian di tengah halaman yang berantakan, di bawah terik matahari yang tak kenal ampun.

Selama beberapa menit, Chen Kai hanya berdiri diam. Kemudian, dengan helaan napas yang gemetar karena amarah yang tertahan, dia mulai memunguti kayu-kayu itu, satu per satu.

Dia bisa menahan penghinaan terhadap dirinya. Tapi dia tidak bisa menahan jika itu menyangkut adiknya.

Setelah dua jam tambahan kerja paksa, matahari akhirnya mulai tenggelam. Chen Kai menyeret tubuhnya yang kelelahan, mengabaikan rasa lapar yang melilit perutnya. Dia tidak pergi ke aula makan, melainkan menyelinap ke dapur belakang, mengambil jatah roti kukus dingin yang disisihkan untuknya, dan bergegas ke halaman kecil yang paling terpencil di seluruh kompleks.

Ini adalah halaman tempat dia dan adiknya tinggal, sebuah gubuk bobrok yang nyaris tidak bisa menahan angin.

Dia mendorong pintu kayu yang berderit. "Ling'er, aku pulang."

Ruangan itu kecil dan berbau obat herbal yang pahit. Di atas ranjang kayu sederhana, seorang gadis kecil berusia tiga belas tahun terbaring, dibungkus selimut tipis. Wajahnya pucat pasi, dan batuk kering mengguncang tubuhnya yang rapuh.

Mata gadis itu, Chen Ling, terbuka. Melihat Chen Kai, ekspresi lesu di wajahnya langsung berubah menjadi senyum cerah. "Kakak! Kau kembali!"

Semua kemarahan, penghinaan, dan kelelahan yang dirasakan Chen Kai seharian ini langsung sirna, digantikan oleh kehangatan di hatinya. Dia berlutut di samping tempat tidur.

"Bagaimana perasaanmu hari ini?" tanyanya lembut, menyisir rambut adiknya yang basah oleh keringat.

"Lebih baik," bisik Chen Ling. Dia mencoba duduk, tetapi batuk hebat kembali menyerangnya.

Chen Kai buru-buru menepuk punggungnya. Dia melihat mangkuk obat di meja samping. "Kau sudah minum obatmu?"

Chen Ling menggelenggelengkan kepalanya, matanya berkaca-kaca. "Kak, obatnya... obatnya sudah hampir habis. Hanya tersisa untuk sekali minum besok."

Hati Chen Kai mencelos.

Adiknya menderita "Penyakit Vena Beku". Penyakit langka yang membuat meridiannya membeku, membuatnya tidak bisa berkultivasi dan perlahan-lahan menguras energi kehidupannya. Satu-satunya yang bisa memperlambat penyakit itu adalah "Ramuan Embun Giok", sebuah obat spiritual tingkat rendah.

Dulu, ketika dia masih jenius, mendapatkan Ramuan Embun Giok semudah membalikkan telapak tangan. Sekarang... sekarang dia harus menukar jatah makannya selama seminggu penuh hanya untuk satu dosis.

"Jangan khawatir," kata Chen Kai, memaksakan senyum. Dia mengeluarkan roti kukus dingin dari balik jubahnya. "Makan ini dulu. Kakak akan mencari cara. Kakak janji, kau akan sembuh."

Chen Ling menatap wajah kakaknya yang kotor oleh debu dan memar di pipinya (yang pasti didapatnya dari Chen Wei). Air mata menggenang di matanya. "Kak, ini semua salahku. Jika bukan karenaku, kau tidak akan..."

"Ssst," Chen Kai meletakkan jarinya di bibir adiknya. "Jangan pernah berkata begitu. Kau adalah satu-satunya alasan kakak masih bertahan. Kau adalah segalanya bagiku. Sekarang makan. Kakak harus keluar sebentar."

"Keluar? Tapi sudah mau malam. Para binatang buas..."

"Aku hanya perlu mencari sesuatu di gunung belakang. Aku akan segera kembali. Kunci pintunya."

Tanpa menunggu jawaban, Chen Kai berbalik dan keluar dari gubuk. Senyum lembut di wajahnya menghilang, digantikan oleh ekspresi tekad yang keras seperti baja.

Dia tahu Klan Chen tidak akan memberinya Ramuan Embun Giok lagi. Dia harus mencarinya sendiri.

Gunung Awan Jatuh, yang menjulang di belakang kompleks Klan Chen, adalah tempat yang berbahaya di malam hari. Binatang buas spiritual tingkat rendah seperti Serigala Angin dan Ular Taring Besi sering berkeliaran mencari mangsa.

Bagi seorang kultivator Tahap Kondensasi Qi, itu adalah tempat latihan yang bagus. Bagi Chen Kai, yang kultivasinya hampir lumpuh total, itu adalah zona kematian.

Tapi dia tidak punya pilihan.

Dia berlari melintasi batas klan, mengandalkan ingatannya dari masa jayanya untuk menavigasi hutan yang gelap. Matanya waspada, telinganya mendengarkan setiap gemerisik daun. Dia harus menemukan Ramuan Embun Giok sebelum adiknya melewatkan dosis obatnya.

Setelah satu jam pencarian yang menegangkan, dia hampir menyerah. Dia terlalu lemah. Staminanya habis.

Tiba-tiba, matanya menangkap kilatan cahaya redup di dekat sungai kecil.

Itu dia!

Di antara dua akar pohon besar, sebatang rumput dengan tiga daun sehijau giok, memancarkan cahaya samar di bawah sinar bulan. Di ujung setiap daun ada setetes embun berkilauan. Ramuan Embun Giok!

Hatinya melonjak gembira. Dia bergegas maju.

"Heh, lihat apa yang kita punya di sini."

Dua sosok melompat turun dari pohon di atasnya, menghalangi jalannya. Itu adalah dua pengikut Chen Wei dari sore tadi.

"Patriark Muda Wei benar-benar pintar," kata salah satu dari mereka sambil menyeringai. "Dia bilang sampah sepertimu pasti akan nekat pergi ke gunung untuk mencari obat bagi adikmu yang penyakitan itu."

"Dan dia bilang," tambah yang lain, "jika kami melihatmu, kami harus 'memberimu pelajaran' yang pantas. Dan tentu saja, mengambil apa pun yang kau temukan."

Mata Chen Kai menyipit. "Menyingkir."

"Oho, si sampah ini mencoba memerintah kita?"

Keduanya tertawa. Mereka berdua berada di Tahap Kondensasi Qi tingkat kedua. Jauh lebih kuat dari Chen Kai.

"Berikan Ramuan Embun Giok itu, dan berlututlah minta ampun. Mungkin kami hanya akan mematahkan satu lenganmu," kata yang pertama.

Chen Kai mencengkeram erat Ramuan Embun Giok di tangannya. Dia memikirkan Chen Ling yang terbaring lemah di tempat tidur.

Tidak. Dia tidak akan menyerahkannya.

"Kalau begitu," kata Chen Kai dengan suara rendah yang berbahaya, "kalian harus mengambilnya."

"Beraninya kau!"

Kedua pengikut itu marah. Mereka menerjang maju.

Chen Kai, meskipun lemah, masih memiliki insting bertarung seorang jenius. Dia mengelak dari pukulan pertama dan mencoba melarikan diri ke arah sungai. Tapi dia terlalu lambat.

BUGH!

Tendangan keras menghantam punggungnya, membuatnya terbang dan menabrak pohon. Darah menyembur dari mulutnya.

"Masih mau lari, tikus?"

Mereka mencengkeramnya, memukulinya. Chen Kai melawan dengan sekuat tenaga, tetapi itu sia-sia.

Dia ditendang lagi dan lagi, tubuhnya berguling di tanah yang berlumpur. Dia bisa merasakan kesadarannya memudar.

"Cukup," kata salah satu dari mereka, terengah-engah. "Mari kita akhiri ini."

Dia melihat sekeliling dan matanya tertuju pada sesuatu di belakang Chen Kai. Jurang. Jurang yang dalam dan gelap, yang dikenal sebagai "Jurang Pemutus Roh".

"Tempat yang bagus untuk membuang sampah," katanya sambil tersenyum jahat.

Mereka menyeret Chen Kai yang setengah sadar ke tepi jurang.

"Selamat tinggal, jenius," ejek mereka.

Dengan tendangan terakhir, tubuh Chen Kai terlempar dari tepi tebing.

Dia jatuh ke dalam kegelapan yang tak berdasar. Angin bersiul di telinganya. Satu-satunya pikirannya adalah penyesalan.

Ling'er... maafkan kakak...

Dia masih mencengkeram Ramuan Embun Giok itu dengan putus asa.

Dia mendarat dengan keras. Anehnya, dia tidak mati. Ranting-ranting tebal dan vegetasi purba di dasar jurang memperlambat kejatuhannya.

Tapi dia terluka parah. Tulang rusuknya patah, dan dia bisa merasakan kegelapan merayapi pandangannya.

"Tidak... aku tidak bisa mati... Ling'er..."

Dia mencoba merangkak, tetapi rasa sakit itu terlalu hebat. Tangan kanannya, yang masih memegang ramuan berharga itu, terbenam ke dalam lumpur dingin di dasar jurang.

Jarinya menyentuh sesuatu.

Sesuatu yang kecil, keras, dan bulat sempurna. Rasanya dingin, sedingin es abadi.

Dia tidak punya kekuatan untuk melihatnya. Darah dari luka-lukanya mengalir ke tangannya, membasahi lumpur dan benda misterius itu.

Tiba-tiba, benda itu bergetar.

Sebuah kekuatan isap yang mengerikan meledak darinya, menyedot darah Chen Kai.

"Argh!"

Dalam sekejap, benda itu melesat dari lumpur dan menempel di telapak tangannya. Itu adalah sebuah mutiara. Mutiara hitam pekat yang seolah menelan semua cahaya.

Mutiara itu menyala dengan cahaya gelap yang redup. Rasa dingin yang menusuk tulang menjalari lengannya, langsung menuju dantian-nya yang lumpuh.

Rasa sakit yang hebat, sepuluh kali lebih buruk daripada saat kultivasinya lumpuh, meledak di dalam tubuhnya. Chen Kai menjerit.

Kemudian, sebuah suara kuno, sedingin jurang itu sendiri, bergema bukan di telinganya, tapi langsung di dalam benaknya.

"...Siklus Samsara... akhirnya berputar kembali..."

"...Setelah tiga puluh ribu tahun tertidur... setetes Darah Vena Naga Kuno... akhirnya membangunkanku..."

"...Anak kecil. Kau... beruntung."

Sebelum Chen Kai bisa pingsan, dia merasakan energi agung dan misterius meledak dari mutiara hitam itu, membanjiri meridiannya yang hancur.

1
wisnu
semangat thor💪
alfariz aditya
ceritanya sejauh ini bagus👍👍
Bucek John
harta menang perang gak peenah diambil walau kultivator masih sabgat mesken sekaki...!!! apalagi tdk punya cincinbruang walau hanya kecil saja, hambar belum nambahkeseruan ...!!
Joe Maggot Curvanord
lanjut thor
awas kalo sampai putus d tengah jalan critanya aku cari penulisnya wkwkwkw
Joe Maggot Curvanord
alurnya bagus banget
ga terlalu cepat op
pelan berdarah tapi pasti
saya suka
byk bintang untuk penulis
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!