NovelToon NovelToon
Istri Pengganti untuk Om Penyelamat

Istri Pengganti untuk Om Penyelamat

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Pengantin Pengganti / Crazy Rich/Konglomerat / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Dark Romance
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Ladies_kocak

(Tidak disarankan untuk bocil)

Seharusnya, besok adalah hari bahagianya. Namun, Alfred Dario Garfield harus menelan pil pahit saat sang kekasih kabur, mengungkap rahasia kelam di balik wajahnya—luka mengerikan yang selama ini disembunyikan di balik krim.

Demi menyelamatkan harga diri, Alfred dihadapkan pada pilihan tak terduga: menikahi Michelle, sepupu sang mantan yang masih duduk di bangku SMA. Siapa sangka, Michelle adalah gadis kecil yang dua tahun lalu pernah diselamatkan Alfred dari bahaya.

Kini, takdir mempertemukan mereka kembali, bukan sebagai penyelamat dan yang diselamatkan, melainkan sebagai suami dan istri dalam pernikahan pengganti.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ladies_kocak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pengeboman sadis

Salah satu markas milik Alfred berdiri di tengah bukit terpencil, dibangun dari batu granit hitam yang mengilap, menimbulkan kesan dingin dan tak terjamah. Pintu gerbang besi besar dengan ukiran rumit terbuka perlahan, memperlihatkan halaman luas berlapis batu marmer gelap yang berkilau samar di bawah cahaya temaram lampu gantung kristal. Di sekeliling, dinding tinggi dengan kawat berduri mengelilingi bangunan utama, menambah rasa tertutup dan menakutkan.

Alfred melangkah masuk markas dengan wajah beku yang menusuk, dingin bagai es. Tangannya terselip dalam saku, tapi matanya tajam membara, menebarkan aura yang menakutkan. Di belakangnya, Vino bergerak seperti bayangan hitam, menyusul langkah bosnya tanpa sepatah kata.

Markas ini bukan milik Alfred secara penuh—hanya salah satu dari banyak yang dia kuasai. Di ruang utama, berkumpul para anggota dengan napas tertahan, menunggu apa yang akan terjadi. Mereka juga tak bisa berbuat apa-apa dengan seorang penyusup di depan mereka.

Suara dingin Alfred memecah keheningan, “Lepaskan benda itu!” wajahnya tak berubah sedikit pun, bak patung es yang membeku di badai.

“Aku tak akan melepaskan bom ini. Jika harus mati, maka kita akan mati bersama,” sahut pria itu dengan tawa serak yang mengiris telinga.

“Lepaskan sekarang juga, atau keluarga kamu akan menjadi taruhannya.”

Pria itu terkekeh, sama sekali tak takut dengan ancaman Alfred. “Keluarga? Sudah kau hancurkan mereka semua... apa kau lupa? Aku tak punya lagi yang bisa kau ancam.”

Alfred tertawa seram, suaranya menggelegar. "Terlalu banyak korban yang kubunuh, hingga aku bahkan lupa siapa saja mereka," ujarnya santai, menyandarkan diri di kursi yang disediakan Vino. Ia mencondongkan tubuh, kedua sikunya bertumpu di pahanya. "Tapi, kau yakin tak ada keluarga yang tersisa? Kau masih menyembunyikan seorang putri, bukan begitu, Tuan Daniel?"

Kata-katanya menghantam Daniel bagai petir di siang bolong. Wajahnya membeku, denyut jantungnya melompat. Selama ini dia berjuang menjaga putrinya dari bahaya, tapi siapa yang tahu, rahasia itu sudah tercium.

"Jangan kau sentuh putriku, sialan! Kau iblis!" teriak Daniel dengan amarah membara.

Alfred cuma membalas dengan senyum sinis yang membekukan darah, rokok yang terjepit di tangannya mengepul pelan, seolah menikmati penderitaan Daniel. "Kau tak punya hati sama sekali," teriak Daniel putus asa.

Dalam sekejap, Alfred berdiri dan dengan brutal menjambak rambut Daniel, membenturkan kepalanya ke lantai hingga darah mengalir deras, membasahi keramik dingin. Otak Alfred begitu licik, tanpa satu pun terduga, tombol bom yang selama ini di genggaman Daniel sekarang berada di tangannya.

"Kemana bajing*n satu lagi?" tanya Alfred dingin sambil menyerahkan tombol itu ke Vino.

“Bennett sudah membunuhnya,” suara Vino menggelegar.

Alfred menatap tajam, alisnya terangkat penuh tanya. “Bukankah Liam yang mengurusnya?”

Tiba-tiba, tawa Daniel meledak dari lantai, tergugu darah yang mengalir di wajahnya. “Hahaha… Mungkin sekarang dia sudah mati bersama istrinya,”

Alfred meremas kepalan tangannya, otot wajahnya menegang. Dalam sekejap, ia merogoh pistol, menuntaskan amarah yang terpendam dengan tarikan pelatuk yang sunyi. Tubuh Daniel terhempas, mata terbelalak tanpa daya, meluncur ke dinginnya lantai.

“Kita harus cari tahu apa yang terjadi sebelum kita tiba,” perintah Alfred dengan suara berat penuh ketegangan.

Terdengar langkah kaki tergesa dari pintu utama. Alfred hanya melirik dengan ujung matanya, tahu benar siapa yang datang menghampiri mereka. “Al, terjadi sesuatu dengan Liam,” ujar Bennett, sahabat Alfred, napasnya tersengal-sengal.

Alfred segera bangkit, matanya menyala penuh bahaya. “Kediaman Liam dibom?"

Bennett mengangguk tanpa berkata lebih banyak. Tangan Alfred mengepal sekali lagi, aura dingin marah menguasai seluruh tubuhnya. "Sesuai prediksi.. Dua bajingan itu hanya untuk mengalihkan perhatian Liam," ujar Alfred menggertak giginya.

"Jelaskan sekarang juga, Bennett!" desak Alfred dengan suara serak penuh tekanan.

Bennett menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan jantungnya yang masih berdebar kencang setelah berlari ke tempat ini. "Penyusup yang di tangkap Liam. Entah dari mana sumbernya, memberitahu kalau rumahnya sudah dipasangi bom, tepat di ranjang bayinya. Panik, Liam langsung balik ke rumah dan menyerahkan tugas membunuh baj*ing*n itu kepadaku,"

"Sesampainya di rumah, semua ketakutan itu nyata: bom terpasang rapi di ranjang bayi, dan yang lebih mengerikan, Calia penuh luka dan bom terpasang di tubuhnya. Para pengawal juga banyak yang tewas. Setelah itu, kabar darinya terputus. Sebelum menyusulnya, aku sempat mengontak Maxime, satu-satunya yang paling dekat dengan tempat tinggal Liam, berharap dia bisa memastikan keadaan mereka." lanjut Bennett dengan nafas tercekat.

“Kita harus ke tempat Liam sekarang juga,” perintah Alfred cepat, sambil melangkah keluar markas dengan langkah yang tak bisa ditahan-tahan. Vino dan Bennett yang wajahnya pucat pasi penuh kelelahan dan kecemasan segera mengikutinya.

“Vino, kau selidiki siapa dalang di balik semua ini. Saya butuh jawabannya secepat mungkin!” suara Alfred, terus melangkah menuju mobil yang siap melaju.

“Baik, Tuan, saya akan cari tahu,” jawab Vino singkat, lalu tiba-tiba berhenti melangkah, tak jadi mengikuti bosnya.

Alfred menekan gas dengan penuh kemarahan. Mobil melaju secepat kilat, meninggalkan Bennett di sisi penumpang hanya bisa menahan napasnya yang tersengal. Sahabatnya itu, mantan pembalap sejati, kini berubah menjadi badai amarah yang sulit ditahan—semuanya karena kabar buruk tentang Liam yang baru saja sampai ke telinganya.

Tak perlu waktu lama, mereka sampai di depan gerbang rumah Liam. Mata Alfred membelalak, sesaat terhenti dan tak percaya melihat api menyala-nyala, menelan rumah mewah sahabatnya dalam kobaran yang menyesakkan dada. Kerumunan orang berkumpul penuh cemas, menyaksikan petaka itu.

Di tengah kekalutan itu, suara tangisan bayi yang dibawa seorang perempuan cantik memecah kesunyian. Di sampingnya, Maxime berdiri dengan mata merah sembab, mencoba menahan isak.

“Kita terlambat...” bisik Maxime lirih.

Alfred mengepal tangan sampai tulang-tulangnya nyeri, tatapannya kosong menatap ke kejauhan. Sahabatnya… sudah tiada. “Aku menemukan babygirl tersembunyi di semak-semak samping rumah,” suara Maxime bergetar saat ia mengusap lembut kepala bayi mungil yang terbungkus hangat di gendongan tunangannya, Jolina.

Alfred terhenyak. Bayi itu… anak dari Liam dan Calia, yang telah pergi untuk selamanya. “Sepertinya Liam sengaja menyelamatkan babygirl lebih dulu, Al. Makanya dia tak sempat keluar bersama istrinya,” Maxime menambahkan dengan nada berat.

Vino melangkah maju, menarik napas dalam-dalam, baru saja menemukan sebuah fakta mengejutkan. “Tuan… saya sudah menemukan dalang di balik semua ini,”

Alfred memburu, “Siapa?”

Vino menjawab dingin, “Mertua tuan Liam.”

Seolah dunia runtuh, ketiga orang itu membeku. Kejutannya luar biasa, tak terkira. Namun Alfred tetap tampak biasa, tapi wajahnya menahan badai emosi yang ingin meledak.

Jolina merunduk, air matanya tak henti mengalir saat ia mengecup kening bayi yang sudah terlelap. “Orang tua macam apa yang tega membunuh anak dan cucunya sendiri…” lirihnya.

1
partini
lanjut thor 👍👍👍👍
partini
hemmm moga pergi biar kamu kelabakan
Mericy Setyaningrum
alfred riedel kaya pelatih Timnas dulu ehhe
ladies_kocak: oh ya? baru tahu 😁😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!