NovelToon NovelToon
Dendam Untuk Aurora

Dendam Untuk Aurora

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / CEO / Romansa
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Aurora Mecca

Aurora menjalani hukuman selama 5 tahun di balik jeruji besi. Bahkan setelah keluar dari penjara, Devandra Casarius tetap menyiksa Aurora , tanpa ampun. Apakah Devandra Casarius akan berhenti belas dendam ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora Mecca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BUKAN CUCU YANG DIHARAP

Aurora mulai teringat dengan kata kata Sinta kemarin, dia mencengkeram baju dan sorot matanya begitu tajam.

"Gak gak gak gak,,,, William tidak mungkin seperti itu, dia sangat mencintaiku,,, berbagai halangan menerjang cinta kita, namun akhirnya William selalu kembali lagi menghampiri ku, aku tidak boleh berfikir buruk tentang dia" Sesal Aurora sambil memukul lirih kepalanya.

"Mana mungkin dia berani dan tega mengkhianati ku mengingat aku sudah melakukan hal di luar nalar," ucap Aurora lirih yang nampak tak percaya dengan pikirannya sendiri.

"Aku sudah berkorban dan menyerahkan hidupku untuknya, aku disini karena dia,,,mungkin dia sangat sibuk bekerja," hibur Aurora sendiri dengan mata yang berkaca kaca.

Sementara ditempat Hamida...

Hamida berjalan sempoyongan karena merasa penyakit hipertensinya mulai kumat.

Dia merasa tubuhnya lemas dan mencoba berpegangan pada dinding saat berjalan menuju kamar untuk membaringkan diri di tempat tidur.

Matanya tampak sayu memandang langit langit rumahnya yang sudah usang nan tak layak pakai.

"Andai saja Aurora disini, nenek kangen Ra,,, Ra nenek sakit kenapa kamu seperti menjauhi nenek,,, apakah bagimu nenek ini hanya beban?" Lirih Hamida sambil mengusap tetesan air mata dengan tangan keriputnya.

"Dulu saat kamu masih tinggal disini bersama nenek, kamu selalu ingat nenek untuk berbagi rezeki ,,, tapi justru sekarang kebalikannya,,,, memikirkan tentang kondisi keuangan nenek saja tidak Ra," isak Hamida dengan suara parau dan bibirnya melengkung kebawah.

Lama Hamida menangis dan memijat pelipisnya karena semakin pusing sampai akhirnya dia tertidur dengan sendirinya di temani air mata yang sudah mengering.

Dua hari telah berlalu, namun William sama sekali tidak menghubungi Aurora sehingga Aurora semakin yakin bahwa William mencoba untuk lari dari tanggung jawab.

Aurora mencoba menguatkan diri demi Alvero, dan kini Aurora sedang menyiapkan diri untuk kembali keruang tahanan dengan membawa si buah hatinya.

"Alvero ganteng,,, kamu bisa kan beradaptasi di lingkungan baru?, maafin ibu ya nak,,, ," ucap Aurora dengan suara yang tercekat dan matanya berkaca kaca.

Saat dia dan petugas sipir sudah siap untuk pergi, ada perawat yang datang dengan membawa barang besar terbungkus dengan kertas kado.

Aurora melihatnya dengan mata yang tak berkedip dan menoleh kearah sipir yang ada di sebelahnya.

"Itu untuk siapa?, apakah untuk Bu,,," belum selesai sipir tersebut menyelesaikan kata katanya perawat tersebut sudah memotongnya.

"Ini untuk Bu Aurora," potong perawat tersebut sambil menyerahkan bungkusan tersebut kepada petugas sipir.

Aurora nampak tidak percaya namun terlihat nyata, dia tersenyum dan matanya berbinar penuh dengan kebahagiaan.

"Saya buka dulu ya, sesuai dengan prosedur," ungkap sipir sambil membuka bungkusan tersebut tanpa mendengar persetujuan si pemiliki kado tersebut.

Dengan menggendong Alvero, Aurora menggeser tubuhnya untuk mendekat ke arah sipir tersebut sambil mengayun ayun mencoba menenangkan Alvero yang nampak gelisah.

Sipir merobek bungkusan kado tersebut, terlihat ada satu set kasur bayi dengan satu bantal dan dua guling bewarna kuning bercorak bintang dan bulan, tak hanya itu saja ada selimut bayi yang berbahan halus dan lembut polos bewarna coklat dan ada tudung kepalanya.

Aurora nampak lega dan tenang matanya berbinar binar menunggu bungkusan yang tinggal satu lagi.

Sipir memperlihatkan bungkusan selanjutnya yang terdiri dari minyak telon, bedak bayi, sabun bayi sekaligus samponya dan semua itu berasal dari merk yang bagus karena sipir tersebut sudah mempunyai anak sehingga tau mana yang harganya mahal dan murah.

Petugas sipir nampak mengernyitkan dahi kemudian berucap

" Suamimu kaya juga, tapi kenapa dia tidak datang sendiri kesini," tanya petugas sipir.

Aurora nampak tersenyum kecut mendengar ucapan sipir tersebut namun saat akan keluar kamar datang kembali perawat yang tadi membawa barang yang jauh lebih besar,

"Maaf yang ini ketinggalan," ungkap perawat dengan berjalan terseok seok karena barangnya hampir menutupi kepalanya.

Petugas sipir tersebut tersenyum lebar menyambut kado tersebut.

"Ini pasti popok bayi, terlihat dari kardusnya," kekeh sipir tersebut.

Saat sipir tersebut membuka kado tersebut untuk kesekian kalinya, tebakannya benar itu adalah pampers bayi berjumlah dua karton dan tiap kartonnya terdapat empat ball popok bayi sehingga totalnya berjumlah 8 ball popok bayi.

Wajah Aurora nampak sumringah, berkali kali Aurora menciumi kening Alvero.

"Waaaah Bapak kamu baik banget sayang, dia masih ingat sama kita nak!!" ucap Aurora sambil mengambil selimut bayi tersebut dan langsung memakainya.

Perawat dan sipir tersebut melihat Aurora dengan mata berkaca kaca, ada perasaan iba yang tidak bisa di ungkap.

"itu ada suratnya," ucap perawat sambil menunjuk ke arah tempat surat tersebut.

Petugas sipir mengambil surat tersebut kemudian menyerahkan ke Aurora.

"Bapak sayang banget sama kalian berdua, kalian baik baik ya disana jaga kesehatan , dari W" ucap Aurora dengan lirih sambil melihat tulisan khas William yang sangat dia kenali.

Bibir Aurora tertarik keatas memperlihatkan gigi giginya yang putih bersih dengan mata yang berbinar binar, bahkan petugas sipir pun ikut merasa senang sambil menepuk nepuk bahu Aurora.

"Kamu bodoh Will, kenapa kamu harus mengirimkan barang barang sebanyak itu," ucap Rani dengan meninggikan suaranya penuh amarah..

PYAAAAAR,,,

Bunyi vas bunga tampak melayang hampir mengenai kepala William.

Tangan Rani mengepal dengan rahang yang mengeras.

Sementara Hamdan yang mendengar suara ricuh di ruang tamu nampak buru buru berlari masuk kedalam untuk melihat apa yang terjadi.

Napas William tersengal sengal melihat kemarahan Rani, sedangkan Hamdan alisnya tertarik keatas dengan ekspresi bingung, dia bergantian memandang ke arah William kemudian ke arah Rani.

"Bu ini ada apa?" Tanya hamdan yang mulai memunguti sisa sisa pecahan vas kaca tersebut.

"Kenapa semuanya diam?, semua bisa dibicarakan dengan baik baik," tutur Hamdan yang berhenti sejenak memunguti sisa sisa pecahan kaca tersebut.

"Gak bisa pak, William terlalu bodoh,,,, dia sama sekali tidak bisa mengerti perasaan orang tuanya," Jerit Rani dan badannya terkulai lemas, dia bersimpuh di lantai tak berdaya.

"Dia anak kandungku bu, dan ibu tidak berhak melarang ku ataupun mencegahku, apa ibu paham?," ucap William dengan suara parau menahan amarah yang membuncah.

Rani seakan tak percaya atas ucapan William.

Dahi Rani nampak berkerut kedalam memendam kekecewaan, Rani mencoba untuk bangkit dalam duduknya dengan sekuat tenaga.

"Aku mati saja pak," ucap Rani sambil mengambil pecahan vas bunga tersebut dan mengiris ke urat nadinya.

William dan Hamdan nampak syok dengan gerakan spontan Rani yang tiba tiba tanpa prediksi.

Hamdan berlari melihat tangan Rani penuh dengan darah dengan posisi tergeletak lemas.

"Bu,,, bu,,,bu" ucap William dengan menggoyang goyangkan badan Rani dengan nafas yang tersengal sengal.

"Kok nafas ibu gak ada Wil,,," ucap Hamdan sambil melihat ke arah William

1
Yuki Nagato
Makin ketagihan.
Hebe
Ceritanya keren banget, semangat terus thorr!
Bea Rdz
Gak bisa tidur sampai selesai baca ini cerita, tapi gak rugi sama sekali.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!