Nala Purnama Dirgantara, dipaksa menikah dengan Gaza Alindara, seorang Dosen tampan di kampusnya. Semua Nala lakukan, atas permintaan terakhir mendiang Ayahnya, Prabu Dirgantara.
Demi reputasi keluarga, Nala dan Gaza menjalani pernikahan sandiwara. Diluar, Gaza menjadi suami yang penuh cinta. Namun saat di rumah, ia menjadi sosok asing dan tak tersentuh. Cintanya hanya tertuju pada Anggia Purnama Dirgantara, kakak kandung Nala.
Setahun Nala berjuang dalam rumah tangganya yang terasa kosong, hingga ia memutuskan untuk menyerah, Ia meminta berpisah dari Gaza. Apakah Gaza setuju berpisah dan menikah dengan Anggia atau tetap mempertahankan Nala?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon za.zhy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28. Bertemu Dani
Nala memasuki cafe yang cukup jauh dari rumahnya. Ucapannya yang mengatakan akan ke restoran dekat rumah, nyatanya bohong. Ia tak mungkin membiarkan Gaza mengetahui keberadaannya.
Dari kejauhan Nala bisa melihat Dani yang sedang sibuk dengan telepon genggamnya. Pria itu masih sama, sangat formal dengan setelan jas hitamnya. Nala merasa bersalah sebab meminta bertemu di luar.
“Pak Dani…” panggil Nala.
Dani yang melihat Nala berjalan ke arahnya segera berdiri dan mengulurkan tangannya.
Nala menyambut dengan senyuman tulus di wajahnya. “Maaf saya terlambat,” ucap Nala lagi.
“Oh tidak apa-apa. Saya juga baru sampai.” Dani mempersilahkan Nala untuk duduk.
Nala terlihat gugup, meskipun suasana cukup ramai, nyatanya tidak mengurangi perasaan tak nyaman yang Nala rasakan.
“Sebelumnya, terima kasih atas pertolongannya beberapa hari lalu. Maaf jika saya merepotkan. Sampai membuat Bapak dan rekan kerja membawa saya ke rumah sakit,” ukar Nala tulus.
Dani hanya mengangguk tenang. “Sudah kewajiban kami. Ibu Nala juga terlihat sangat kelelahan, apa karena kasus ini? Sepertinya tidak sesederhana ayam bakar mentah buatan Zanna.”
Nala sedikit terkejut saat Dani membahas ayam bakar tersebut. Nala hampir tidak mengingatnya lagi apa lagi saat menyebut nama Zanna, Nala cukup peka untuk tau arti dari penekanan nama sahabatnya itu.
“Sepertinya Pak Dani cukup dekat dengan keluarga suami saya termasuk Zanna, adik ipar saya. Tapi saya harap, itu tidak membuat Pak Dani memihak kepada suami saya.”
Dani yang hendak meneguk kopi miliknya berhenti sepersekian detik. “Saya akan tetap profesional.”
Nala menangguk tak yakin. Tapi Ia tetap memilih menggunakan Dani. Bagaimanapun mencari pengacara dengan harga terjangkau cukup sulit.
“Sekarang langkah apa yang Ibu Nala lakukan selanjutnya?” tanya Dani membuka obrolan mengenai kasus Nala.
Nala menarik nafasnya dalam, ia memutuskan keputusannya tepat dan matang. Ia tak mau terburu-buru agar Gaza tidak mudah mematahkan langkahnya.
“Mas Gaza menolak untuk berpisah, ia mengatakan akan berubah dan minta waktu 90 hari untuk menunjukkan niat baik nya…” Nala diam, ia tak melanjutkan ucapannya seolah meminta pendapat.
“Lalu keputusan Bu Nala?” tanya Dani memastikan apa yang akan Nala lakukan.
“Belum menyetujui, saya masih fokus dengan kuliah. Tapi saya tetap ingin menggugat. Sudah tidak ada kecocokan dan tidak terpenuhinya nafkah batin. Di tambah tidak ada cinta di antara kami, Mas Gaza selingkuh. Walaupun secara tidak langsung, tapi hatinya mencintai wanita lain. Itu cukup jelas.” Nala menjabarkan semanu dengan perasaan sesak. Begini sekali nasib pernikahannya.
“Apa bukti-bukti bisa dipenuhi?” tanya Dani lagi. “Bukankah sudah saya katakan kasus ini lemah, ditambah selama pernikahan kalian memainkan sandiwara dengan bersikap romantis. Tentu saja orang-orang melihat itu. Sangat tidak sesuai dengan ucapan tidak ada kecocokan dan tidak dicintai dalam pernikahan kalian selama setahun ini.”
Nala diam, ia sadar serangannya bisa saja menjadi senjata makan tuan. Semua bukti membantah, mereka selama ini sangat harmonis. Zanna? Bahkan Nala sudah melihat bahwa Zanna tak lagi berdiri di pihaknya. Ia seorang diri sekarang. Untuk Kania, sahabat itu tak pantas untuk ia tarik terlalu dalam ke dalam pernikahannya.
“Kenapa tidak mencoba menerima permintaan 90 hari dari Pak Gaza?” tanya Dani setelah hening beberapa saat.
“Takut…” jawab Nala pelan. “Aku takut ia melakukannya terpaksa. Takut jika aku melihat usahanya aku semakin jatuh cinta dan tak bisa lepas darinya. Padahal, jelas itu semua karena ingin aku bertahan, bukan cinta.” Suara Nala terdengar bergetar.
Dani tersenyum getir. “Kenapa Bu Nala tidak mencoba membahagiakan Pak Gaza?”
Nala mengerutkan keningnya. Ia tak paham apa maksud Dani.
“Maksud saya, terima saja dulu permintaan Pak Gaza selama 90 hari. Jika Pak Gaza melakukannya dengan terpaksa biarkan saja. Seiring berjalannya waktu, perasaan Pak Gaza mungkin bisa saja berubah dengan usaha yang Bu Nala lakukan.”
Nala menggeleng. “Saya tetap ingin berpisah, Pak Dani. Jika memang Pak Dani kesulitan dalam membantu saya karena minimnya bukti, tidak apa-apa. Mungkin saya akan langsung menggugat ke pengadilan agama saja tanpa melalui pengacara,” tolak Nala.
Kerutan tipis muncul di kening Dani, sepertinya ucapannya barusan menyentuh sisi hati Nala yang terluka. Entah apa yang sudah Gaza lakukan sehingga Nala mengeraskan hatinya seperti ini.
“Baik, akan saya bantu. Tapi proses ini tidak mudah. Kita akan sama-sama akan mengumpulkan bukti. Tapi dalam proses itu, tidak ada salahnya mencoba menerima tawaran Pak Gaza.”
Nala menghela nafas, ia menyandarkan tubuhnya di kuris sembari menatap Dani penuh telisik. Terlalu memaksa dan terlalu terlihat memihak. Entah apa yang akan pria itu dapatkan jika ia menerima permintaan Gaza untuk mencoba memperbaiki hubungan mereka selama 90 hari.
“Sepertinya ada udang di balik batu,’’ ucap Nala sembari tersenyum sinis. “Akan saya pikirkan, Pak Dani. Kedepannya jika memang saya membutuhkan bantuan pertolongan Pak Dani untuk melayangkan gugatan akan saya hubungi lagi. Tapi, seperti yang Pak Dani katakan, saya ternyata butuh waktu untuk berpikir lagi.”
Dani mengangguk pelan, bagaimanapun ia sudah berusaha sebisanya. Nyatanya Nala memang teguh pada keinginannya sendiri.
“Maaf jika terkesannya saya memihak Pak Gaza, terlepas dari hubungan kami, saya hanya ingin yang terbaik untuk Ibu Nala. Saya tau Ibu masih mencintai Pak Gaza, saya harap cinta yang Ibu punya bisa membuka fakta-fakta yang mungkin selama ini tidak benar-benar terkuak” ucap Dani panjang lebar.
Nala berdiri, sambil tersenyum ke arah Dani. “Baik, akan saya pikirkan,” ucap Nala sambil mengulurkan tangannya.
Dani menyambut uluran tangan Nala dengan berat hati. “Maafkan saya, jika ada salah kata. Semoga maksud baik saya tidak membuat Bu Nala salah paham.” Dani masih berusaha menahan Nala.
“Terima kasih, Pak Dani. Tidak ada yang salah, mungkin ini akan menjadi bahan pertimbangan saya. Saya permisi!”
Nala pergi tanpa menunggu jawaban Dani. Nala hanya merasa dirinya kembali kehilangan pijakan. Dani sepertinya mulai berubah,entah karena murni hubungan pertemanan atau desakan orang lain lain. Tapi siapa orang itu? Gaza masih masih menjadi terduga terkuat setelah Zanna.
Sepeninggalan Nala, Dani kembali menyesap kopinya. Ia menutup buku catatannya dengan kasar. Ia kesal sembari mengumpat seseorang.
“Kamu memaki ku?” Bahu Dani di tepuk oleh seseorang, Dani enggan menatap pria itu, ia kesal.
“Istrimu terlalu pintar untuk kamu kelabui. Masih mau menggunakan aku? Lihatlah hasilnya, ia menembak dengan mudah,” marah Dani pada Gaza.
Gaza tak menanggapi, wajahnya datar tapi jelas menyimpan beban.
“Aku harus bagaimana? Aku sudah melibatkanmu dan menarik kamu berdiri di pihakku. Tapi Nala masih menginginkan perpisahan.”
Gaza menghela nafas kasar, dirinya frustasi.
“Gerak cepat! Jika dia menggugat langsung di pengadilan agama sepertinya akan sulit dan prosesnya lama. Tapi bukan berarti tidak bisa, cepat atau lambat, setiap tindakannya akan diproses dan menjadi perimbangan pengadilan agama.”
Gaza kesal, ia menatap Dani yang enggan menatapnya.
“Kamu yang terlalu mudah terbaca, terlalu terburu-buru. Jadinya Nala bisa menebak dengan mudah.” Gaza melempar semua kesalahan pada Dani.
Dani mendengus kesal. “Ini pertama kali aku berjalan di jalan yang kotor seperti ini. Aku tidak terbiasa.”
Gaza tak lagi menanggapi, ketimbang mempermasalahkan Dani lebih baik dia mencari cara lain agar Nala tidak melanjutkan niatnya atau menunda sejenak niatnya untuk menggugat.
“Bantu aku!” ucap Gaza akhirnya.
“Lalu yang ku lakukan tadi apa? Aku membantumu. Selanjutnya kamu harus berusaha sedikit lebih keras. Satu tahun dalam rumah tangga seperti ini sudah luar biasa. Siapa yang gak sakit hati melihat suaminya mencintai Kakak kandungnya sendiri? Bahkan Nala mengabaikan wasiat Ayahnya dan memilih berpisah. Bersamamu pasti sangat menyiksa.”
Gaza terlihat kesal, bukannya mendapat bantuan justru ocehan Dani semakin menambah banyak daftar perbuatan bodohnya.
“Sekarang baru nyesel,” lanjut Dani saat melihat Gaza yang tertunduk diam. “Cerai aja, aku dukung!”
“Gak, aku gak bisa.” Gaza menolak dengan cepat.
“Gini katanya gak cinta, di suruh cerai tapi gak mau. Berusaha, gerak cepat dan pahami kondisi.”
Setelah mengeluarkan semua unek-uneknya, Dani kembali membiarkan Gaza diam, bagaimanapun Nala tetap melangkah maju sementara dirinya sibuk memikirkan cara agar Nala berhenti hingga Gaza lupa, yang seharusnya ia sentuh adalah cinta Nala yang sudah membeku.