Masih saling sayang, masih saling cinta, namun terpaksa harus berpisah karena ego dan desakan dari orang tua. Ternyata, kata cinta yang sering terucap menjadi sia-sia, tak mampu menahan badai perceraian yang menghantam keras.
Apalagi kehadiran Elana, buah hati mereka seolah menjadi pengikat hati yang kuat, membuat mereka tidak bisa saling melepaskan.
Dan di tengah badai itu, Elvano harus menghadapi perjodohan yang diatur oleh orang tuanya, ancaman bagi cinta mereka yang masih membara.
Akankah cinta Lavanya dan Elvano bersatu kembali? Ataukah ego dan desakan orang tua akan memisahkan mereka dan merelakan perasaan cinta mereka terkubur selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jesslyn Kim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bella hamil?
Malam ini terasa sunyi, bayangan Elana seperti menari di dinding kamar yang dingin, Keheningan menjadi pengingat yang nyata tentang apa yang hilang. Dan setiap jam berlalu bagai hukuman yang kejam. Vanya menyentuh barang-barang kesayangan Elana, setiap benda punya kenangan tersendiri untuk Elana, gadis kecil itu bahkan tak membawanya.
Di tengah keheningan itu tiba-tiba ponsel Vanya berdering. Ternyata itu panggilan dari Kirana.
"Hallo, Kirana?" Jawab Vanya dengan lesu.
"Apa mbak Vanya sedang sibuk?"
"Tidak Kirana, ada apa?" Vanya penasaran, tidak biasa Kirana menghubunginya.
"Ini mengenai Elana."
"Elana, kenapa?!" Rasa penasaran itu semakin membuncah saat Kirana menyebut nama Elana.
"Sepertinya memang ada yang tidak beres dengan Elana. Mbak, aku kok curiga sama Mama dan Bella," Kirana mengungkapkan keresahannya, seharian ini ia merasa tidak tenang karena memikirkan Elana. Apalagi melihat gambar Elana tadi siang.
"Maksudnya apa?" Vanya semakin kalut saat mendengar ucapan Kirana.
"Mbak coba tanya sama pihak sekolah, siapa yang menemui Elana beberapa hari ke belakang,"
"Sebenarnya ada apa Kirana?" Vanya semakin di buat bingung, ucapan Kirana seolah seperti kepingan puzzle yang harus ia susun sendiri.
"Mbak lakukan saja apa yang aku katakan. Ada Mama, aku tutup dulu," panggilan pun terputus.
"Aku sebaiknya tanya sus Tari terlebih dahulu, untuk memastikan," gumam Vanya segera menghubungi sus Tari. Karena Sus Tari selalu menunggui Elana saat di sekolah, siapa tahu dia mengetahui sesuatu.
Dan hasilnya nihil, sus Tari tidak mengetahui apa yang terjadi didalam sekolah, Karena memang dirinya hanya di perbolehkan menunggu di depan gerbang saja. Vanya memijat kepalanya yang benar-benar merasa pusing, rasanya tak sabar untuk hari esok.
-
-
Sepinya malam juga di rasakan oleh Elena, gadis kecil itu sejujurnya sangan merindukan sosok Ibunya, Elana masih teringat tangisan Vanya ketika ia meninggalkannya malam itu. Seharian ini Elana hanya menghabiskan waktu di dalam kamar dengan kegiatan yang membosankan. Walaupun ia di temani sus Tari, tetap saja ia merasa takut berada di rumah itu. Belum lagi sikap Bella yang sering berubah-ubah. Terkadang terlihat manis, namun terkadang penuh dengan ancaman. Elana menjadi bingung. Sebenarnya Bella ini baik atau tidak?
"Mami... Elana kangen," Elana hanya bisa bergumam dalam hati, ia tak bisa mengungkapkan kerinduannya. Entah sampai kapan ia akan begini. Elana begitu takut jika ancaman itu benar-benar nyata, apalagi ia sudah melihat dengan matanya sendiri saat Vanya hampir celaka.
Vano masuk ke dalam kamar Elana setelah menyelesaikan pekerjaannya, karena hari ini ia tidak berangkat ke kantor, maka terpaksa Andre datang ke rumah membawa pekerjaan yang benar-benar penting untuk Vano.
"Elana belum tidur?"
"Elana ka..ee... Elana nungguin papi," hampir saja Elana keceplosan mengatakan kalau dirinya merindukan Vanya.
"Papi sudah di sini, sekarang Elana tidur ya," Vano menyelimuti Elana, kemudian memeluknya.
Benar saja, baru beberapa menit Vano menemaninya, Elana sudah terlelap. Vano memandangi wajah cantik putrinya ketika tertidur, ia sangat mirip dengan Vanya, apalagi jika sedang merajuk, wajah Elana benar-benar duplikat Vanya.
Tiba-tiba Bella masuk ke kamar. "Elana sudah tidur?" Tanyanya basa-basi.
"Sudah."
"Aku mau bicara," ucap Bella kemudian keluar dari kamar.
Vano turun dari ranjang pelan-pelan agar tidak menggangu Elana, kemudian menyusul Bella ke kamar sebelah.
"Mau bicara apa?"
"Aku kangen, sudah beberapa hari ini kamu mengabaikanku," Bella memeluk tubuh Vano, mencurahkan kerinduannya.
"Bukannya dari dulu juga aku selalu mengabaikanmu?" Vano melepaskan pelukan Bella.
"Iya aku tahu,"
"Aku akan mengurus perceraian kita,"
"Kak.. Aku sudah bilang aku tidak aku bercerai, ini sungguh sebuah penghinaan buat aku," ucap Bella marah.
"Hubungan seperti ini tidak bisa di paksakan, Bella," Vano tetap dengan pendiriannya.
Seketika dada Bella terasa sesak, kepalanya terasa pusing, wajahnya bahkan terlihat pucat, ia tak mampu menopang tubuhnya. Dan dalam hitungan detik badannya ambruk.
Dengan sigap Vano menahan, Vano yang panik segera meminta pekerja untuk menghubungi dokter pribadi keluarga Dharmawan.
Tak berselang lama dokter Dhio datang, beruntung rumah yang mereka tempati tidak jauh dari tempat tinggal dokter Dhio, sehingga dokter Dhio bisa segera sampai ke tempat.
Dokter Dhio memeriksa Bella dengan teliti, seorang pekerja juga membantu mengoleskan minyak angin pada tubuh Bella, sementara Vano hanya berdiam diri, tak melakukan apapun.
Beruntung Bella segera sadar.
"Tidak ada sesuatu yang mengkhawatirkan Vano, tapi saya menduga sepertinya Bella hamil,"
"APA?!"
"Tapi ini baru dugaan saya, untuk lebih jelas sebaiknya kalian periksa ke rumah sakit langsung," jelas dokter Dhio.
Vano seolah tak percaya dengan ucapan Dokter Dhio, tapi tidak mungkin Dokter Dhio berbohong. Apalagi beliau sudah menjadi dokter keluarga Dharmawan selama lebih dari 10 tahun.
Vano memijat kepalanya yang semakin pusing, kini masalahnya malah semakin rumit. Sementara Bella tersenyum mendengar kabar itu, ini adalah kabar bahagia untuknya.
"Saya hanya akan memberikan vitamin untuk Bella," Setelah memberikan Vitamin, kemudian dokter Dhio pamit pulang.
"Sayang... Kamu dengar kan kata dokter?"
"Baru dugaan,"
"Kalau begitu, besok kita ke rumah sakit untuk membuktikan,"
"Iya,"
"Kalau kamu tidak mau, tidak apa-apa, aku bisa minta tolong Mama untuk menemani," Bella seolah mengancam.
"Tidak usah, biar aku saja," Vano tidak ingin mama Erika malah menambah keruh suasana.
"Istirahatlah, aku mau cari angin di luar,"
"Jangan minum! ingat ada Elana di sini." Bella mengingatkan.
Vano hanya termenung memandangi langit malam yang gelap tertutup oleh awan hitam, bahkan bulan dan bintang pun enggan untuk menampakkan cahayanya. Berkali-kali mengacak rambutnya kasar. Ia bahkan tak berani membakar sebatang rokok pun, karena kini Elana bersamanya.
Sungguh pikirannya kacau, ia mengira semua masalah akan selesai setelah ia menggugat Bella, tapi ternyata tidak. Justru kali ini masalahnya menjadi semakin rumit. Vano tetap tak percaya jika Bella benar-benar hamil, Vano merasa tak pernah melakukan apapun pada Bella, kini ia menyesal karena mabuk malam itu. Bahkan penyesalan saja tidak berguna untuk saat ini.
Sementara itu, Bella begitu bahagia atas kehamilannya, meskipun baru dugaan dokter. Ia pun meminta pekerja untuk membeli alat test kehamilan untuk memastikan.
Bella segera menghubungi Mama Erika dan juga mama Citra untuk memberitahukan berita kehamilannya ini. Biarlah besok mereka ikut ke rumah sakit untuk pemeriksaan. Dengan begitu, kini Vano tak ada alasan lagi untuk menceraikannya.
-
-
Pagi ini Vanya terbangun, ia merasakan tubuhnya yang panas, kepalanya terasa pusing, selain itu, perutnya juga terasa nyeri. Mungkin karena akhir-akhir ini ia kelelahan dan juga sering melewatkan makan. Di tambah dengan stress karena pekerjaan dan masalah pribadinya yang begitu berantakan.
Vanya menarik napas dalam, ia harus kuat demi Elana. Tidak ada yang bisa di andalkan selian dirinya sendiri. Vanya sadar ia tak punya sandaran. Meski tertatih Vanya mencoba bangun, ia berpegangan pada benda apa saja yang ada di depannya.
"Sepertinya aku harus ke rumah sakit dulu, setelah itu ke sekolah Elana," Vanya hanya mencuci muka dan berganti pakaian. Bahkan ia tak perduli dengan wajahnya yang pucat.
Bahkan wanita itu harus menyetir mobil sendiri di saat sakit seperti ini. "Elana... Sabar ya Nak, Mami pasti akan bawa Elana kembali," ucap Vanya penuh tekad, meski ia kini sedang menahan sakit. Bahkan yang di pikirannya hanya Elana.
***
Jangan lupa like dan komen yaa....
akankah Karina kapur jadi kunci??? nantikan kelanjutannya.........