kisah lama yang belum usai, membuatku masih hidup dalam bayang-bayang masa lalu. Aku selalu menyesali apa yang terjadi saat itu, aku selalu menginginkan masa itu terulang kembali. Walaupun aku tau itu mustahil, aku tetap memimpikannya. Aku ingin memperbaiki kesalahanku yang besar kepada cinta pertamaku, karena aku sudah menghancurkan hatinya sampai tak berbentuk. Masih pantaskah aku jika menginginkannya kembali padaku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ashelyn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masa Lalu 28
“Prince?”
“Prince!”
Prince langsung membuka matanya saat samar-samar dia mendengar orang memanggil namanya. Suaranya terdengar dari luar kamarnya. Dia mengenal suaranya, suara itu terdengar seperti suara ayahnya.
“Ayah?” Ucapnya terdiam sejenak sembari mengucek matanya.
“Ayah!!” Ulangnya lagi, kali ini dengan mata yang membulat sempurna.
Prince langsung menoleh ke sampingnya, dan kosong. Akhirnya dia bisa bernafas lega saat tidak mendapati Teresa di kamarnya. Dia berpikir bahwa mungkin Teresa sudah kembali sebelum matahari terbit.
“Sebentar yah!!” Teriaknya.
Prince memakai semua pakaiannya, dia berkaca terlebih dahulu melihat bekas merah yang ada di lehernya. Seketika bayangan apa yang terjadi semalam membuat bulu kuduknya berdiri. Prince sampai menggeleng pelan untuk menyadarkan dirinya sendiri.
“Kurasa aku harus memakai hoodie untuk menutupinya!” Ucapnya.
Setelah memakai hoodie, Prince berjalan keluar dari kamarnya. Dia langsung melihat ayahnya yang sudah duduk di sofa. Dia terlihat dalam kondisi hati yang cukup baik, karena terlihat jelas dari ekspresi wajahnya.
“Jam berapa ujiannya?” Tanyanya tanpa melihat kearah lawan bicaranya.
“Jam 8,” ucap Prince singkat.
“Jam 8 katamu!!” Teriak ayah Prince.
Prince yang menyadari eksepsi wajah ayahnya segera melihat kearah jam dinding, matanya terbelalak saat melihat jam sudah menunjukan pukul 07.30. Dengan cepat Prince langsung pergi ke kamar mandi dan bergegas bersiap untuk berangkat ke tempat ujian perguruan tinggi.
Bersiap dengan kecepatan kilat, sampai ayahnya ikut panik sehingga Prince berakhir di antar oleh ayahnya. Beruntung jalanan tidak begitu macet, sehingga Prince bisa sampai tepat waktu. Dia langsung mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Teresa, tapi karena waktunya sangat terburu-buru, membuatnya tidak bisa mencarinya lagi.
“Aku yakin kau sudah masuk ke ruang ujian Teresa! Berjuanglah!” Ucapnya dengan penuh semangat.
Prince langsung masuk ke ruang ujiannya, dia berdoa untuk kelancaran ujian hari ini, tak lupa dia juga menyebut nama Teresa di dalam doa nya. Dia sangat optimis bahwa mereka pasti bisa lolos seleksi dan akan bersama menjalani masa kuliah yang menyenangkan.
“Yossh!! Berjuanglah Teresa!” Teriaknya dalam hati.
Ujian hari ini terasa sangat sunyi, karena semua peserta fokus dengan soal mereka masing-masing. Sesekali Prince berhenti sejenak saat dia merasa kelelahan, kemudian dia melanjutkan soal ujiannya lagi. Sebenarnya Prince khawatir karena dia memilih jurusan kedokteran. Dia sedikit tidak percaya diri, karena persaingannya cukup ketat.
Suara hujan besar tiba-tiba terdengar di tengah-tengah waktu ujian. Membuat semua orang dalam ruangan mulai melihat kearah jendela, suasana hujan deras membuat suasana ujian hari ini menjadi semakin terasa menegangkan. Berbeda dengan Prince, dia adalah satu-satunya orang yang tidak peduli dengan hujan lebat di luar sana. Yang dia pedulikan hanyalah, dia harus menyelesaikan ujian tepat waktu dengan hasil yang memuaskan.
Waktu terus berlalu, pelaksanaan ujian hari ini akhirnya telah selesai. Prince keluar dari ruangan dengan senyuman tipis di wajahnya. Dia langsung pergi menghubungi Teresa dengan mengirimkannya pesan terlebih dahulu.
‘Kau dimana?’
“Prince!” Teriak seseorang, membuatnya menoleh kearah sumber suara.
“Zeva? Dimana Teresa?” Tanya Prince.
”Teresa tidak datang ke tempat ujian!”
Deg!
Prince tidak bisa mengatakan apapun selain menjatuhkan ponselnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di tempat lain, di sebuah gedung pernikahan.
________
Dari Prince:
Kau dimana?
________
“Aku disini, di tempat pernikahanku,” ucap Teresa lirih setelah membaca pesan dari kekasihnya.
Teresa mengabaikan pesan itu, dia memasukan ponselnya kedalam tas saat ibunya masuk kedalam ruangan pengantin. Wajahnya nampak sangat senang saat melihat Teresa sudah cantik dengan gaun putih yang mewah. Ayah Tao juga datang dengan mendorong kursi roda milik Rara, adik Teresa yang sedang sakit itu juga datang ke pesta pernikahannya.
“Rara!” Ucap Teresa dan langsung menghampiri adiknya yang pucat.
“Aku merindukanmu Rara!” Ucap Teresa memeluk adiknya erat.
“Rara juga merindukan kakak,” balasnya.
Pelukan itu terlepas saat Diana menariknya untuk menjauh dari Rara. Dia langsung mencengkeram bahunya dengan kuat, matanya menatap tajam kearahnya. Mulutnya sudah mulai bergerak seperti bersiap untuk mengatakan suatu kalimat.
“Lakukan yang terbaik saat pernikahan berlangsung! Jangan lupa tersenyum!” Ucap Diana, lebih terdengar seperti sebuah peringatan.
Teresa tersenyum kecut, dia menepis tangan Diana sedikit kuat. Bersamaan dengan itu, ada orang yang datang untuk memberitahukan bahwa pernikahan akan di langsungkan sebentar lagi. Di saat yang sama, Teresa nyaris terjatuh karena kakinya mendadak terasa lemas. Air matanya mendadak keluar walaupun dia sudah berusaha menahannya sekuat tenaga.
“Sudah kubilang jangan menangis!” Tegas Diana langsung mengelap air matanya dengan tisue.
Sementara Tao menghela nafasnya kasar, dia merasa bahwa saat ini Teresa berada dalam kondisi yang sangat tidak baik. Berjalan di altar? Rasanya cukup sulit di lakukan olehnya.
Tao mulai menempatkan tangan Teresa di atasnya, dengan terpaksa dia harus tetap mengantarkannya berjalan di altar. Wajahnya menunjukan rasa tidak nyaman dan terpaksa, tapi bagaimanapun dia harus tetap melakukannya demi saham keluarga Adia.
“Berhentilah menangis!” Bisik Tao saat pintu masuk utama menuju altar terbuka lebar.
Teresa berjalan melangkahkan kakinya perlahan. Dia tidak menangis, tapi juga tidak tersenyum. Tatapan matanya kosong tanpa aura kehidupan. Suara sorak sorai dari tamu yang hadir seolah tidak mampu menembus masuk ke telinganya. Karena Teresa benar-benar sudah tidak terkendali.
Dengan gaun putih yang panjang, Teresa menatap calon suaminya dengan tanpa ekspresi. Dia seperti sudah menyerahkan segala hidupnya untuk Diana dan Tao selaku orang tua angkatnya. Setelah ini, dia hanya akan hidup untuk sesuatu yang tidak pernah dia inginkan dalam hidupnya.
Air matanya menetes saat upacara pernikahan sudah benar-benar selesai di lakukan, sekarang dia sudah resmi menjadi istri dari tuan muda Arnold yang lumpuh. Menjadi menantu keluarga Adia yang selalu orang tuanya banggakan. Hidupnya sudah benar-benar hancur sekarang, sampai Teresa merasa tidak ingin hidup lagi.
“Selamat atas pernikahan kalian!!” Ucap pembawa acara terdengar sangat antusias.
Teresa tidak peduli, dia hanya terdiam di dalam keramaian yang terjadi di hari pernikahannya. Diana seringkali datang menghampirinya untuk memintanya agar tersenyum. Tapi apa boleh buat, senyuman Teresa memang sudah hilang sepenuhnya.
“Teresa!!” Teriak seseorang, kedatangannya mengejutkan semua orang termasuk sang mempelai wanita.
Teresa memejamkan matanya, saat jantungnya seperti berhenti berdetak saat dia mendengar suara orang yang sangat dia kenal. Bunga di tangannya langsung terjatuh begitu saja, tangannya juga gemetar hebat sekarang. Karena ketakutan terbesar dalam hidupnya, akhirnya benar-benar terjadi.
“Kenapa kau melakukan ini padaku!!” Teriaknya lagi, membuat semua orang memperhatikannya.
Pada akhirnya, semua ini tetap akan terjadi. Teresa mulai memberanikan diri untuk melihat kearahnya, air matanya langsung mengalir deras saat dia melihat wajah orang yang sangat dia cintai. Hatinya seperti tertusuk ribuan jarum saat melihat ekspresi wajahnya yang kecewa.
“Kenapa Teresa! Kenapa!!” Teriaknya lagi menanyakan alasan dari semua yang terjadi.
“Maafkan aku!” Batin Teresa menatapnya dengan penuh rasa bersalah.
“Permintaan maaf bahkan tidak cukup!!” Prince berteriak seolah dia bisa mendengar suara batin Teresa.
Prince menatap Teresa kecewa, matanya sudah memerah akibat emosinya yang memuncak. Pernikahan yang sama sekali tidak dia ketahui, membuatnya seperti hampir kehilangan akal sehatnya. Apalagi saat melihat Teresa hanya diam tidak menanggapi ucapannya, seketika membuatnya menatap Teresa dengan penuh kebencian.
“Aku membencimu!” Teriaknya.
Saat Prince ingin melangkah untuk semakin mendekat, beberapa orang berpakaian serba hitam tiba-tiba mulai menahannya. Mengusirnya dengan tarikan yang kasar, bahkan dengan pukulan yang sampai membuat fisiknya terluka.
“Apa salahku!”
“Mengapa kau lakukan ini padaku!”
Teresa hanya bisa diam saat Prince di seret keluar oleh orang-orang suruhan ayahnya. Air matanya mengalir deras saat dia mendengar suara teriakannya, membuat rasa bersalah semakin menghantuinya. Rasa sakit di hatinya, membuat dadanya sesak hingga kesulitan bernafas. Apalagi saat dia melihat kehadiran Zeva dan Leo yang juga menatapnya dengan kecewa, seketika rasa bersalah itu semakin besar dia rasakan.
“Mulai sekarang, aku hanya akan hidup dengan di penuhi rasa bersalah.”
...----------------...