NovelToon NovelToon
Ibu Susu Pengganti

Ibu Susu Pengganti

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Pengganti / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Ibu Pengganti
Popularitas:17.4k
Nilai: 5
Nama Author: Irh Djuanda

"Aku akan menceraikan mu!".

DUAR!!!!!

Seakan mengikuti hati Tiara, petir pun ikut mewakili keterkejutannya. Matanya terbelalak dan jantungnya berdebar kencang. Badu saja ia kehilangan putranya. Kini Denis malah menceraikannya. Siapa yang tak akan sedih dan putus asa mendapat penderitaan yang bertubi-tubi.

" Mas, aku tidak mau. Jangan ceraikan aku." isaknya.

Denis tak bergeming saat Tiara bersimpuh di kakinya. Air mata Tiara terus menetes hingga membasahi kaki Denis. Namun sedikitpun Denis tak merasakan iba pada istri yang telah bersamanya selama enam tahun itu.

"Tak ada lagi yang harus dipertahankan. Aju benar-benar sudah muak denganmu!'"

Batin Tiara berdenyut mendengar ucapan yang keluar dari mulut Denis. Ia tak menyangka suaminya akan mengatakan seperti itu. Terlebih lagi,ia sudah menyerahkan segalanya hingga sampai dititik ini.

"Apa yang kau katakan Mas? Kau lupa dengan perjuanganku salama ini?" rintih Tiara dengan mata yang berkaca-kaca.

"Aku tidak melupakannya Tiara,...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irh Djuanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kembalinya masa lalu

Galang duduk di ruang kerjanya dengan wajah muram. Hanya suara jarum jam dan denting pena di tangannya yang memecah kesunyian. Di layar laptopnya, foto pernikahan Tiara dan Denis terpampang jelas, senyum yang tampak bahagia, gaun putih sederhana, dan mata Tiara yang dulu masih menyimpan cahaya.

Namun bagi Galang, yang kini menatapnya lama, ia tak melihat kebahagiaan di sana. Hanya senyum yang dipaksakan dan sepasang mata yang seperti menahan sesuatu. Tangannya menggenggam pena semakin erat.

"Dia terlihat rapuh bahkan saat hari pernikahannya," gumamnya lirih.

Ia menatap layar lagi, menatap Denis yang berdiri di samping Tiara dengan senyum lebar penuh percaya diri. Galang menghela napas berat.

"Kau bukan pria, kalau hanya bisa menghancurkan wanita seperti dia."

Tak berapa lama Galang mengambil ponselnya.

" Aku ingin kontrak kerjasama dengan perusahaan Denis Perkasa dibatalkan!" titahnya, lalu menutup panggilannya sepihak.

Galang meletakkan ponselnya di meja dengan keras, napasnya teratur namun penuh tekanan. Rahangnya mengeras, matanya menatap kosong ke arah layar laptop yang kini telah redup.

Galang membuka laci meja, mengeluarkan sebuah berkas lama yang berisi nota kesepahaman kerja antara perusahaannya dan Perkasa Group. Tangannya bergerak cepat, menarik keluar kertas itu, menatap tanda tangan Denis di bagian bawahnya. Senyum miring terbit di sudut bibirnya.

"Kerja sama yang kotor, dengan orang yang lebih kotor lagi," desisnya lirih.

Ia menandatangani surat pembatalan kontrak dengan tangan tegas, lalu menghubungi sekretarisnya.

"Livia, aku ingin surat ini dikirim ke pihak legal malam ini juga. Pastikan sampai di tangan mereka sebelum pagi."

Suara sekretarisnya terdengar ragu dari ujung sana.

"Tapi, Pak, kontrak itu cukup besar… kita bisa kehilangan banyak..."

"Aku tidak peduli soal angka. Aku peduli soal prinsip. Mulai malam ini, semua hubungan dengan Perkasa Group berakhir." potong Galang cepat,nadanya dingin.

"Baik, Pak"

Galang menutup teleponnya, menatap surat pembatalan kontrak yang kini sudah ia tandatangani. Ia menaruhnya di map, menekannya dengan telapak tangan sejenak.

"Ini langkah pertama."

Ia berdiri, berjalan ke arah jendela besar ruang kerjanya. Dari sana ia bisa melihat taman rumahnya yang gelap, hanya diterangi lampu taman yang temaram. Bayangan samar Tiara terlintas di pikirannya duduk memeluk Reihan, mencoba tersenyum meski hatinya hancur.

"Mulai hari ini, mereka tidak akan bisa menyentuhmu lagi," ucap Galang pelan, seolah berbicara kepada bayangan itu.

Namun di saat yang sama, ponselnya kembali bergetar di meja. Nomor tak dikenal muncul di layar. Galang menatapnya tajam sebelum akhirnya mengangkat.

"Siapa ini?"

"Galang, ini aku Naya. Kau melupakan suaraku?" ucapnya dari balik telepon,

Galang terhenyak, Galang membeku beberapa detik. Suara itu lembut, tapi menyimpan nada licin yang membuat dadanya menegang. Ia mengenalnya. Ia tak mungkin lupa.

"Naya?" suaranya rendah, nyaris seperti gumaman yang disertai rasa tak percaya.

Tawa kecil terdengar dari seberang, dingin dan penuh kepura-puraan.

"Akhirnya kau ingat juga. Sudah lama sekali ya, Galang… Lima tahun, atau enam?"

Galang tidak menjawab. Ia menatap lurus ke arah jendela, tangan kirinya menggenggam ponsel semakin kuat.

"Ah iya, Nay. Sudah lama sejak kau meninggalkan kota ini. Lalu... kenapa kau menghubungi ku? Apa kau terjerat masalah lagi?" tanya Galang. nadanya tegas namun terdengar ramah.

"Kau ini... sama sekali tidak pernah berubah." celetuk Naya.

Galang tersenyum tipis,

"Katakan ada apa Nay, ini bukan saat yang tepat untuk bernostalgia. Aku masih banyak pekerjaan." sahut Galang pelan namun tegas.

Naya menarik nafas pelan,

"Aku turut berduka atas kematian istri mu. Dan... maafkan aku baru mengucapkannya sekarang. Aku benar-benar tidak tau jika Reina sudah meninggal." tutur Naya pelan penuh rasa iba.

Galang terdiam. Ucapan itu membuat dadanya sesak seketika. Nama Reina masih menjadi luka yang belum sembuh, meski waktu sudah berusaha mengikisnya. Ia menunduk, menatap meja kerjanya yang kini terasa terlalu sepi.

"Terima kasih," ucapnya akhirnya, suaranya pelan tapi kaku.

Naya di seberang sana tak langsung menjawab. Hening beberapa detik, hanya terdengar helaan napasnya yang berat.

"Kau masih mencintainya, ya?" tanyanya perlahan, dengan nada yang seolah ingin menyelami isi hati Galang.

Galang menatap ke arah foto kecil Reina yang terletak di sudut meja kerjanya. Ia tak menjawab, hanya menarik napas panjang, menahan perasaan yang tak ingin ia ungkapkan.

"Sudahlah, Nay. Kalau kau menelepon hanya untuk membahas masa lalu, aku rasa percakapan ini cukup sampai di sini." ucapnya datar, namun tampak rapuh.

"Yayaya.... Aku mengerti. Dan jangan lupa jemput aku di bandara. Aku akan kembali." kata Naya seketika.

Kedua mata Galang terbelalak. Ada senyum samar di balik bibirnya. Sudah lama sekali ia tak melihat wajah Naya, sahabatnya saat masih kuliah dulu.

"Kau kembali?." ucapnya heran.

"Jangan katakan kau melarikan diri." tambah Galang.

Naya tertawa terbahak mendengarnya. Galang ternyata memang tidak pernah berubah. Mengira dirinya masih gadis labil seperti dulu.

"Aisss... itu lagi. Kenapa kau selalu menganggap ku seperti anak kecil? ingat Galang, usia ku sudah 36 tahun. Kau harus ingat itu!" ucapnya,suaranya seperti sebuah candaan namun terdengar tegas.

"Ya aku tau. Kau begitu kabarin aku jika kau sudah sampai." balas Galang girang.

Tawa kecil Naya kembali terdengar, kali ini lebih lembut, seolah ada kehangatan yang tersisa dari masa lalu.

“Baiklah, Tuan Galang yang selalu sibuk. Aku akan kabari kalau sudah sampai. Tapi jangan telat menjemput, ya. Kau tahu aku paling benci menunggu.”

Galang menggeleng sambil tersenyum kecil, sesuatu yang jarang muncul di wajahnya belakangan ini.

"Kalau begitu, kau yang jangan berubah. Masih suka memerintah orang seenaknya," sahutnya ringan.

"Kau yang dulu selalu menuruti semua keinginanku," balas Naya cepat, nada suaranya sedikit menggoda.

Galang terdiam sejenak. Entah kenapa, ucapan itu membuat suasana di dadanya berubah. Ada sesuatu yang samar, antara nostalgia dan ketegangan yang tak bisa dijelaskan. Namun ia memilih tak menanggapinya.

"Sudah malam, Nay. Aku tutup dulu," ucap Galang akhirnya.

"Hmm... baiklah. Sampai jumpa, Galang," kata Naya pelan, dan sambungan pun terputus.

Galang menatap ponselnya beberapa detik sebelum meletakkannya di meja. Ruangan kembali hening, hanya suara jarum jam yang berdetak di dinding. Ia menyandarkan tubuh ke kursi, menatap langit-langit, mencoba memahami perasaan aneh yang tiba-tiba datang.

Naya kembali... setelah bertahun-tahun menghilang tanpa kabar. Wanita yang dulu sempat membuat hidupnya berantakan, kini akan kembali berjalan di kotanya.

Galang memijat pelipisnya, lalu berdiri. Ia menatap foto Reina sekali lagi, wajah lembut istrinya yang tak akan pernah ia lihat lagi.

"Naya kembali, Ren." gumamnya lirih.

1
Lisa
Akhirnya Naya udh keluar dr rumahnya Galang..moga setelah ini rumah itu dipenuhi kebahagiaan..
Lisa
Naya2 udh ketahuan masa lalunya yg jahat msh aj mengharapkan Galang..
Lisa
Oo jadi seperti itu kisahnya..sebenarnya Reina kekasihnya Revan dan Naya adalah kekasihnya Galang tp Naya mempunyai maksud jahat supaya dia dpt memiliki Revan maka dia merekayasa semuanya.
Lisa
Naya ini udh ga disukai sama Raisa tp masih bertahan di rmh itu
Lisa
Jujurlah pada perasaanmu Galang jgn dipendam..
Lisa
Moga Naya segera pergi dr rumah itu sehingga rumah itu terasa damai..
Lisa
Good job Tiara..lawan aj si Naya itu yg seenaknya mau jadi ibu bagi Reihan..
Lisa
Oo ternyata Naya cinta pertamanya Galang sebelum bertemu dgn Reina..pantesan sekarang Naya kembali karena dia kira Galang msh mencintainya
Lisa
Moga Galang cepat tanggap..apapun yg direncanakan si Naya moga gagal.
Lisa
Sebaiknya Naya itu tinggal di hotel aj..Nyonya Raisa harus percaya sama kata² nya Galang
Lisa
Benar Galang..jgn biarkan si
ya naya itu tinggal di rmhmu
Lisa
👍👍 banget..bener Galang lebih baik Naya itu tinggal di hotel aj supaya tdk mengganggu kenyamanan di rmh itu karena Tiara ini mempunyai maksud tertentu
Lisa
Moga kondisi rmh itu aman dan tidak terjadi masalah
shenina
nyeseekkk euy 😢😢😢😢
Lisa
Ayo Saskia ambil langkah yg penting dlm hidupmu..di perusahaan Galang kemampuanmu dpt bermanfaat drpd berkorban utk Denis tp tdk dihargai
kris tianti
/Angry/
Lisa
Puji Tuhan Galang dpt menerima Tiara semangat y Tiara jalani hidupmu
Lisa
Puji Tuhan Raisa selalu siaga melindungi Tiara dr org dekatnya yg lebih mengutamakan harta..
Lisa
Denis baru merasakan kehilangan Tiara
Lisa
Galang menghindari Tiara nih
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!