Di malam pertama pernikahannya, Siti mendengar hal yang sangat membuatnya sangat terluka. Bagaimana tidak, jika pernikahan yang baru saja berlangsung merupakan karena taruhan suaminya dan sahabat-sahabatnya.
Hanya gara-gara hal sepele, orang satu kantor belum ada yang pernah melihat wajah Siti. Maka mereka pun mau melihat wajah sebenarnya Siti dibalik cadar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuswara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Siti memeluk Asih, dia merasa sangat bersalah atas kemarahannya tempo hari. Padahal justru Asih telah menyelamatkannya. Dia sekarang merasa lega kalau bayi yang dikandungnya sudah bisa dipastikan adalah miliknya dan Gio.
Pikirannya sama dengan Leo dan Jun, maka dia pun mengirim pesan pada Gio terkait kejujuran Asih yang akan membuat mereka kembali menyatu.
Setelah ini tidak ada lagi kesalahpahaman yang akan memisahkan mereka berdua, ke depannya hidup mereka hanya kebahagiaan. Menunggu kelahiran anak pertama mereka yang hanya tinggal beberapa bulan lagi. Siti sudah tidak sabar menunggu kembalinya Gio.
Kini Sini kembali tinggal sendiri karena Asih menempati apartemen Teo. Syukurnya Teo mau bertanggung jawab terhadap Asih dan bayi mereka. Walau tidak tahu ke depannya tapi paling tidak Asih sudah memiliki suami.
Dalam kesederhanaan dan keterbatasan, pernikahan Teo dan Asih berlangsung di rumah sakit. Asih mengikuti jejak Siti, belajar menggunakan hijab dan pakaian serba tertutup walau tidak sampai menutup wajahnya.
Kini Teo dan Asih sudah menjadi pasangan suami istri di sisa kesehatan Teo yang tinggal hanya beberapa persen saja. Selebihnya dia sudah pasrah kalau Tuhan akan menjemputnya. Asih pun sudah ikhlas kalau harus menjadi janda setelah beberapa waktu menikah. Ikhlas melahirkan tanpa suami sekaligus tanpa Ayah dari bayinya.
Tapi masa singkat itu digunakan Asih dan Teo untuk selalu bersama walau di rumah sakit. Karena tidak ingin mengganggu, Siti, Jun dan Leo pergi meninggalkan rumah sakit.
"Gio tidak ada membalas pesanmu?," tanya Jun pada Siti.
Siti menggeleng.
"Ke aku juga belum ada ada balas tapi sudah dibaca." Timpal Leo.
"Aku juga sama, kemarin aku telepon tapi yang angkat Liani. Katanya Gio lagi mandi." Jun dan Leo langsung saling pandang, mata Leo melotot seolah memarahi Jun.
Siti pun pamit pada kedua sahabat Gio, tidak ada keperluan lagi berada di sana.
"Seharusnya kamu tidak perlu mengatakan bagian itunya, itu sangat sensitif. Apalagi Siti sedang hamil, tahu 'kan perasaan orang hamil bagaimana?."
Dengan bodohnya Jun menjawab tidak tahu karena dia seorang wanita. Leo semakin geram dan akhirnya menoyor kepala Jun.
"Terus bagaimana sekarang?," Jun merasa bersalah pada Siti.
"Tapi apa mungkin Gio dan Liani?," tanya Jun memasang wajah serius dan penasaran.
"Apapun bisa terjadi," Kemudian Leo pergi lebih dulu menuju parkiran mobil.
Sampai kontrakan Siti berpikir keras sambil menatap layar ponselnya. Yang ditunggunya tak kunjung datang juga, mungkin Gio sudah melupakannya. Siti harus menata hati dan hidupnya lagi setelah ini.
Kebahagiaan nyatanya tidak pernah berpihak padanya. Siti merapikan semua barang-barangnya, menunggu satu minggu atau lebih sampai keadaan Teo membaik. Dia sudah memutuskan untuk pergi mencari kehidupan yang lebih baik untuk dirinya dan juga anaknya.
Sempat Asih memintanya untuk tinggal di apartemen bersamanya tapi Siti menolaknya karena tidak pernah berharap Teo akan mati. Kalau Teo sembuh pasti akan kembali ke apartemen itu. Kalau pun Teo tidak kembali lagi ke apartemen, dia tetap harus pergi.
Kembali bekerja di kantor pun rasanya tidak bisa, karena Teo sudah menyerahkan perusahaan itu sepenuh kepada Gio. Itu milik Gio, dia tidak harus melihatnya lagi kalau sudah bersama wanita lain.
*
Tapi nyatanya kabar duka yang Siti dapatkan. Meninggalnya Teo sudah sampai ke telinganya. Wanita itu datang untuk menemui Asih, memberinya dukungan atas kehilangan suami tercintanya. Kebahagiaan yang dirasakan Asih pun tidak bertahan lama hanya satu minggu sejak dia dinikahi Teo.
Pria itu sudah di makamkan di dekat kuburan Ayahnya Siti. Meninggalkan seorang diri, memberinya seorang bayi yang belum dilihatnya tapi Asih tahu Teo sangat menyayangi anaknya. Walau terbata tapi Teo selalu berbicara pada anaknya.
Momen ini Gio datang menemui sahabatnya berpulang lebih dulu. Tapi tidak datang sendiri, melainkan bersama Liani yang memakai cincin berlian di jari manisnya. Kedekatan keduanya pun terlihat sangat akrab.
Semakin meyakinkan hati Siti kalau Gio dan Liani telah memiliki hubungan.
Siti tetap berada di tempat yang tidak terlihat oleh Gio, dia sengaja menghindarinya.
"Kenapa tidak mau menemui Gio?," tanya Asih setelah menghapus air matanya.
"Lebih baik tidak, dan aku minta jangan mengatakan apapun pada Gio." Sambil memegangi tangan Asih.
"Kenapa? Gio sudah tahu kamu beritahu kebenarannya 'kan?."
Siti mengangguk.
"Lalu apa?," tanya Asih lagi.
"Biarkan saja hubungan kami seperti ini, mungkin ini yang terbaik."
"Aku tidak mengerti, ada anak kalian yang membutuhkan kalian sebagai orang tuanya."
Siti kembali menggeleng.
"Biarkan saja tetap seperti ini, aku mohon." Mohon Siti.
"Baiklah," Asih mengangguk.
Asih tetap di tempatnya menemani Siti. Seperti yang dilakukan Siti selalu menemainya.
"Aku sebenarnya sangat kecewa padamu, hal terakhir yang ingin dilakukan Teo adalah meminta maaf kepadamu secara langsung. Tapi kesempatan itu tidak kamu berikan karena mungkin saja kamu masih sangat marah dan membencinya." Leo berdiri tepat di samping Gio yang masih berdiri di depan makam Teo, sahabatnya sejak kecil.
"Aku dan Leo sudah banyak menghabiskan waktu bersama Teo. Aku tahu dia sangat salah padamu tapi seharusnya kamu memberinya ampunan di terakhir hidupnya. Napas terakhirnya dia menyebut namamu." Sangat marah Gio tapi dia pun bisa apa, permasalahan di antara mereka terlalu rumit. Sedikitnya waktu yang dimiliki mereka semua.
Gio tidak ada membuka mulutnya untuk merespon ucapan Leo dan Jun. Dia tetap fokus menatap pusara Teo. Dia pun sangat menyesal kenapa terlambat menemui sahabatnya. Dia membenci Teo sekaligus menyayanginya.
"Teo menitipkan ini untukmu," kemudian Gio menerimanya.
"Aku dan Jun balik duluan."
Gio hanya mengangguk.
Dengan setia Liani berdiri di samping Gio yang masih betah berdiri. Kakinya terasa pegal dan Liani memilih untuk menunggu Gio di mobil.
Tak berselang lama Liani yang duduk di mobil segera turun karena melihat Siti keluar dari pemakaman.
"Siti, tunggu!."
Siti dan Asih sama-sama berhenti.
"Cincin ini dipakaikan oleh Gio," mereka sama-sama melihat cincin yang ditunjukkan Liani.
"Selamat," ucap Siti.
"Aku harap kamu tidak muncul lagi di hadapan Gio, dia sudah melupakan kamu dan surat perceraian sudah diurus Gio. Mungkin sebentar lagi juga keluar."
"Iya," sahutnya singkat.
Lalu Siti menarik pelan tangan Asih untuk segera meninggalkan tempat itu, karena saat menoleh ke belakang dia melihat Gio berjalan ke arah mereka.
"Kenapa tidak bicara jujur pada Liani?," tanya Asih saat di dalam mobil dalam perjalanan pulang.
"Tidak ada gunanya, Liani sudah dari dulu mencintai Gio. Dan sekarang dia mendapatkan kesempatan itu. Ya, sudah, mau bagaimana lagi kalau Gio nya mau."
"Kamu mencintai Ayah dari anakmu, kalian membutuhkan Gio." Asih menyentuh lembut tangan Siti.
"Tapi sayangnya Gio tidak menginginkan kami," pandangan Siti jauh ke depan.
"Kamu takut Teo tidak menerimamu tapi buktinya dengan tangan terbuka dia menerimamu dan anak kalian dengan senang hati. Aku yang sudah berharap banyak pada Gio, malah mendapatkan sebaliknya."
Siti hamil anak Gio
saat kejadian malam kelam yg lalu,AQ yakin bahwa yg tidur dgn Teo bukanlah Siti melainkan Asih
tetap semangat berkarya kak 💪💪🙏🙏
semoga asih n teo dpt karma yg lebih kejam dari perbuatan nya pada siti