Cerita ini adalah fiksi dewasa yang diperuntukkan bagi pencari bacaan berbeda.
*****
Sekuel sekaligus akhir dari cerita 'Stranger From Nowhere'.
Makhluk yang sama, tempat yang sama, dengan tokoh dan roman yang berbeda.
***
Saddam kehilangan ibunya dalam sebuah kecelakaan pesawat di hutan Afrika.
Pria itu menyesali pertengkarannya dengan Sang Ibu karena ia menolak perjodohan yang sudah kesekian kali diatur untuknya.
Penasaran dengan apa yang terjadi dengan Sang Ibu, Saddam memutuskan pergi ke Afrika.
Bersama tiga orang asing yang baru diperkenalkan padanya, Saddam pergi ke hutan Afrika itu seperti layaknya mengantar nyawa.
Tugas Saddam semakin berat dengan ikutnya seorang mahasiswi kedoktoran bernama Veronica.
Seperti apa jalinan takdir mereka?
***
Contact : uwicuwi@gmail.com
IG : @juskelapa_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon juskelapa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29. Cause of Me
Eko berhasil menarik tangan Vero yang terulur kepadanya. Saddam meringis menatap asistennya yang memasang wajah prihatin.
"Mas Rully mana?" bisik Eko.
"Itu," Vero menunjuk sebuah pohon di dekat mereka. Rully terlihat berjongkok di balik pohon itu.
"Saya bawa jalan balik ke tempat bermalam dari sini aja. Jangan dari jalan utama itu. Penyerang yang pakai topeng-topeng itu masih berdiri di atas bukit. Saya tadi susulin ke sini karena waktu mau buang air saya liat bayangan aneh dari pohon-pohon di atas. Bayangan itu ngikutin rombongan Pak Saddam ke sini" Eko melirik Saddam.
Saddam meringis mendengar penuturan Eko dengan beberapa bulir keringat di dahinya.
"Ko, bukain ransel gua" Saddam memutar tubuhnya ke arah Eko.
"Pak Saddam kena! Saya kira meleset" Eko menarik lengan Saddam agar sedikit merunduk ke arahnya.
"Aduh" ucap Saddam.
"Maaf Pak. Tapi ransel bapak udah kayak dipaku ke punggung Pak Saddam. Lukanya ga dalem, mungkin karena masih terhalang ransel. Kalo saya tarik Pak Saddam ga apa-apa?" Eko melirik Saddam sekilas sambil tetap memusatkan pandangannya ke bagian punggung Saddam.
Vero memucat mendengar perkataan Eko. Saddam terluka pasti karena dirinya yang bersikeras mencari tabletnya tadi.
"Nunggu apa??" Rully mendesis dari balik pohon ke arah Vero.
"Lu ke sini aja. Pelan-pelan. Dia kena" Vero berbisik ke arah Rully, Saddam yang mendengar hanya mengerling seraya melepaskan satu tali ranselnya.
"Sebentar Pak," Eko menahan beban ransel Saddam agar tidak memberatkan anak panah hingga bisa menambah luka robek di punggung kanan majikannya.
"Gua aja yang narik anak panahnya Ko," tukas Vero tiba-tiba.
"Kamu ga bisa liat darah. Biar Eko aja" potong Saddam.
Vero meringis mendengar kata-kata Saddam yang sepertinya menyadari ketakutannya melihat luka dan darah.
"Engga. Ga apa-apa. Gua aja Ko" Vero ngotot setengah mendorong Eko ke samping.
Setelah menyimpan tablet dan melepaskan ranselnya, Vero mengangkat bagian ransel Saddam yang berada di sekitar luka.
Jaket Parka pria itu robek hingga ke bagian kemeja dan kaos yang dikenakannya. Hanya sedikit darah yang dilihat Vero, itu pun perutnya sudah mulai bergejolak.
"Sebenarnya anak panah ini menghambat pendarahan lebih banyak. Tapi karna lukanya ga dalem, kayaknya bisa dicabut. Lagian anak panah ini terlalu panjang untuk terus ada di punggung kamu" jelas Vero.
"Udah buruan!" suara Rully yang tiba-tiba berada di dekat mereka mengejutkan Vero.
"Buruan. Gua masih ngeliat pohon di atas bukit sana bergoyang kayak ada yang menghinggapi" sambung Rully dengan menelengkan kepalanya ke arah bukit.
"Pelan-pelan aj.. AWWW..." kali ini perkataan Saddam belum selesai tapi Vero sudah mencabut anak panah di punggungnya.
Saddam memandang Vero sewot dan wanita itu hanya meringis memandang ujung anak panah.
Vero segera membungkus anak panah itu dengan sapu tangan yang dikeluarkannya dari ransel dan menyimpannya.
Eko sudah menekan luka majikannya dengan sehelai kain yang dikeluarkannya dari tas Saddam.
"Kita harus cepat balik ke tempat bermalam kita kemarin Pak, atau kalo Pak Saddam udah ngerasa puas ngeliat pesawat yang ditumpangi Ibu kita bisa pulang Pak. Pak Saddam udah luka gini. Dan cuacanya juga makin lama makin dingin. Saya khawatir Pak Saddam sakit" Eko berbicara pelan masih terus menekan luka Saddam.
Saddam hanya diam menatap ke arah rerimbunan di depannya.
"Di sini juga bahaya Pak," lanjut Eko.
"Mereka udah kemas-kemas?" tanya Saddam.
"Empat porter itu udah selesai dari tadi Pak, Mas Rizky juga udah siap. Tinggal nungguin rombongan Pak Saddam yang masuk ke pesawat" jelas Eko.
"Kita balik sekarang" Saddam bangkit dari posisi setengah berjongkoknya.
Pria itu tidak menjawab perkataan Eko yang menyarankan agar mereka keluar dari hutan itu.
Saddam diam sambil menimbang-nimbang. Mereka semua telah tiba di hutan yang berbahaya dengan maksud dan tujuan yang sekarang tampak abu-abu.
Mereka semua belum mendapat apa-apa tapi sudah capek terus diteror oleh makhluk yang seolah tak kasat mata.
"Ikut saya," Eko melangkah lebih dulu di depan mereka.
"Mereka mau ngusir kita dari sini atau mau ngebunuh sih?" tanya Rully di sela-sela langkahnya.
"Ga ngerti. Kalo mau ngebunuh, kita pasti udah mati dari kemarin. Dan kita sekarang masih diikuti" jawab Saddam yang berada di depan Vero.
"Serius?" Vero tercekat.
"Mereka udah turun dari atas bukit. Tiga orang atau entah tiga makhluk apa. Masih membuntuti kita. Besar kemungkinan mereka ga ngerti ama bahasa kita. Entah masih ada hubungannya dengan makhluk-makhluk mitos itu atau engga. Kita ga tau. Tetap merunduk, jangan ke tempat terbuka" Saddam terus melangkahkan kakinya mengikuti kaki Vero yang berada di belakang Eko.
"Ada yang mengendap-endap di belakang kita" lirih Rully dengan sedikit bergetar.
"Buruan Ko," desak Saddam.
"Lari!!" teriak Eko sambil berlari dan menyeret tangan Vero.
Saddam dan Rully berlari mengikuti arah ke mana Eko membawa Vero. Sesekali mereka merunduk untuk menghindari tanaman merambat atau dahan pohon yang menghalangi pelarian mereka.
...--oOo--...
Sesuatu berlompatan turun dari pepohonan di belakang mereka. Dua makhluk yang tak beralas kaki, memakai semacam rok kaku yang terbuat dari kulit kayu, penutup wajah alumunium dengan bentuk tak beraturan dan sebuah busur silang tergenggam di tangan berjalan beriringan mengejar empat orang manusia yang sekarang semakin menjauhi mereka.
Kedua makhluk itu berjenis kelamin perempuan. Mereka sangat membenci jika ada perempuan lain memasuki hutan itu. Hutan itu adalah milik mereka dan keluarganya. Mereka tak ingin para saudara laki-laki mereka menculik perempuan itu dan menjadikannya pemuas nafsu. Jadi alangkah baiknya jika perempuan berambut panjang dan berkacamata itu mereka bunuh sekarang.
Terakhir kali para saudara laki-laki mereka menculik seorang perempuan salah satu penduduk yang sedang mencari kayu di hutan berakhir sangat tragis.
Mereka harus melihat para saudara laki-laki mereka bergantian meniduri perempuan itu hingga tewas karena terluka di sana-sini. Alat kelaminnya rusak tak berbentuk. Dan setelah tewas mereka menguliti dan menjadikan tubuh perempuan itu sebagai kudapan.
Mereka tidak kasihan pada perempuan muda itu. Tidak. Bukan karena kasihan. Mereka hanya cemburu.
Mereka cemburu karena berhari-hari saat para saudara laki-laki mereka sibuk dengan mainan baru, mereka diabaikan.
Padahal mereka juga merasa perlu dipuaskan. Rasa lapar di perut yang senantiasa harus dipenuhi cepat membuat mereka gusar. Begitu pula dengan nafsu birahi mereka. Di usia mereka yang masih belasan dan memasuki fase remaja sudah membuat diri mereka memiliki kebutuhan atas hubungan intim.
Hormon mereka berbeda dari manusia normal. Mereka terus merasa lapar dan selalu ingin bercinta.
Saat ini, para saudara laki-laki mereka sedang berburu di sisi lain hutan. Keempat makhluk laki-laki jelek dan mengerikan itu belum menyadari keberadaan manusia lain di hutan itu.
Mereka harus mendapatkan wanita berkacamata itu secepatnya.
...--oOo--...
Sebuah tangan terasa menarik ransel yang dikenakan Rully. Pria itu tak merasa ada orang lain di belakangnya. Ketiga orang temannya berada di depan.
"DAM!!"
Rully jatuh terjengkang ke belakang. Saddam yang mendengar teriakan Rully menoleh ke belakang dan berhenti.
Seorang makhluk menerjang ke atas tubuh Rully. Seketika pria itu bergumul mempertahankan diri.
Saddam yang hendak mendekati Rully tiba-tiba mendapat tendangan di sisi tubuh kanannya. Tubuh Saddam menghantam pohon besar. Kepalanya terasa berputar-putar.
Masih hendak menyesuaikan pandangannya, dilihatnya seorang makhluk berlari mendekati Vero dan Eko yang masih terus berlari.
Saddam bangkit dan menerkam makhluk perempuan yang berusaha meraih Vero.
"Tetap lari Ko!!" teriak Saddam.
Eko yang mendengar teriakan Saddam bahkan tak lagi melihat ke belakang saat terus menyeret Vero. Wanita itu mencoba menoleh ke belakang saat Eko mulai membawanya menghilang ke balik pepohonan di depan.
Makhluk penyerangnya itu tidak melebihi tinggi Saddam. Bisa dibilang makhluk itu tergolong jauh lebih pendek darinya.
Saddam dan salah seorang makhluk perempuan itu bergulingan di tanah. Jangkauan tangan makhluk itu tak bisa mengenai wajahnya. Beberapa kali pukulan yang ditujukan kepada Saddam tak berhasil mengenainya.
Beberapa detik kemudian, Saddam sudah berhasil mencengkeram leher makhluk itu dan bersiap memberikan tinju.
Saat mengangkat tangannya hendak meninju makhluk yang masih mengenakan topeng alumunium, Rully berlari ke arahnya dan menyeret ransel Saddam hingga pria itu nyaris kembali terjengkang.
"Ga sempat!! Cepat!!" Rully terus menyeret ransel Saddam yang mengikutinya setengah terseok.
"Apa yang gak sem.." Saddam belum sempat menyelesaikan kata-katanya saat anak panah kembali melesat ke arah mereka.
Makhluk perempuan yang tadi bergulat dengan Rully terlihat memegang busur silang di depan wajahnya dan menghujani mereka dengan anak panah.
Ternyata makhluk itu melihat saudara perempuannya yang sedang dalam keadaan terjepit di bawah Saddam hingga memutuskan untuk melepaskan Rully dan menggunakan panahnya.
Rully dan Saddam terus berlari menyusul Eko dan Vero yang telah jauh di depan.
Kedua makhluk perempuan juga masih terus berlari mengejar mereka sambil mengisi busur silang dengan anak panah baru.
"Target mereka Vero" ucap Saddam di sela nafasnya yang terengah-engah.
"Apa??!!" tanya Rully setengah berteriak.
"Vero. Target mereka Vero. Temen elu"
Rully diam mendengar perkataan Saddam. Mereka mulai mendengar suara-suara orang di kejauhan. Mereka semakin mendekati lokasi di mana mereka bermalam kemarin.
...***...
...Mohon dukungan atas karyaku dengan like, comment atau vote. ...