DIRIKU Bukan IBU Tiri Yang Kejam

Lima hari berlalu dengan cepat, pembangunan rumah Sherina pun berjalan lancar.

Tanpa kendala, tanpa drama, tanpa gangguan dari orang-orang tak berarti.

Sherina juga bisa sedikit santai, karna ada Mely yang membantu nya.

Untuk Nenek Sarah, wanita tua itu belum ada mengacau, dia hanya memperhatikan dari jauh.

"Ibu.. Ibu mau kemana" Zevan melihat Sherina berkemas.

"Ibu akan ke gunung, kita kan sudah menandai beberapa tanaman liar.. jadi Ibu akan mengambilnya, karna stok makanan kita sudah menipis" para pekerja di beri makan dua kali, dan sekarang persediaan bahan makanan Sherina sudah menipis.

"Sebaiknya kita saja yang pergi Ibu" Zovan langsung menawarkan diri.

Terlihat Zivan serta Zevan mengangguk tanda setuju akan ucapan Zovan.

"Boleh juga, hanya saja.. apa kalian masih ingat tempat nya?" jika salah tempat mereka tidak akan menemukan apapun.

"Kami masih ingat Ibu.. " Zovan memang mempunyai daya tahan ingat bagus.

"Baiklah, kalian boleh pergi.. tapi tetap berhati-hati ya?" Sherina tak ingin terjadi apapun pada anak-anak nya.

"Kami akan berhati-hati Ibu" Zovan segera mengajak kakak dan adik nya untuk bergegas.

Zovan juga memberikan kode lewat mata agar kakak beserta adik nya itu tak menolak ajakan nya.

"Apa boleh kami ikut Ibu??" Alena melihat kode dari sang kakak, jadi Alena merasa jika mereka akan merencanakan sesuatu.

"Kalo kalian pergi semua, lalu siapa yang akan membantu Ibu dan Bibi Mely?" cukup anak laki-laki saja yang pergi, anak perempuan di rumah saja.

Sherina menerapkan aturan itu, kecuali kalau mereka pergi bersamanya.

"Kata Ibu benar Alena.. kamu dan Alina bantu Ibu dan Bibi Mely saja" Zovan menatap Alena agar dia mengerti kode lewat matanya.

"Huft.. baiklah, tapi lain kali aku ingin pergi ke gunung lagi" Alena ingin ikut, tapi kalau di larang seperti ini!! mana bisa dia membantah.

"Nanti kalau Ibu ke gunung, Ibu pasti ajak kamu dan Alina" mereka terbiasa hidup susah, dan selalu pergi kemana pun bersama-sama.

Jadi Sherina mengerti dengan tidak keterbiasaan anak-anak nya itu.

"Janji ya Ibu"

"Iya Ibu janji.. " menepati janji adalah kebiasaan Sherina, karna Sherina paling benci dengan orang mengingkari janji.

Setelah selesai perdebatan kecil itu, Zovan, Zevan serta Zivan segera bergegas.

Sementara Alena, dia diam di rumah bersama Alina juga Sherina.

"Kamu masih ingat kan tempat nya Zovan?" Zevan paling susah jika harus mengingat sesuatu.

"Aku tau tempat nya Kakak" di antara mereka bisa di bilang Zovan memang paling pintar.

Kini mereka sudah sampai di tepian gunung, dan mereka segera menuju ke tempat tujuan mereka.

"Jadi apa maksud Kakak mengajak kami kesini??" Zivan tak sabar ingin segera tau tujuan sang kakak.

"Kita harus membahas tentang Paman" ini adalah masalah penting untuk Zovan, juga untuk kakak beserta adik-adik nya.

Zevan dan Zivan terdiam, mereka merenung seperti memikirkan sesuatu.

"Kakak.. mungkinkah Paman benar-benar telah tiada?" kata itu lolos begitu saja dari mulut Zivan.

"Itu tidak mungkin Zivan" jangan sampai hal itu benar adanya.

"Lalu kenapa Paman masih belum kembali??" mereka menunggu bukan baru sehari saja.

Mereka sudah menunggu berbulan-bulan, sampai mereka mengalami semua keras nya hidup.

Termasuk mendapatkan siksaan dari keluarga Nenek Sarah, di tambah lagi dengan Sherina.

Mereka pun harus menjalani keras nya hidup.

Dimana mereka harus bertahan sekuat tenaga, untuk mempertaruhkan nyawa mereka.

Belum lagi, mereka sering menahan rasa lapar, rasa panas dari terik matahari, rasa dingin dari hujan yang mengguyur rumah mereka.

"Jangan berkecil hati Zivan, aku yakin Paman masih hidup, dan dia akan kembali membawa kemenangan, dia juga pasti akan menyelamatkan Ibu dan Ayah, begitu pun Bibi dan Paman" di balik sifat keras kepala dan kecerobohan nya, ternyata Zevan menyimpan sedikit ketenangan.

Dia bersikap keras, semata-mata hanya untuk mempertahankan diri.

"Lalu untuk wanita itu??" yang di maksud Zivan adalah Sherina.

"Jika dia terus bersikap baik seperti sekarang aku malah takut" Zovan merasa hatinya mulai terikat.

"Apa yang kamu takut kan Zovan?" Zevan menatap penuh tanya pada sang adik.

"Aku takut merasa nyaman Kak.. kamu lihat kan perubahan dia selama beberapa hari ini, dia begitu baik pada kita" Zovan dapat merasakan ketulusan dari Sherina untuk mereka.

"Tapi dia pernah jahat kepada kita!!" ternyata Zevan masih memiliki dendam terhadap Sherina, maka dari itu Zevan selalu curiga terhadap Sherina.

"Dia bukan wanita itu.. kalian tau sendiri kan dia siapa??" mungkin jika itu adalah Sherina yang dulu Zovan juga akan menyimpan rasa dendam pada Sherina.

"Kamu mulai menyukai nya Zovan?" dapat Zevan tebak, dengan Zovan membela Sherina, jika Zovan telah menyukai Sherina.

"Ya Kakak benar.. aku menyukainya, dia baik pada kita pada Adik-adik kita, dan pastinya aku menyukainya karna dia bukan wanita itu" Zovan tak akan mengelak.

Karna menurutnya Sherina memang berubah, Sherina juga bukan lah Sherina dulu, bukan Sherina kejam yang suka memukul dan membiarkan mereka kelaparan.

"Kata Kak Zovan benar Kak, lagi pula Paman juga belum mempunyai pasangan, jadi wanita baik seperti dia sangat cocok untuk Paman" Zivan mempunyai penilaian sama dengan Zovan.

"Ingat.. status wanita itu tak jelas" Zevan tetap menolak untuk mempunyai ikatan lebih dalam dengan Sherina.

"Apa arti kata status untuk kita.. apa Kakak lupa, kita sudah hampir dua tahun hidup tanpa jelas status juga asal-usul nya" Zovan memang santai, tapi jika sudah berbicara dalam, kadang dia melukai hati.

"Sudahlah.. kita lupakan dulu masalah ini, lebih baik kita segera bergegas pulang.. karna aku yakin dia sudah menunggu" akan sangat kacau jika Zevan dan Zovan berdebat.

Apalagi sifat Zevan itu keras kepala, jadi Zevan tak akan pernah mau mengalah.

……………………………………

"Apa kalian sudah mempunyai cara untuk membuat wanita itu kembali tunduk kepada kita??" Nenek Sarah selama beberapa hari ini uring-uringan.

Dia tak bisa membiarkan Sherina beserta lima anak nya hidup dengan tenang juga nyaman.

"Apa lagi yang harus kita lakukan Ibu.. lagi pula Ibu sendiri yang mengusir mereka!" Dania angkat bicara karna merasa muak dengan pertanyaan yang sama dari sang mertua.

Jika saja Dias tak royal padanya, mana mau Dania hidup serumah dengan Nenek Sarah.

Seandainya dia bisa meminta, dia ingin terpisah rumah saja dengan mertuanya itu.

Namun dia tak bisa pisah rumah, karna sang suami teramat menurut pada ibunya.

Juga yang menanggung hidup mereka selama ini adalah Nenek Sarah.

"Kau berani menyalakan ku??" Nenek Sarah tak suka bila ada orang menyalahkan nya.

"Bukan itu maksud ku Ibu.. " Dania tak ingin mertua nya kembali marah.

"Bukan begitu maksud Istri ku Ibu.. yang di katakan Istri ku benar kan, Sherina telah keluar dari rumah ini.. jadi kita agak kesusahan untuk mengendalikan nya seperti dulu" dengan cepat Dias segera membela sang istri.

"Kau selalu saja membela isteri mu.. bukan kah dulu kalian yang mengharapkan mereka pergi" karna yang mendesak Nenek Sarah mengusir Sherina beserta anak nya adalah anak juga menantunya.

Mereka beralasan jika Sherina dan anak-anak nya hanya menambah beban mereka, itu akan membuat uang kematian akan segera cepat habis.

Bersambung.. semoga kita ketemu lagi di bab selanjutnya👋👋.