Lian shen ,seorang pemuda yatim yang mendapat kn sebuah pedang naga kuno
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dwi97, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hutan Seribu Ilusi 3
Langkah Shen dan Lin Feng kini semakin hati-hati. Setelah menaklukkan serigala api, hutan terasa berbeda. Kabut merah yang tadi menyelimuti mereka menghilang, digantikan kegelapan pekat. Tidak ada cahaya dari pepohonan kaca, tidak ada suara hewan, bahkan desiran angin pun hilang.
Lin Feng menelan ludah. “Kenapa... terasa sunyi sekali?”
Shen memejamkan mata, merasakan aura di sekitar. “Bukan sunyi. Ini... penjara keheningan. Setiap suara yang kita keluarkan bisa menjadi senjata bagi sesuatu yang bersembunyi di sini.”
Belum sempat Lin Feng bertanya, ia tiba-tiba mendengar suara langkah di belakangnya. Perlahan ia menoleh, namun tak ada siapa pun.
Kemudian, suara itu terdengar lagi. Tepat di telinganya. Tap... tap... tap...
“Shen!” serunya panik.
Namun yang keluar dari mulut Shen adalah bisikan lirih, bukan jawaban. “Jangan bicara terlalu keras. Ada makhluk yang memburu suara.”
---
Keduanya melangkah pelan. Tapi tiba-tiba, Lin Feng tak sengaja menginjak ranting kering. Krak! Suara itu bergema, lebih keras daripada seharusnya.
Sekejap, kabut hitam bergejolak. Dari dalamnya, muncul makhluk aneh: tubuhnya besar, seluruhnya hitam, tanpa wajah. Hanya ada lubang besar di kepalanya, seperti telinga raksasa.
Makhluk itu bergetar, lalu mengeluarkan jeritan tajam yang menghantam udara. Suara itu tak hanya terdengar, tapi juga mengguncang jiwa mereka. Lin Feng menjerit kesakitan, darah menetes dari telinganya.
Shen cepat mengayunkan pedang, menciptakan penghalang cahaya. Namun jeritan itu membuat penghalangnya retak.
“Makhluk ini...” Shen mengerang. “...memakan suara untuk memperkuat dirinya!”
---
Lin Feng mengatur napas, menahan rasa sakit. “Kalau begitu... kita harus melawannya tanpa bersuara.”
Mereka saling bertukar pandang, lalu mengangguk.
Shen mengangkat tangannya, memberi isyarat. Lin Feng paham maksudnya. Ia menyiapkan jurus pedang angin, namun menahan teriakan energi. Jurus itu keluar dalam diam, hanya cahaya biru yang melesat.
Sayangnya, makhluk itu seolah bisa mendengar getaran energi. Ia berputar cepat, tangan hitamnya menepis serangan Lin Feng. Jurus itu hancur, menyebar jadi percikan cahaya.
Shen melompat, mencoba menyerang dari belakang. Pedangnya nyaris menebas tubuh makhluk itu, tapi sekali lagi, makhluk itu berputar, seolah mendengar suara detak jantung Shen sendiri.
“Bahkan denyut nadi kita bisa jadi targetnya...” Shen bergumam dalam hati.
---
Makhluk itu semakin ganas. Ia menghantam tanah, menciptakan gelombang suara yang menghancurkan pepohonan sekitar. Lin Feng terlempar, nyaris menabrak batang pohon.
Shen segera berlari menolongnya. “Kita tidak bisa hanya bertahan. Harus ada cara untuk membungkamnya!”
Lin Feng terengah. “Kalau ia memakan suara... bagaimana kalau kita memberinya suara yang terlalu besar untuk ia kendalikan?”
Shen menatapnya, lalu tersenyum tipis. “Ide bagus. Tapi itu berarti kita juga harus menahan guncangannya.”
Lin Feng mengangguk mantap. “Kita tidak punya pilihan lain.”
---
Mereka segera bersiap. Lin Feng menarik seluruh energinya, menciptakan pusaran angin biru di sekeliling tubuhnya. Pusaran itu berputar cepat, menghasilkan suara bergemuruh seperti badai.
Makhluk telinga raksasa itu tergerak, tubuhnya bergetar kegirangan, mendekat dengan cepat.
Saat itulah Shen mengerahkan jurusnya. Ia menghantam tanah dengan pedangnya, menciptakan resonansi logam yang bergetar keras. Suara itu berpadu dengan pusaran Lin Feng, menghasilkan ledakan sonik yang dahsyat.
Makhluk itu menjerit kegirangan, menyerap suara itu dengan rakus. Namun dalam sekejap, tubuhnya mulai bergetar tak terkendali. Lubang telinga raksasanya pecah, tubuhnya terurai menjadi kabut hitam yang hancur ditiup badai.
Suasana kembali hening.
Shen dan Lin Feng terduduk, tubuh mereka lemah akibat hantaman suara yang memekakkan jiwa.
Lin Feng menyeringai pucat. “Sepertinya... kita menang.”
Shen menghela napas panjang. “Ya. Tapi hutan ini makin ke dalam... makin tidak bisa ditebak.”
---
Setelah istirahat sejenak, mereka melanjutkan perjalanan. Kabut gelap perlahan menipis, digantikan cahaya pucat. Namun kali ini, hutan tampak berbeda. Pohon-pohon di sekeliling mereka terbuat dari kristal putih, memantulkan bayangan wajah mereka berulang kali.
Setiap kali mereka melangkah, bayangan itu ikut bergerak, namun ada sesuatu yang salah.
Lin Feng memperhatikan bayangannya. Senyumnya terasa terlalu lebar, matanya bersinar aneh.
“Shen...” gumamnya dengan suara serak. “Bayanganku... tidak sama denganku.”
Shen menoleh. Bayangannya sendiri pun sudah berubah—wajahnya tampak lebih kejam, matanya penuh nafsu berkuasa.
Dan perlahan, bayangan-bayangan itu terlepas dari pohon kristal, berdiri di hadapan mereka sebagai sosok nyata.
Ada dua Lin Feng, dua Shen, berdiri berhadapan dengan senyum dingin.
“Jadi ini ujian berikutnya...” bisik Shen. “Bukan lagi ilusi, tapi perwujudan sisi gelap diri kita.”
---
Pertempuran pun dimulai.
Bayangan Shen menyerang dengan pedang yang sama kuatnya, gerakannya cepat dan penuh kebencian. “Aku adalah dirimu yang sebenarnya, Shen! Kau ingin berkuasa, kau ingin dunia tunduk padamu! Mengapa kau menyangkalnya?”
Shen menangkis, wajahnya tegang. “Aku mungkin menginginkan itu... tapi aku tidak akan diperbudak oleh ambisi!”
Sementara itu, Lin Feng bertarung melawan bayangannya sendiri. Lawannya menyerang dengan jurus angin biru yang sama, namun lebih liar. “Kau pengecut, Lin Feng! Kau selalu menahan dirimu karena takut melukai orang lain. Padahal kekuatanmu bisa menghancurkan siapa pun!”
Lin Feng menggeram, menahan tebasan demi tebasan. “Kekuatan tanpa kendali hanya akan membawa kehancuran. Aku tidak akan menjadi monster sepertimu!”
---
Pertarungan berlangsung sengit. Setiap jurus yang mereka keluarkan dibalas dengan jurus yang sama persis, membuat mereka kewalahan.
Shen mulai berdarah, ditebas di bahu oleh bayangannya. Lin Feng terhempas, hampir kalah oleh dirinya sendiri.
Namun tiba-tiba, Shen teringat kata-kata gurunya: “Kekuatan sejati bukan berasal dari mengalahkan orang lain, tapi dari menerima dirimu sendiri.”
Mata Shen melebar. Ia berteriak pada Lin Feng, “Jangan melawan mereka! Terimalah mereka!”
Lin Feng terkejut. “Apa?!”
“Bayangan itu adalah bagian dari kita! Semakin kita menyangkal, semakin kuat mereka!”
Lin Feng terdiam sejenak, lalu menarik napas panjang. Ia menurunkan pedangnya, menatap bayangannya sendiri. “Aku tahu... kau bagian dariku. Keinginanku untuk membuktikan diri, amarahku pada dunia. Aku tidak akan lagi menolakmu.”
Bayangan Lin Feng bergetar, lalu perlahan memudar, menyatu kembali ke tubuhnya.
Shen pun melakukan hal sama. Ia menutup mata, menerima sisi ambisinya. “Aku memang punya keinginan untuk berkuasa. Tapi aku memilih jalan berbeda. Itu tetap bagian dariku.”
Bayangan Shen tersenyum dingin sebelum akhirnya larut kembali ke dalam tubuhnya.
---
Dalam sekejap, hutan kristal runtuh. Pohon-pohon pecah menjadi serpihan cahaya, kabut menghilang.
Shen dan Lin Feng kini berdiri di jalan setapak yang terang, seolah mereka telah melewati gerbang besar.
Namun di ujung jalan, tampak sebuah istana raksasa terbuat dari kaca dan kabut. Dari sana terdengar suara berat, penuh wibawa:
“Selamat datang, para pengembara. Kalian telah melewati ujian awal Hutan Seribu Ilusi. Namun perjalanan sejati baru saja dimulai...”
Shen dan Lin Feng saling berpandangan. Mereka tahu, apa pun yang menunggu di istana itu... jauh lebih berbahaya daripada semua yang mereka hadapi sebelumnya.
Dengan tekad bulat, mereka melangkah maju.