Perjalanan Kisah Cinta Om Pram dan Kailla - Season 1
Kailla Riadi Dirgantara, putri tunggal Riadi Dirgantara pemilik RD Group. Berusia 20 tahun, cantik, manja, kekanak-kanakan dan sangat menyayangi ayahnya yang biasa dipanggil daddy. Demi ayahnya, dia terpaksa menerima perjodohannya dengan Reynaldi Pratama ( Pram ), lelaki yang sudah dianggap seperti Om-nya sendiri.
Pram, lelaki matang berusia 40 tahun. Tampan, dewasa, bertanggung jawab dan sangat sabar menghadapi Kailla. Pram adalah anak yatim piatu, yang diasuh dan dibesarkan oleh ayah Kailla ( Riadi ) sejak berusia 10 tahun.
Karena komitmen dan tanggung jawabnya kepada kedua orang tua Kailla, dia bersedia menikahi Kailla yang terpaut 20 tahun darinya dan berjanji menjaga dan membahagiakan Kailla seumur hidupnya.
Bagaimana perjuangan dan kesabaran Pram menaklukan cinta Kailla, mendidik Kailla yang manja dan tidak dewasa menjadi wanita dan istri seutuhnya.
Bagaimana perasaan sayang yang sudah terbentuk selama 20 tahun diantara Kailla dan Om-nya Pram, berubah menjadi cinta seutuhnya.
Ikuti kehidupan rumah tangga Om Pram dan Kailla yang berbeda usia dan karakter.
Visual di novel diambil dari berbagai sumber di internet. Hak cipta milik pemilik foto
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Casanova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25. Anak Daddy atau Anak Om
“Pram,” sapa sang tamu, duduk dengan lancang di depan Pram sambil melepas kacamata hitamnya.
“Mau apa kamu ke sini? Aku rasa semua urusan kita sudah selesai, An.” Pram terlihat masih sibuk dengan berkas-berkasnya dan mengacuhkan Anita. Ia bahkan tidak menatap sama sekali pada wanita cantik yang sedang duduk di hadapannya.
“Aku mau mengajakmu makan siang.” Anita dengan tidak tahu malunya menyentuh tangan Pram yang sedang memegang pena. Seketika langsung ditepis oleh Pram.
“Maaf, sepertinya aku tidak bisa menemanimu makan siang," tolak Pram menatap Anita sekilas kemudian melanjutkan pekerjaan.
“Ayolah, Pram, hanya makan siang. Aku rasa tunangan kecilmu itu tidak akan keberatan,” bujuk Anita.
“Mungkin calon istriku tidak keberatan, tetapi aku yang keberatan, An,” ujar Pram singkat. Ia sengaja memakai kata calon istri untuk memukul mundur Anita yang mencoba mendekatinya.
“Haha ... sejak kapan seorang Pram jadi begitu penurut pada perempuan. Setahuku ... dulu kamu paling tidak bisa menolak perempuan, Pram," sindir Anita masih berusaha membujuk.
“Aku sudah tidak muda lagi, An. Aku tidak mau membuang waktuku untuk hal-hal yang tidak penting.”
“Wow! berarti aku bagian dari yang tidak penting dalam hidupmu, Pram. Sepertinya kamu lupa bagaimana dulu kamu memujaku. Apa perlu diingatkan?” tanya Anita, terlihat ia menghampiri Pram. Tadinya, ia sudah berencana untuk merangkul leher Pram.
“Cukup An! Aku sedang sibuk,” ucap Pram berusaha menghindar. “Kalau tidak ada hal yang penting, kamu bisa keluar sekarang,” usir Pram. Ia sama sekali tidak mau menatap Anita.
“Ayolah, Pram! Apa kamu tidak merindukanku?” tanya Anita masih berusaha merayu Pram.
“Tidak ingin mengulang indahnya berbagi di atas ranjang?” lanjutnya lagi. Kali ini ia berusaha memeluk erat Pram. Sengaja ia mengingatkan Pram masa-masa dulu yang pernah mereka lewati bersama, masa di mana mendulang kenikmatan sesaat yang sesat.
“Cukup, An!”
“Ayolah, Pram! Kurasa tunanganmu belum semahir diriku dalam memuaskanmu. Bermain-main sebentar, dia tidak mungkin tahu, Pram.” bujuk Anita.
Terlihat Pram menghubungi seseorang melalui telepon di atas meja.
“Ste, bisa panggilkan security ke ruanganku!” perintahnya pada Stella, sekretarisnya.
“Kelewatan kamu, Pram.” Anita mendengus kesal keluar dari ruang kerja Pram.
“Jangan berpikir aku akan menyerah Pram, kita lihat sampai kapan kamu bisa menolakku.”
Anita keluar dari ruangan sambil menggerutu dan menatap tajam ke arah sekretaris Pram yang tadi sempat bertengkar dengannya. Melihat tamu atasannya keluar, Stella tersenyum. Baru saja ia akan menghubungi security, supaya menyeret perempuan itu keluar dari ruangan bosnya, ternyata tamunya cukup tahu diri.
“Cih! Perempuan model begitu, mana mungkin Pak Pram tergoda. Tunangan Pak Pram jauh lebih segalanya,” guman sang sekretaris. Stella bersorak dalam hatinya, melihat wajah sang tamu yang terlihat kesal. Ia yakin kalau sang tamu tidak diperlakukan dengan baik oleh atasannya.
***
Di dalam kamarnya tampak Kailla sedang sibuk membalas percakapan di grup chat . Rencananya minggu depan akan diadakan acara kampus di Puncak.
Donna: Guys, ikut semua, kan?
Kailla : Aku belum tahu. Aku belum meminta izin Daddy.
Donna : Ayo dong, Kai. Kalau kamu tidak ikut, tidak akan seru.”
Rika : Ya, nih! Cuma duahari saja. Tidak lama, kok."
Dion : Ayo dong, Kai, please.
Kailla : Nanti coba aku bicarakan dengan Daddy, ya. Tapi tidak janji.
Rika : Ayo dong, Kai. Nanti malamnya kita buat acara barbeque.
Kailla : “Ok, deh. Coba besok aku bicarakan ke Daddy. By the way, aku mau bobo cantik dulu, ya. See you.
Dion : Have a nice dream, ya.
Sebuah emoticon kecupan dibubuhi Dion di akhir pesan.
Dona : Wah, Dion mulai genit. Di ujung ada emoticon kecupan lagi
Kailla : Bye semua.
***
Keesokan harinya, terlihat Pak Riadi sedang menikmati sarapan pagi di taman belakang ditemani asisten, Donny. Mood-nya terlihat lebih baik pagi ini. Senyuman kecil sesekali terukir di bibir setiap mendengar hal-hal lucu yang dilontarkan Donny.
“Kailla masih belum bangun, Don?” tanyanya sambil memasukan potongan roti tawar berselai coklat ke dalam mulutnya.
“Sudah, Pak. Tadi sempat melihat Non Kailla lari pagi ditemani anaknya Bu Sari. Mungkin sebentar lagi turun untuk sarapan,” jelas Donny, menyeruput kopi hitamnya yang masih mengepul.
Suasana pagi itu benar-benar cerah, terdengar kicauan merdu burung murai piaraan Pak Riadi seolah menyapa sang majikan. Tak lama berselang tampak Kailla menghampiri mereka dan bergabung untuk menikmati sarapan pagi.
“Morning, Dad,” sapa Kailla sembari memeluk daddynya yang sedang duduk dan mengecup pipi keriput sang daddy.
“Morning, Dear,” jawab sang daddy kemudian menangkupkan kedua tangannya ke wajah Kailla dan mengecup keningnya.
“Hari ini ada rencana ke mana? Sam sudah datang?” tanya Pak Riadi.
“Mau tidur seharian, Dad. Mungkin Sam agak siangan baru ke sini.” Kailla menjawab sambil mengambil sepotong roti dan mengoleskan selai di atasnya.
“Dad, mm ... minggu depan aku ada acara kampus ke Puncak. Rencananya akan menginap sehari di sana. Apakah aku boleh ikut?” tanya Kailla ragu.”
“Pram sudah mengizinkan?” Pak Riadi balik bertanya.
Kailla menggeleng,” aku belum sempat membicarakannya, Dad.”
“Terserah Pram saja, kalau dia mengizinkanmu, Daddy tidak keberatan,” jawab Pak Riadi.
“Ah, Dad ... sebenarnya aku ini anak Daddy atau anak Om sih!” gerutu Kailla. Wajahnya cemberut dengan mulut mengerucut.
“Hahaha ...." gelak Pak Riadi, tertawa mendengar gerutuan Kailla.
“Ayolah, Dad. Aku ini putrimu, Dad. Jadi Daddy yang harusnya memutuskan. Lagi pula Om juga takut pada Daddy. Perintahkan saja supaya dia mengizinkanku. Dia pasti tidak akan menolakmu,” usul Kailla.
“Lag pula, Dad ... kemarin aku sudah melihat hasil karyamu di wajahnya,” bisik Kailla sambil memajukan tubuhnya ke depan dan terkekeh, menutup mulut dengan tangannya.
“Hahaha ... orangnya ada di belakangmu, Kai,” ucap Pak Riadi mengejutkan Kailla yang bersiap membuka mulut untuk memasukkan potongan roti.
Deg--
Dan benar saja, begitu Kailla memutar tubuh ke belakang, terlihat Pram sudah berdiri dengan gagah menatapnya tajam dengan senyum devil-nya.
“Ah ....” Terlihat Kailla menghela napas dan melanjutkan sarapannya lagi.
“Pagi, Dad,” sapa Pram sambil menarik kursi dan ikut bergabung. Ia menatap Kailla yang menunduk tanpa mau menatapnya.
Melihat Pram yang sudah duduk manis dan bersiap untuk sarapan. Segera Kailla menyiapkan roti berikut selai dan meletakkannya diatas piring yang ada di hadapan Pram sambil tersenyum manis.
“Tidak apalah sesekali bersikap manis seperti ini, siapa tahu bisa meluluhkan hatinya dan dia mengizinkanku ke Puncak.”
“Haha ... gadis kecilmu ini sepertinya sedang belajar menjadi istri yang baik, Pram.” Pak Riadi menatap Kailla sambil terkekeh, ia sudah membaca apa yang ada di pikiran Kailla. Gadis itu sedang merayu lagi seperti yang biasa dilakukan.
“Kemarilah,” perintah Pram pada Kailla sambil menepuk kursi kosong di sebelahnya.
****
Kali ini dibonusin visualnya Kailla Riadi Dirgantara.
Terima kasih.