Yansya diceraikan istrinya karena dia miskin. Setelah menjadi agent khusus, akankah hidupnya berubah menjadi lebih baik? atau menjadi semakin buruk?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khusus Game, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecerewetan tim Predator
Matahari pagi semakin tinggi, sinarnya menembus celah-celah tirai, membangunkan Lisa. Ia menggeliat pelan dalam dekapan Yansya, merasakan kehangatan yang menenangkan dari tubuh pria itu. Sebuah senyum tipis terukir di bibirnya saat ia membuka mata, menemukan Yansya sedang menatapnya dengan lembut.
"Pagi, Sayang," bisik Yansya, suaranya serak khas orang baru bangun tidur, namun penuh kelembutan. Ia mengecup pucuk kepala Lisa, aroma rambut kekasihnya yang samar-samar tercium memabukkan. Lisa mendongak, menatap mata Yansya yang memancarkan ketenangan.
"Pagi juga," balas Lisa, suaranya juga terdengar lirih. Ia mempererat pelukannya, tidak ingin melepaskan momen damai ini begitu saja. Dunia di luar mungkin penuh dengan kekacauan, tetapi di sini, dalam pelukan Yansya, semuanya terasa sempurna.
Yansya membelai pipi Lisa, merasakan kelembutan kulitnya. "Kamu tidur nyenyak?" tanyanya, perhatian. Lisa mengangguk, menyandarkan kepalanya lagi di dada Yansya, mendengarkan detak jantung pria itu yang teratur.
"Sangat nyenyak," jawab Lisa, tersenyum. "Mungkin karena ada kamu di sampingku." Yansya terkekeh pelan, rasa hangat menyelimuti hatinya. Pujian kecil dari Lisa selalu berhasil membuatnya merasa istimewa.
Mereka berdua terdiam sejenak, menikmati keheningan pagi yang damai. Suara kicauan burung dari luar jendela menjadi melodi pengiring momen intim mereka. Yansya mencium kening Lisa lagi, lebih lama kali ini, seolah ingin menyampaikan semua perasaannya tanpa kata-kata.
"Aku tidak ingin pagi ini berakhir," ucap Lisa, suaranya sedikit merengek. Ia tahu, setelah ini, mereka harus kembali menghadapi realitas misi yang menanti. Tetapi Yansya tahu bahwa waktu adalah kemewahan yang tak bisa mereka dapatkan begitu saja.
"Kita akan punya banyak pagi seperti ini, Sayang," hibur Yansya, lalu ia mengecup bibir Lisa, lembut dan penuh janji. "Tapi sekarang, kita harus bangun. Misi tidak akan menunggu." Lisa menghela napas, meskipun sedikit enggan, ia tahu Yansya benar.
Lisa akhirnya bangkit, tetapi tidak sebelum Yansya menariknya kembali untuk ciuman singkat. "Dasar," goda Lisa, pipinya sedikit merona. Yansya hanya tersenyum jahil, lalu ikut bangkit dari ranjang, mengikuti Lisa.
Mereka berdua berjalan menuju dapur, Yansya merangkul pinggang Lisa. Aroma kopi yang baru diseduh segera memenuhi ruangan, bercampur dengan aroma roti panggang yang mulai menguar. Pagi ini, Lisa berinisiatif membuat sarapan.
"Kamu ingin kopi atau teh?" tanya Lisa, menoleh ke arah Yansya. Yansya mencium pipi Lisa, lalu membalas. "Apa saja yang kamu buat, aku suka." Lisa tersenyum, hatinya menghangat mendengar gombalan Yansya.
Saat Lisa sibuk menyiapkan sarapan, Yansya mendekat dari belakang, memeluknya erat. Dagunya bertumpu di bahu Lisa, ia menghirup aroma rambut kekasihnya yang wangi. "Aku mencintaimu," bisiknya lagi, kata-kata itu keluar begitu saja.
Lisa tersenyum, tangannya bergerak meraih tangan Yansya dan menggenggamnya erat. "Aku juga mencintaimu," balas Lisa, nadanya tulus. Kehangatan yang baru saja mereka bagi adalah bukti nyata dari ikatan kuat mereka.
Mereka sarapan bersama, sesekali saling menggoda dan tertawa. Obrolan ringan tentang rencana hari ini, tentang tim, dan sedikit tentang Fabian, membuat suasana pagi semakin akrab. Yansya bahkan sempat bercanda soal bonus penangkapan Fabian, membuat Lisa hanya bisa menggelengkan kepala geli.
Meskipun misi yang menanti akan penuh tantangan, pagi ini adalah pengingat bahwa di balik semua bahaya, mereka punya tempat untuk pulang. Rumah, di mana cinta dan pengertian selalu menanti.
Tepat setelah sarapan mereka habis, bel apartemen Lisa tiba-tiba berbunyi nyaring, mengagetkan keduanya. Yansya dan Lisa saling pandang, sedikit bingung. Siapa yang datang sepagi ini? Mereka tidak menunggu siapa pun.
"Biar aku saja yang buka," ucap Yansya, lalu ia beranjak menuju pintu. Saat membuka pintu, matanya langsung terbelalak kaget. Di depan sana, berdiri semua anggota Tim Predator dengan wajah cemas.
"Ketua!" seru Reno, David, Maya, Clara, dan Alex bersamaan, seolah paduan suara yang tidak terlatih. Wajah mereka menunjukkan kelegaan yang luar biasa. Yansya menatap mereka dengan tatapan bingung.
"Kalian kenapa ada di sini?" tanya Yansya, nadanya masih terdengar kaget. Ia melihat sekeliling, khawatir ada masalah besar. Lisa, yang mengikuti dari belakang, juga terlihat heran.
"Ketua, Nona Lisa," Maya menjelaskan, "kami panik karena ponsel kalian berdua tidak bisa dihubungi sama sekali. Kami pikir terjadi sesuatu, makanya kami ke sini." Nada suara Maya terdengar sedikit kesal.
David mengangguk setuju. "Kami khawatir sekali! Kami coba telepon berkali-kali, tapi tidak ada yang mengangkat. Kami kira kalian diculik Fabian." Reno bahkan sudah menyiapkan beberapa skenario penyelamatan.
Yansya mendengus. "Ponselku mati total. Lupa mengisi daya semalam," jawab Yansya santai, seolah itu bukan masalah besar. Lisa hanya bisa menggelengkan kepala, teringat Yansya memang sering ceroboh.
Saat itu, semua anggota Tim Predator melihat Yansya dan Lisa. Keduanya masih mengenakan seragam kerja yang sedikit kusut, seolah baru saja menyelesaikan tugas berat. Padahal, situasinya sama sekali berbeda.
Reno, David, dan Alex langsung tertawa terbahak-bahak melihat pemandangan itu. "Ketua! Nona Lisa!" seru David di antara tawanya, "kalian sudah siap kerja? Padahal kita semua sedang libur!"
"Libur?" Yansya mengerutkan kening. "Libur apa?" Ia menatap Lisa, yang juga terlihat sama bingungnya. Mereka tidak merasa mendapatkan pemberitahuan apa pun soal libur.
"Kepala Direktur Bram yang memberikan kami libur, Ketua," jelas Clara, meskipun ia masih berusaha menahan tawanya. "Semua tim diberi jatah libur sampai dua hari lagi, sampai semua ketua tim berhasil menyelesaikan misi masing-masing."
Yansya langsung cemberut, ekspresinya lucu sekali. "Jadi, kalian ke sini cuma untuk menertawakan kami yang sudah siap kerja, padahal kita libur?" Suaranya terdengar merajuk, seperti anak kecil yang baru sadar ia kena tipu.
Lisa, di samping Yansya, hanya bisa tersenyum geli. Ia menepuk bahu Yansya. "Sudah, Sayang. Biarkan saja mereka tertawa. Kita nikmati saja libur dadakan ini," bisiknya, mencoba menenangkan kekasihnya yang sudah mulai kesal.
"Lagipula," tambah David, masih tergelak, "Ketua terlihat sangat 'semangat' sampai lupa ngecas ponsel. Jangan-jangan semalam begadang mikirin strategi Fabian atau... eh, sudah deh!" David sengaja menggantung kalimatnya, lalu ia menunjuk Yansya dan Lisa bergantian dengan tatapan jahil, membuat pipi Lisa sedikit merona.
"David!" seru Yansya, wajahnya langsung memerah padam. Ia melotot ke arah David yang justru semakin terbahak-bahak. "Jangan banyak omong, ya! Aku begadang karena mengamati pergerakan Fabian di mimpi, tahu!"
Alex menyikut Reno, berbisik, "Mengamati Fabian atau mengamati Nona Lisa? Aku rasa lebih ke yang kedua, sih." Bisikan Alex, meskipun pelan, tetap saja terdengar oleh Yansya, yang membuat pria itu semakin dongkol.
Maya hanya menggelengkan kepala. "Ketua, Nona Lisa, sudahlah. Anggap saja ini hiburan gratis sebelum liburan kita benar-benar dimulai," ucap Maya, tersenyum tipis. Clara mengangguk setuju, melipat tangan di dada.
"Betul, Ketua. Sekarang, bagaimana kalau kita sarapan lagi? Kami belum makan," tambah Reno, dengan wajah tanpa dosa, seolah baru saja datang bertamu dan bukan membuat keributan. Ia melirik ke arah Yansya dan Lisa yang masih memakai seragam kerjanya.
good 👍👍👍👍❤❤❤❤
menegangkan ❤❤❤❤❤
good thor👍👍👍👍👍
good job👍👍👍👍