"Mas! Kamu tega!"
"Berisik! Gak Usah Bantah! Bersyukur Aku Kasih Kamu 10 Ribu sehari!"
"Oh Gitu! Kamu kasih Aku 10 Ribu sehari, tapi Rokok sama Buat Judi Online Bisa 200 Ribu! Gila Kamu Mas!"
"Plak!"
"Mas,"
"Makanya Jadi Istri Bersyukur! Jangan Banyak Nuntut!"
"BRAK!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
"Ini Dia, Telat 10 menit!" Si Boss Pemilik Cafe, tempat Bambang bekerja, telah berdiri sambil menyandarkan bokongnya diujung meja, menyilang kedua tangan sambil menatap penuh arti.
Di sebelah Si Boss, ada Irma, bergelayut manja, seolah tak peduli ada Bambang tetap saja posisi keduanya membuat semua yang melihat berpikir macam-macam.
Bambang berjalan sedikit lebih cepat, dalam hati dag dig dug, dan entah, malam ini apa lagi yang akan Bambang lakukan untuk keduanya.
"Maklum aja Pak Boss, Mas Bambang kayaknya habis happy-happy sama Istrinya. Gimana Mas, Mbak Nisa sudah diantar, sampe rumah dengan aman? Perempuan hamil itu harus dijaga baik-baik loh! Gak boleh sampai jatuh, terluka atau kaget! Bahaya!"
Bambang mengepal tangan, benci sekali dengan kata-kata Irma barusan. Seharusnya Bambang bisa menahan diri dan tidak terjebak dalam lingkaran maut seperti sekarang.
Sekarang maju kena, mundur apalagi, yang ada Anisa yang Mereka jadikan target.
"Saya ada kerjaan buat Kamu, ini!" Si Boss Pemilik Cafe memberikan sebuah bungkusan. Kali ini seperti paket yang biasa dikirim oleh kurir dari toko orange langganan Ibu-Ibu Muda.
"Kamu antar ke alamat yang nanti Irma tunjukkan. Malam ini, Irma bakal ikut sama Kamu. Tapi ingat jangan buat gaduh. Saya gak mau ada masalah."
Bambang menahan kesal. Rasanya ingin berontak, namun godaan akan uang yang diperoleh dan nominal yang tak sedikit masih terus membayangi Bambang.
"Kalau begitu sekarang Saya kirim."
"Ck! Buru-buru banget sih Mas Bambang, nanti, Irma yang kasih tahu jadwalnya."
"Kamu boleh keluar."
Bambang undur diri. Malas juga jika harus melihat kedua Manusia Setan beradu mekanik. Saat masuk saja, Bambang bisa melihat sisa pergulatan panas dan seonggok jaket karet yang sudah terisi cairan yang tak perlu dijelaskan, Bambang paham. Bahkan sangat familiar.
Bambang berjalan, melihat sekeliling Cafe. Malam ini lebih ramai dari biasanya, mungkin karena weekend.
"Hai Mas Bams, udah dari tadi?" Anita berjalan mendekati Bambang, sambil mengeluarkan sebatang rokok, menyodorkan kepada Bambang.
"Habis dari ruangan Boss?" Anita mengambil sebatang, mengikuti Bambang yang sudah menyesap sebatang rokok pemberian Anita.
"Kamu pernah terlibat juga?"
Sejenak Anita mengernyit, namun senyum smirk melengkapi jawaban yang tak perlu terucap namun Bambang paham, kalau Anita juga sama saja.
"Tenang aja Mas Bams, dulu, awal-awal Nita juga kayak Mas Bams, pasti takut ya? Emang gitu kok! Tapi sans lah Mas Bams, Boss itu backingannya gak kaleng-kaleng," Anita berbisik menyebutkan sebuah nama yang membuat Bambang terkejut.
"Kaget ya?"
Anggukan cepat Bambang, menimbulkan tawa renyah dari bibir seksi yang sedang menyesap nikotin dengan lihai.
"Boss itu masih ada hubungan kerabat. Tapi gak paham juga sih. Ya makanya sejauh ini aman-aman aja. Mas Bams hebat juga, baru masuk udah diajak gabung. Nita dulu sih butuh 3 bulan baru ikut terjun. Oh iya Lupa, Mas Bams kan ada hubungan spesial sama Irma." Anita mengedipkan sebelah mata.
"Mas Bams, pokoknya disini, gak usah pake hati. Yang ada jalani, nikmati dan lupain! Yang penting dapur dirumah tetep ngebul!"
Hati Bambang dilema. Semua yang dikatakan Anita benar. Bambang merasakan betul cari kerja susah, punya duit yang gak semudah cari musuh.
Anita meneguk minumannya sebelum pergi, "Tinggal dulu ya, giliran Anita naik!" Anita menepuk bahu Bambang berjalan menuju panggung gilirannya tampil dan memuaskan mata para singa lapar yang selaku haus akan desah manja dan lenggok pembangkit hasrat yang butuh pelampiasan.
***
Nisa terbangun, jam dinding masih menunjukkan pukul 1 dini hari.
"Ya Allah, sekarang jadi sering terbangun kalau malam."
Nisa bangkit perlahan, tubuhnya pegal-pegal. Maklum saja, Mereka hanya memiliki kasur lipat sebagai alas tidur.
Berjalan perlahan menuju kamar mandi, Anisa kini memilih duduk di lantai meneguk segelas air hangat.
"Kepalaku pusing banget." Anisa mencari minyak gosok, setelahnya membalur sedikit di pelipis kanan dan kiri, memijat perlahan, Nisa menarik nafas perlahan, sakit dikepala Nisa tiba-tiba saja menyerang.
"Ya Allah, lindungi dimanapun Mas Bambang berada. Tuntun Mas Bambang untuk selalu berada dijalan yang benar."
Entah, sejak Bambang bekerja di Cafe, Anisa sering sekali merasa khawatir, bukan hanya soal cemburu, membayangkan wanita-wanita seksi yang mungkin sering berinteraksi dengan Suaminya.
Anisa khawatir, dengan Bambang yang tiba-tiba royal, padahal Anisa masih ingat betul, dulu uang belanja saja dibatasi hanya boleh 10 Ribu sehari, kurang kalau perlu.
"Mas, semoga ini hanya prasangka burukku saja."
Dari pada memikirkan hal-hal buruk, Anisa memilih shalat, mendoakan Bambang dan membuat hatinya tenang.
***
"Gila Lo!" Bambang membanting pintu mobil.
Malam ini, Si Boss meminjamkan Bambang mobil, untuk pengantaran yang sudah dijadwalkan, Bambang bersama Irma menuju alamat yang sudah menunggu kedatangan keduanya membawa paket.
Bukannya terkejut melihat Bambang marah-marah, Irma malah tertawa terbahak-bahak. "Mas Bambang lucu banget sih! Biasa aja kali!"
"Ya tapi Gue gak pernah ngelihat dan apalagi tadi! Jijik banget!"
Sungguh, berada dalam pusaran kegilaan yang Irma dan Si Boss serta Dunia yang tak pernah Bambang perkirakan sebelumnya.
"Beruntung Mas Bambang dilepas sama Mereka. Makanya Si Boss nyuruh Irma ikut sama Mas Bambang, kalo enggak! Mas Bambang alamat dibungkus sama Mereka!"
Sinting!
Bambang menggelengkan kepala. Memejamkan mata. Jijik. Kata yang mewakili apa yang tadi Bambang saksikan.
Jika dulu Bambang hanya mendengarnya dari pemberitaan internet, tapi tadi dihadapan matanya, secara langsung, Bambang melihat apa yang sering diceritakan oleh guru-guru mengajinya sewaktu kecil.
Sebuah riwayat mengenai sekelompok kaum yang ditenggelamkan karena perilaku menyimpangnya. Dan Bambang tak pernah membayangkan dan tadi Bambang hampir saja menjadi bulan-bulanan Kaum semacam itu.
Irma masih saja tertawa, "Mas Bambang tadi gak sadar ya, salah satu dari Mereka kan ada yang sering wara wiri di TV. Citranya Agamis banget deh kalo di depan kamera. Tapi, ya siapa yang sangka coba, Mas Bambang bisa nilai sendiri deh! Tapi, Mereka itu, kelompok Mereka, salah satu klien Boss yang paling loyal dan royal! Cek saldo Mas! Boss udah transfer ke rekening Kita masing-masing!"
Masih dalam keterkejutannya Bambang yang mendengar aliran dana masuk, tentu saja segera meraih ponselnya. Dan lagi-lagi logika dan hati nuraninya kalah dengan deretan angka yang berjejer rapi menambah pundi-pundi di rekening milik Bambang.
Melihat kedua bola mata Bambang melotot, terkejut, Irma hanya tersenyum tipis, "Kalo lihat Nolnya banyak gitu, masih jijik gak Mas?" Ledek Irma.
Sial!
Bambang tak bisa membantah. Benar, Irma sekali lagi memainkan harga dirinya dengan harga yang tak bisa Bambang tolak.
"Jalan Mas! Balik ke Cafe! Pelangganku udah nunggu! Hari ini laris manis Mas! Nanti Aku cipratin deh!"
Gila! Gampang banget duit haram didapatnya!
dan tak berdaya dia SDH di monitor oleh si bos
Nisa jg trllu bodoh jd istri