NovelToon NovelToon
Jodohku Teman Mama

Jodohku Teman Mama

Status: tamat
Genre:Romantis / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Romansa / Tamat
Popularitas:6.8k
Nilai: 5
Nama Author: Julia And'Marian

Raisa tak pernah mengira hidupnya akan berubah drastis setelah ulang tahunnya yang ke-23. Gadis ceria itu terkejut ketika sang mama mengenalkannya pada seorang pria—bukan untuk dijodohkan dengan lelaki muda seperti biasanya, melainkan dengan teman dekat mamanya sendiri, seorang pria dewasa bernama Ardan yang berusia hampir dua kali lipat darinya.

Ardan, seorang duda mapan berwibawa, awalnya tak berniat menerima tawaran perjodohan itu. Namun, kepribadian Raisa yang hangat dan polos perlahan membuatnya goyah. Raisa pun dilanda dilema: bagaimana bisa ia jatuh hati pada seseorang yang selama ini ia kenal sebagai “Om Ardan”, sosok yang sering datang ke rumah sebagai sahabat mamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Julia And'Marian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 29

Pagi itu, matahari sudah tinggi ketika Raisa membuka matanya. Cahaya menyusup dari celah tirai kamar tamu rumah besar itu, menyinari wajahnya yang pucat. Semalam, ia nyaris tidak tidur. Suara detak jam dinding terdengar seperti palu yang memukul kepalanya setiap detik.

Ia duduk di tepi ranjang, menarik napas panjang, mencoba menata pikirannya. Tapi setiap kali ia menutup mata, yang muncul justru wajah Ardan—mata teduhnya yang biasanya penuh kehangatan, kini membayangi dengan tatapan terluka.

Ketukan di pintu memutus lamunannya.

“Masuk,” ucap Raisa pelan.

Pintu terbuka, seorang perempuan paruh baya yang sepertinya pembantu rumah itu masuk dengan nampan sarapan. “Nyai minta Ibu makan dulu sebelum dipanggil ke ruang tamu.”

Raisa hanya mengangguk. “Terima kasih.”

Begitu perempuan itu pergi, Raisa memandangi sarapan yang disiapkan—roti panggang, telur mata sapi, dan segelas jus jeruk. Semuanya rapi, seperti tidak ada yang salah. Tapi di dalam dirinya, semua berantakan.

Tangannya terhenti di atas roti. Kenapa aku di sini? Kenapa aku setuju?

Ingatan semalam kembali terputar—Bu Ratna duduk di sofa, menatapnya seperti hakim yang sudah menjatuhkan vonis. Kata-kata itu terngiang lagi. "Kalau kamu benar-benar peduli sama dia, kamu harus pergi. Biar dia belajar berdiri sendiri."

Tapi siapa Bu Ratna, sampai-sampai ia bisa memutuskan apa yang terbaik untuk Ardan?

Sementara itu, di sisi lain kota, Ardan menyalakan mobilnya dengan wajah tegang. Ia sudah punya rencana. Pertama, ia akan menemui Yudha—teman lamanya yang bekerja di perusahaan keamanan swasta. Kalau ada orang yang bisa melacak keberadaan seseorang hanya dengan nomor ponsel, itu Yudha.

Mobil Ardan melaju cepat, menembus kemacetan pagi. Tangannya mencengkeram setir begitu erat hingga buku jarinya memutih. Ia tidak peduli harus mengeluarkan berapa banyak uang, atau menghadapi siapa pun. Satu-satunya tujuannya hari ini: menemukan Raisa.

Sesampainya di kantor Yudha, ia langsung disambut dengan anggukan. “Lo datang bawa masalah besar, ya?”

Ardan duduk tanpa basa-basi. “Gue butuh lo lacak nomor ini. Sekarang juga.”

Yudha mengerutkan kening, melihat layar ponsel Ardan. “Nomor istri lo?”

Ardan mengangguk. “Dia hilang. Dan gue yakin ada yang sengaja nyembunyiin dia dari gue.”

Yudha tidak banyak tanya. Jemarinya lincah mengetik di laptop, sementara Ardan berjalan mondar-mandir. Waktu terasa berjalan lambat.

Beberapa menit kemudian, Yudha menatap layar dengan ekspresi kaget. “Dan… lo nggak akan suka dengernya.”

Ardan menghentikan langkah. “Di mana dia?”

“Lokasinya… di rumah Nyai Ratna.”

Ardan membeku. Ratna. Tentu saja.

“Apa gue boleh kasih saran?” Yudha menatapnya serius. “Kalau lo mau nyamperin, siapin mental. Gue nggak tahu lo punya urusan apa sama dia, tapi gue pernah denger… Nyai Ratna itu nggak main-main kalau udah mutusin sesuatu.”

Ardan meraih kunci mobil. “Gue nggak peduli. Dia istri gue. Dan nggak ada orang yang berhak nyuruh dia pergi dari gue.”

Siang itu, Raisa dipanggil ke ruang tamu. Bu Ratna duduk di kursi yang sama seperti kemarin, memegang secangkir teh. Di sebelahnya, duduk seorang pria berjas rapi yang tidak dikenalnya.

“Raisa,” ucap Bu Ratna, suaranya tetap dingin. “Kenalkan, ini Pak Bram. Dia akan mengurus semua keperluanmu mulai hari ini. Tempat tinggal, kebutuhan sehari-hari, sampai—”

“Sampai kapan?” potong Raisa cepat.

“—sampai Ardan belajar hidup tanpa kamu,” lanjut Bu Ratna tanpa mengubah nada suaranya.

Raisa mengepalkan tangan. “Bu… ini nggak adil. Dia pasti kebingungan. Dia pasti mikir aku ninggalin dia tanpa alasan.”

Bu Ratna menyandarkan tubuhnya. “Biarkan dia berpikir begitu. Itu bagian dari prosesnya.”

“Proses?!” Raisa meninggikan suara, dadanya sesak. “Kalau Ibu memang sayang sama dia, kenapa malah nyakitin dia?”

Tatapan Bu Ratna berubah tajam. “Karena aku tahu betul apa artinya terlalu bergantung pada seseorang. Dan aku nggak mau Ardan mengulangi kesalahan ayahnya.”

Kata-kata itu membuat Raisa terdiam. Ada sesuatu di balik kalimat itu—sesuatu yang belum pernah ia dengar sebelumnya. Tapi sebelum ia sempat bertanya, suara deru mobil di halaman memecah ketegangan.

Tak lama kemudian, suara pintu dibanting terdengar keras.

“RAISA!”

Suara itu membuat Raisa terlonjak.

Ardan berdiri di ambang pintu ruang tamu, napasnya memburu, matanya merah entah karena marah atau menahan emosi.

“Ardan—”

“Apa maksud semua ini?!” Ardan menatap Bu Ratna tajam. “Kamu nyuruh dia pergi dari aku?!”

Bu Ratna tetap duduk tenang. “Kamu datang juga akhirnya. Bagus. Berarti rencana ini berjalan.”

“Rencana?!” Ardan melangkah maju, tapi Raisa cepat berdiri, mencoba menghalangi. “Dan kamu pikir saya bakal diem aja ngeliat kamu ngambil istri saya?!”

“Ardan, tolong, jangan—” Raisa mencoba menenangkan, tapi suaranya bergetar.

Mata Bu Ratna terbelalak. "Jaga sopan santun kamu! Aku ibumu!!" Pekiknya marah pada Ardan.

Ardan menghiraukannya, ia malah menatap istrinya, dan untuk pertama kalinya, Raisa melihat campuran rasa marah, sakit hati, dan ketakutan di matanya. “Kenapa, Rai? Kenapa kamu nggak bilang apa-apa sama aku?”

Air mata Raisa jatuh. “Aku… aku nggak punya pilihan.”

“Selalu ada pilihan!” Ardan hampir berteriak. “Dan pilihan aku cuma satu—bawa kamu pulang.”

Bu Ratna tersenyum tipis, seolah semuanya berjalan sesuai kehendaknya. “Kalau kamu bawa dia pulang sekarang, kamu hanya akan membuktikan satu hal, Ardan, dan kamu belum siap kehilangan. Dan kalau kamu belum siap, kamu akan mengulang kesalahan yang sama seperti ayahmu.”

Ucapan itu membuat Ardan menegang. “Jangan bawa-bawa ayah.”

“Kenapa? Karena kamu takut tahu kebenarannya?” Bu Ratna menatapnya penuh tantangan. “Tanya istrimu. Tanya apakah dia tahu kenapa aku memisahkan kalian.”

Raisa menunduk. Ia memang sudah mendengar sedikit dari Bu Ratna, tapi belum utuh. Dan entah kenapa, hatinya mulai terasa dingin.

Ardan memandang Raisa, lalu Bu Ratna, lalu kembali ke Raisa. “Apa yang sebenarnya terjadi?”

Ruangan itu sunyi.

Sampai akhirnya, Bu Ratna membuka mulut. “Kalau kamu mau jawabannya, duduk. Karena ini bukan cerita yang bisa selesai dalam lima menit. Dan setelah kamu dengar… mungkin kamu akan berterima kasih karena aku memisahkan kalian.”

Ardan berdiri kaku. Raisa menatapnya, bingung antara ingin lari atau bertahan.

Ia tahu, begitu rahasia itu terungkap, tidak akan ada jalan kembali.

1
Afifa Mega
kok aku bingung ya sama alur cerita nya
Nurminah
manusia terkadang menilai sesuatu berdasarkan sudut pandang mereka tanpa tabayun dulu sehina itu menikah beda usia tapi laki-laki yg memiliki sugarbaby dianggap wajar zina dinormalisasi pernikahan dianggap aib
Julia and'Marian: Ya kak, apalagi jaman sekarang sudah hal wajar seperti itu. miris banget.
total 1 replies
Aliya Awina
siapa yg gak sok baru datang langsung lamaran,,,
Julia and'Marian: 🤭🤭🤭,,
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!