NovelToon NovelToon
Ibu Susu Bayi Sang Duda

Ibu Susu Bayi Sang Duda

Status: tamat
Genre:Duda / Janda / Selingkuh / Ibu Pengganti / Menikah Karena Anak / Ibu susu / Tamat
Popularitas:873.9k
Nilai: 4.9
Nama Author: Aisyah Alfatih

Hari yang seharusnya menjadi momen terindah bagi Hanum berubah menjadi mimpi buruk. Tepat menjelang persalinan, ia memergoki perselingkuhan suaminya. Pertengkaran berujung tragedi, bayinya tak terselamatkan, dan Hanum diceraikan dengan kejam. Dalam luka yang dalam, Hanum diminta menjadi ibu susu bagi bayi seorang duda, Abraham Biantara yaitu pria matang yang baru kehilangan istri saat melahirkan. Dua jiwa yang sama-sama terluka dipertemukan oleh takdir dan tangis seorang bayi. Bahkan, keduanya dipaksa menikah demi seorang bayi.

Mampukah Hanum menemukan kembali arti hidup dan cinta di balik peran barunya sebagai ibu susu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

30. pemandangan yang indah

Pagi itu rumah besar keluarga Biantara terasa hangat. Aroma nasi goreng buatan Hanum menyebar dari dapur, berpadu dengan harum kopi yang baru diseduh. Hanum, seperti biasa, bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan. Rambutnya diikat sederhana, wajahnya tanpa riasan, namun tetap tampak segar. Ada ketenangan yang hanya bisa muncul dari seorang istri yang mulai terbiasa dengan perannya.

Namun rutinitas itu sedikit terganggu ketika seorang pengasuh masuk sambil menggendong Kevin yang merengek tak henti. Bayi tujuh bulan itu wajahnya memerah, bibir mungilnya terbuka mencari sesuatu.

“Nyonya Hanum,” sapa pengasuh dengan suara cemas. “Sepertinya Tuan Muda haus … dia mencari ASI.”

Hanum yang sedang mengaduk sayur bening di atas kompor segera mematikan api. “Oh, sini, biar saya ambil.”

Dia mencuci tangan terlebih dahulu, lalu dengan lembut menerima Kevin dari pengasuh. Bayi itu langsung tenang dalam pelukannya, seolah tahu sudah berada di dekapan ibunya. Hanum tersenyum hangat, menimang sebentar sambil membelai kepala mungil Kevin.

“Ayo, Sayang … kita minum dulu ya,” bisiknya lembut, sebelum akhirnya duduk di kursi panjang dekat jendela dapur. Dengan hati-hati ia membuka sedikit gaunnya, menyusui Kevin dengan posisi nyaman. Wajahnya menunduk penuh kasih, bibirnya tersenyum tipis setiap kali mendengar suara Kevin mengisap pelan. Suasana itu begitu damai, keibuan terpancar kuat dari sorot mata Hanum.

Namun, langkah kaki berat terdengar mendekat. Abraham baru saja masuk ke dapur, masih dengan kemeja rapi yang belum sepenuhnya dikancingkan. Dia berniat mengambil kopi sebelum berangkat ke kantor. Dan saat pandangannya jatuh pada pemandangan di hadapannya tubuhnya sontak menegang.

Hanum duduk anggun di kursi, Kevin dalam dekapannya, menyusu dengan damai. Cahaya matahari pagi jatuh dari jendela, menerangi wajah Hanum yang lembut, membuat siluetnya semakin indah. Abraham tersentak, tapi bukannya berpaling, matanya justru terpaku. Napasnya tercekat ketika tanpa sengaja pandangannya turun, ke arah gaun Hanum yang sedikit terbuka, memperlihatkan sisi dada yang seharusnya tidak ia lihat.

Untuk pertama kalinya, Abraham menyaksikan dengan begitu jelas, betapa lembutnya sisi seorang wanita, sisi keibuan istrinya.

'Astaga…' Dia menelan ludah kasar, cepat-cepat mengalihkan pandangan, tapi seolah ada magnet yang memaksanya kembali menoleh. Hanum tidak menyadari kehadiran Abraham. Dia sibuk menenangkan Kevin yang beberapa kali menggerakkan tangannya, kecil namun kuat, mencengkeram gaunnya, berusaha menarik kain itu semakin turun agar lebih mudah menyusu.

“Kevin … jangan begitu, Sayang …” bisik Hanum sambil menahan kain dengan satu tangan. Wajahnya memerah, gugup sendiri dengan tingkah putranya.

Abraham berdiri kaku di ambang pintu. Dia menegakkan tubuh, namun matanya masih tak bisa lepas. Sebuah rasa asing menjalar dalam dadanya, antara kagum, rindu, sekaligus keinginan yang sulit ia jelaskan. Keheningan itu terpecah saat salah satu pelayan masuk, membawa nampan berisi buah potong.

“Selamat pagi, Tuan.”

Seketika Hanum terkejut, dia menoleh cepat, dan begitu sadar Abraham ada di sana, wajahnya panas. Dengan gerakan refleks ia merapatkan gaunnya, berusaha menutup dadanya. Namun Kevin tampak tidak suka. Bayi itu merengek keras, tangan mungilnya berkali-kali menarik kain Hanum, membuatnya semakin salah tingkah.

“Kevin … jangan tarik lagi, Sayang …” Hanum berbisik cemas, wajahnya memerah hingga ke telinga. Pelayan menunduk dalam, pura-pura tidak melihat apa-apa, lalu cepat-cepat meletakkan nampan di meja dan keluar dari dapur. Suasana kembali hening, tapi kini dipenuhi ketegangan aneh.

Abraham melangkah masuk, suaranya rendah namun dalam.

“Kamu … tidak perlu merasa malu.”

Hanum menunduk dalam, tidak berani menatapnya.

“T-tapi … Mas … ini … aku…”

“Dia anak kita,” lanjut Abraham, pandangannya kali ini menatap Kevin yang tenang kembali di pelukan Hanum. “Dan kamu ibunya.”

Hanum menggigit bibir, bingung harus menjawab apa. Degup jantungnya terlalu keras, tangannya gemetar menahan kain yang terus ditarik Kevin. Abraham mendekat, langkahnya berat namun mantap. Hanum tersentak saat pria itu berhenti hanya sejengkal darinya. Tatapannya tajam, tapi ada sesuatu yang berbeda, bukan sekadar dingin, melainkan campuran rasa kagum dan sesuatu yang membuat Hanum makin salah tingkah.

Waktu seakan berhenti, hanya ada suara napas Kevin yang teratur, dan detak jantung mereka yang saling bersahutan. Hanum memeluk bayinya lebih erat, mencoba melindungi dirinya dari sorot mata suaminya yang menusuk begitu dalam.

Abraham menunduk sedikit, suaranya terdengar lebih lirih daripada biasanya.

“Hanum … jangan pernah merasa rendah. Kamu … sudah membuat rumah ini hidup dan aku...”

Ucapan itu terputus, dia buru-buru menegakkan tubuh, melangkah mundur, lalu mengambil cangkir kopi di meja tanpa menoleh lagi. Namun wajahnya jelas memerah, sesuatu yang jarang sekali terjadi. Hanum masih menunduk, jantungnya berdegup kencang, wajahnya panas, dadanya bergetar hebat karena satu hal, tatapan Abraham yang tadi tidak bisa ia lupakan.

'Tidak bisa! Tidak boleh bangun, ini masih pagi,' gumam dalam Abraham, sembari meletakkan cangkir itu di atas meja sofa ruang tamu.

Mampir ke karya baru author ya ,

1
sherly
menarik
sherly
astaga terbuat dr apalah dirimu galih...
sherly
kemarin Lilis dan Rania eh sekarang galih aneh banget sih kalian pada gamon deh.. padahal Hanum yg tersakiti
sherly
bukannya di kantor Abraham, dijamuan juga kamu dah ketemu Ama Rania ..?
sherly
Rania yg ternyata fans fanatik Alma... dimana mana nyebut Alma dan Alma...
sherly
jgn bilang anak Alma bukan anak bian
sherly
lagian bodoh kali Abraham ini masa hanya sebut nama alm Alma dianya dah kayak org sakit
sherly
Rania hanya mengusikmu dengan menyebut nama Alma, harusnya kamu tak bereaksi dan terusik, biar dia tau kalo nama itu sudah kamu simpan jauh disatu ruangan khusus...
sherly
si Julio ini masa ngk liat sih...
sherly
bukannya Alma meninggal?
sherly
kirain terungkap kalo yg desain itu Hanum ternyata dah selesai jamuannya....
sherly
hahahha dah dipuji malah tiba2 gugup
sherly
ini baru sikap yg bener Hanum... hadapi para ulet gatel itu dengan cantik
sherly
ngomong apa sih si ulet bulu, hrsnya yg ngomong gitu si Hanum secara kamu tu pelakor...
sherly
gatel banget sih Rania nih,mau digaruk pakai golok ngk?
sherly
hahahahha kesalahpahaman yg membawa berkah
sherly
aneh banget sih kamu Abraham, ngk ada foto keluarga yg baru, ngk ada pengumuman bagaimana org kantormu tau kamu dah punya istri.... linglung nih org
sherly
kenapa sih harus menunduk melulu hanummm jgn lemah gitu donk...
sherly
makanya kalo nikah tu di pestain biar tau si Hanum tu istrimu
sherly
terlalu lemah kamu Hanum, si Lilis tu pelakor hrsnya kamu lebih garang .. aduh ampun deh Hanum bahkan bersuara pun kamu tak sanggup untuk membela diri
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!