NovelToon NovelToon
Tuan Valente Dan Tawanan Hatinya

Tuan Valente Dan Tawanan Hatinya

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Nikah Kontrak / Obsesi / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang / Pelakor jahat
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: Miss Saskya

"Pasar tidak mengenal itu, hutang tetaplah hutang"

"Kalau anda manusia, beri kami sedikit waktu"

"Kau terlalu berani Signorina Ricci"

"Aku bukan mainan mu"

"Aku yang punya kendali atas dirimu"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Saskya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kairos Peduli

Matahari pagi memantulkan cahaya keemasan di permukaan kolam renang. Emily duduk anggun di kursi panjang, dilindungi payung besar warna gading.

Di tangannya, cangkir teh hangat beraroma jasmine mengepul lembut. Seorang pelayan setia mengibaskan kipas dari rotan, menciptakan semilir angin yang menenangkan.

Dengan gerakan santai, Emily menekan nama kontak di ponselnya. Sambungan hanya berdering sebentar sebelum suara Valeria terdengar di seberang.

“Halo? Kakak Ipar? Astaga, ada apa? Jangan bilang Kairos kenapa-kenapa!” Nada Valeria jelas terdengar cemas, bahkan tergesa.

“Kamu menelpon sepagi ini, aku sempat kaget.”

Emily tersenyum samar, suaranya tetap lembut dan terkontrol.

“Tenanglah, Valeria. Kairos baik-baik saja. Jangan terburu menyimpulkan yang macam-macam.”

“Oh syukurlah…” terdengar hembusan lega dari seberang, diikuti desah napas panjang.

“Kamu membuat jantungku berdegup kencang. Lalu, apa yang sebenarnya terjadi?”

Emily menyesap tehnya sebentar sebelum menjawab. “Pagi ini, Kairos bilang hendak ke rumah sakit. Ia ingin menjenguk Aurora.”

Hening sejenak. Kemudian suara Valeria meninggi penuh terkejut.

“Apa? Aurora di rumah sakit?! Ya Tuhan, gadis itu… kenapa bisa sampai begitu?!”

Emily menatap pantulan dirinya di air kolam. Suaranya tetap stabil.

“Aurora disiksa oleh orang tua tirinya. Tubuhnya penuh luka. Malang sekali nasib gadis itu.”

“Oh tidak!” Valeria hampir berteriak. “Aku tahu ada sesuatu yang tidak beres dengan keluarga itu! Bagaimana bisa mereka memperlakukan dia seperti itu? Malang sekali Aurora!”

Emily membiarkan Valeria meluapkan emosinya sebelum akhirnya berkata pelan.

“Justru karena itu Kairos ingin melihat keadaannya. Dan kupikir… siang ini kita juga sebaiknya menjenguknya.”

Terdengar suara Valeria terengah, lalu berubah jadi semangat yang berapi-api.

“Tentu! Aku tidak bisa diam saja. Aku akan ikut menengoknya. Bahkan aku akan bawa sesuatu untuk menghiburnya!” Kemudian, seolah sadar dengan citranya di depan Emily, ia buru-buru menurunkan nada suaranya.

“Maksudku… ya, sebagai keluarga, kita memang sebaiknya menunjukkan perhatian. Apalagi kalau Kairos juga peduli.”

Emily mengangkat alis tipis, bibirnya melengkung kecil.

“Kau tidak perlu menutupi kepedulianmu, Valeria. Aku tahu kau memang heboh, tapi hatimu lembut. Siang nanti kita pergi bersama.”

“Baiklah dan jangan khawatir, aku akan menjaga imejku di depanmu. Tapi… jangan salahkan aku kalau nanti aku sedikit emosional saat melihat gadis itu,” balas Valeria sambil terkekeh.

Emily hanya tersenyum samar, menutup percakapan dengan nada penuh wibawa. “Tidak masalah. Aku hanya ingin Aurora tahu kalau keluarga kita ada untuk dia.”

Sambungan telepon berakhir dengan suara riuh Valeria. Emily meletakkan ponselnya di meja kecil di samping kursi, lalu mengibaskan jemari anggunnya memberi isyarat pada pelayan.

“Tambahkan madu untuk tehnya,” katanya tenang. Pelayan menunduk patuh dan segera melangkah.

Di bawah payung besar itu, Emily duduk dengan tenang, wajahnya seperti menyimpan rencana besar.

Siang nanti, pertemuan itu mungkin akan menjadi titik awal sesuatu yang lebih dalam antara Kairos, Aurora, dan keluarga besar mereka.

_____________________________________________________

Suasana kamar rumah sakit begitu tenang, hanya terdengar bunyi monitor detak jantung yang berdenting ritmis.

Tirai tipis berwarna putih menghalangi sinar matahari yang masuk, menebarkan cahaya lembut ke seluruh ruangan.

Aurora terbaring di ranjang, wajahnya pucat dengan beberapa lebam yang masih membayang.

Tangannya tersambung dengan infus, napasnya pelan namun teratur. Sesekali tubuhnya menggeliat kecil, seolah masih gelisah meski dalam tidur.

Di sisi ranjang, Luca berdiri dengan stetoskop tergantung di lehernya. Sorot matanya serius, penuh konsentrasi.

Dengan gerakan tenang ia memeriksa tekanan darah, lalu meraba pergelangan tangan Aurora, menghitung denyut nadinya.

“Hm… stabil,” gumamnya pelan, mencatat sesuatu di papan medis. “Tubuhnya memang lemah, tapi syukurlah tidak ada luka dalam yang parah.”

Ia menurunkan papan itu, lalu menatap wajah Aurora lebih lama.

Luka-luka di wajah gadis itu membuat hatinya mengeras—ada amarah terselubung, namun ditahan rapat.

“Kau benar-benar melewati malam yang berat, Aurora…” ucapnya lirih, lebih kepada dirinya sendiri.

“Dan aku bisa membayangkan betapa sulitnya bagi Kairos melihatmu seperti ini.”

Sambil berdiri di sisi ranjang, Luca mengatur selimut agar lebih menutupi tubuh Aurora. Tangannya berhenti sejenak di dahi gadis itu, memeriksa suhu tubuhnya.

Tidak panas. Hanya sedikit dingin.

“Tenanglah, kau aman sekarang,” bisiknya. “Kairos akan datang. Dan aku pastikan dia tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu lagi.”

Saat itu pintu kamar berderit terbuka sedikit. Seorang perawat masuk membawa catatan, tapi Luca segera memberi isyarat dengan anggukan singkat, menyuruhnya menunggu.

Setelah menyelesaikan pemeriksaan, ia menuliskan instruksi, cairan infus dijaga stabil, obat penghilang nyeri diberikan sesuai jadwal, dan pasien harus tetap beristirahat tanpa banyak gangguan.

Setelah semuanya beres, Luca menarik kursi ke dekat ranjang, lalu duduk dengan tubuh sedikit condong.

Tatapannya tidak lagi hanya seorang dokter yang memeriksa pasien, tetapi juga seorang sahabat yang merasakan beban emosional Kairos.

“Kalau saja kau bisa dengar aku sekarang, Aurora,” ucap Luca lirih.

“Ketahuilah, ada seseorang yang bahkan rela kehilangan kendali hanya karena melihatmu tersakiti. Kairos bukan orang yang mudah tersentuh tapi entah bagaimana, kau membuat semua pertahanannya runtuh.”

Luca menghela napas panjang, mengusap wajahnya sebentar, lalu berdiri kembali. Ia tahu sebentar lagi Kairos akan datang.

Tbc🐼

1
lollipop_lolly
🥰
lollipop_lolly
gimana mansion keluarga Lendro Valente guyss?☺️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!