Benci jadi cinta, atau cinta jadi benci?
Kisah mereka salah sejak awal. Sebuah pertemuan yang didasarkan ketidaksengajaan membuat Oktavia harus berurusan dengan Vano, seorang idol terkenal yang digandrungi banyak kalangan.
Pertemuan itu merubah hidupnya. Semuanya berubah dan perubahan itu membawa mereka ke dalam sebuah rasa. Cinta atau benci?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Suci Aulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sister
Pagi hari menjelang, Okta bangun tepat pukul 07.00 dan sudah tidak menemukan Vano di tempat tidur. Tidak biasanya cowok itu bangun lebih dulu. Okta beranjak dari ranjang sembari menguap kecil, tidak lupa menata selimut kembali supaya tidak berantakan.
"Tumben dia bangun pagi" gumamnya bingung. Selama dia tinggal bersama Vano, ini kali pertama dia melihat Vano bangun lebih pagi darinya.
Tapi Okta tidak ambil pusing. Perempuan itu membuka lemari, mengambil satu handuk bersih sembari melihat apa ada baju yang bisa dia gunakan.
"Ini sih isinya baju Vano semua", tangannya memilah baju-baju yang sudah tertata rapi. Pilihannya jatuh kepada kaos kebesaran berwarna abu-abu, beruntung dia semalam sempat membawa hotpants di dalam tasnya.
Butuh waktu hampir 45 menit untuknya selesai mandi, dia termasuk orang yang betah di kamar mandi kecuali kalau ada urusan mendesak. Tidak heran waktu dulu masih ngekos bersama Rina dia selalu menjadi orang yang mandi paling akhir.
Tubuh Okta yang ramping nampak tenggelam di dalam kaos abu-abu itu. Padahal dia tidak termasuk orang yang pendek. Kaos Vano menjuntai sampai paha, lebih mirip mini dress bahkan jika dilihat dia seperti tidak memakai celana.
Perempuan itu berjalan ke meja rias, merias wajahnya dengan foundation dan liptint. Tidak lupa memakai sedikit maskara supaya bulu matanya terlihat bagus. Meskipun di rumah, Okta tidak akan membiarkan orang lain melihatnya dalam keadaan amburadul. Bisa jatuh harkat dan martabatnya sebagai pramugari.
"Di luar ada Mama Wewe gombel gak ya?" Okta menimang, harus keluar kamar atau tidak. Males banget dia kalau harus bertemu dengan mama tiri Vano itu. Bawaannya pengen buang muka. Tapi dia juga tidak mungkin terus-terusan berdiam diri di kamar, bisa-bisa dia dianggap sebagai mantu gak tau diri.
Okta membuang nafas, tidak ada pilihan lain dia harus keluar. Dia bosan, tenggorokannya juga haus minta diguyur pakai air dingin. Perempuan itu lalu berjalan membuka pintu kamar, melongokkan kepalanya sedikit untuk melihat keadaan di luar. Sepi.
Okta keluar kamar, tak lupa menutup pintu kembali. Perempuan itu berjalan menuruni tangga sembari mencepol rambutnya asal. Dari arah tangga dia bisa melihat Vano sedang ngegym di ruang tengah ditemani oleh Laura dan Lusiana yang asik minum teh. Okta tersenyum simpul, langkah kaki jenjangnya berjalan menghampiri Vano.
"Mama denger Kiara mau pulang ke Indo ya Van?" pertanyaan dari Lusiana membuat langkah kaki Okta terhenti di jarak sekitar 15 meter dari posisi mereka. Vano sontak menghentikan kegiatan olahraganya dan beralih mengambil handuk kecil untuk mengelap keringat.
"Iya" cowok itu menjawab singkat.
Lusi tersenyum senang, berbeda dengan Laura yang nampak biasa saja. Gadis itu cuma diam mendengarkan sembari memakan biskuit gandum yang dia beli kemarin.
"Kapan dia dateng?" perempuan paruh baya itu bertanya lagi, membuat Vano yang sedang minum menatap kearahnya.
"Harusnya sih lusa dia udah sampe sini" sahutnya lagi tanpa menyadari kalau Okta mendengar itu semua.
Okta berdiri mematung disana. Ingatan perempuan itu kembali menerawang saat dimana Bi Inah memberi tahunya tentang hubungan Vano dan Kiara di masa lalu serta seberapa pentingnya posisi Kiara di hidup Vano, bahkan sampai sekarang.
"Jadi Kiara mau dateng?" dia menggumam dalam hati. Ada perasaan resah yang mengganjal hatinya. Bagaimana kalau Vano memilih kembali bersama Kiara, lalu bagaimana nasibnya dan anaknya nanti kalau sampai itu terjadi.
Belum sempat dia berpikir jernih, tanpa sengaja Laura melihat keberadaan Okta. Gadis itu kontan memanggilnya yang membuat semua orang menoleh kaget. "Kak Okta!!"
Okta tersenyum canggung, bahkan saat Laura melambaikan tangan kearahnya pun dia masih berpikir harus mendekat atau tidak. Vano menatap Okta dengan raut wajah tidak terbaca. Melihat Okta cuma diam membuatnya merasa tidak enak hati. Dia yakin perempuan itu mendengar ucapannya tadi.
Vano meletakkan handuk yang tadi dia pakai di kursi. Cowok itu menyurai rambutnya ke belakang sembari berjalan menghampiri Okta.
"Ngapain berdiri disitu?" tanyanya dengan nada rendah. Okta tersenyum kaku, bingung harus berbuat apa.
"Gue bosen di kamar, makanya keluar mau ngajak lo ke taman. Tapi kayaknya lo lagi sibuk olahraga ya" senyum manis yang terkesan dipaksakan, Vano tau itu.
"Gue mandi dulu, tunggu sebentar" tanpa menunggu jawaban dari Okta, Vano langsung melipir masuk ke dalam kamar dan mandi secepat yang dia bisa.
Perempuan itu tersenyum kecil melihatnya. Dia berjalan menghampiri Laura dan Lusi untuk menyapa mereka sekedar basa-basi.
"Pagi Na, Lau"
"Pagi Kak Okta" Laura menjawab dengan semangat, berbeda dengan Lusi yang malah langsung melengos pergi. Okta melihatnya sekilas, tidak peduli. Justru dia lebih senang kalo tidak bertemu perempuan itu. Bukannya mau kurang ajar, amtapi mama mertuanya itu memang tidak menujukkan tampang-tampang mertuable yang bisa disayang.
Melihat tantenya pergi, Laura langsung saja menarik tangan Okta untuk duduk dan mengajak perempuan itu makan biskuit gandum bersamanya. "Nggak usah dipikirin kak, Tante Lusi emang gitu orangnya. Pemilih, judes, tapi aslinya baik kok"
Okta cuma tersenyum simpul menanggapi. Perempuan itu mengangguk kecil lalu menerima sekeping biskuit yang diulurkan Laura.
"Kamu masih sekolah kan ya?"
"Iya, kelas 12 ini. Masih bocil banget kan. Kak Vano aja kadang masih suka manggil aku bocah" gadis itu mencebik kesal. Vano selalu menganggapnya anak kecil padahal umurnya sudah 18 tahun. Umur yang menjadi masa-masanya mengenal cinta monyet.
"Tapi ya kak, kakak itu satu-satunya perempuan yang berhasil naklukin hati Kak Vano setelah putus dari mantannya. Dulu banyak loh yang ngevet banget biar bisa deket sama Kak vano tapi gak ada yang berhasil. Contohnya Kak Selena tuh. Kasian, padahal dia cantik tapi Kak Vano cuma nganggep dia temen" ucap Laura panjang lebar.
"Mantannya Vano itu Kiara?" Okta bertanya padahal dia tau jawabannya.
"Kakak tau dari mana tentang Kak Kia?"
Bahkan Laura pun mengenal baik Kiara, perempuan itu sepertinya memang sudah sangat dekat dengan keluarga Vano. Mama Lusi yang terhitung judes pun bisa dengan mudah menerima Kiara sebagai bagian dari mereka, tapi kenapa dengannya tidak.
"Lau, boleh gak aku tau lebih banyak tentang Kiara?. Dari kamu"
Dengan sedikit bujukan, akhirnya Laura mau memberinya sedikit informasi tentang mantan Vano itu. Informasi yang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan yang diucapkan Bi Inah tempo hari.
"Kak Vano sama Kak Kia tuh udah bareng-bareng lamaaaa banget. Bahkan dulu aku yakin banget kalo mereka bakalan langgeng sampe nikah. Eh ternyata enggak. Emang bener ya, jodoh gak ada yang tau. Buktinya Kak Vano sekarang nikah sama Kak Okta"
"Emangnya dulu mereka putus gara-gara apa?" Okta memancing pertanyaan. Laura menghela nafas panjang, tangannya mengambil keping biskuit gandum lagi lalu memakannya.
"Setau aku ya, Kak Kiara mutusin Kak Vano gara-gara dia dipaksa tunangan sama Kak Felix. Kak Felix itu temen sekampusnya Kak Vano sama Kak Kia dulu. Katanya orang tua Kak Kia ada kerja sama gitu sama Papanya Kak Felix. Dan supaya bisnisnya tetep lanjut mereka harus tunangan dan sekarang Kak Kia sama keluarganya tinggal di Itali. Kalo Kak Felix masih bolak-balik ke Indo"
Penjelasan dari Laura membuat Okta sedikit kaget. Ternyata ada orang tua yang lebih menyebalkan dari orang tuanya. "Jadi itu kayak pertunangan bisnis gitu?!"
"Yup, seperti itu. Makanya habis diputusin Kak Kia, Kak Vano jadi gila kerja. Pengen ngumpulin duit yang banyak supaya bisa bawa Kak Kia balik lagi ke dia katanya"
Okta jadi tambah gusar, apalagi Kiara akan pulang ke Indonesia.
"Tapi itu dulu kak, kalo sekarang kan Kak Vano udah punya Kak Okta. Gak mungkin kan balik kanan puter jalan lagi"
Ucapan Laura membuat Okta meringis kecil. Gadis itu tidak tau aja kalau Kiara masih memegang tahta tertinggi di hati Vano.
"Doain aja ya Lau, semoga Vano otaknya masih lurus sampe anak kami lahir nanti"
......**Hollaaaaa, apa kabar nih semua?. Kangen aku gak?, kangen VanTa?......
...Maaf banget ya guys, othor sekarang sekolahnya full day. Pulang sore teruss, mau mikir naskah jadi buntet. Jangan bosen nunggu ya:)...
...Yukkk, tinggalin like komen share dan vote ya. Kalo sempet komen yang banyak, soalnya aku suka baca komentar kalian. hehee**...
bener itu amp hamidun🤔
kasian tuh sana sini musti pinter nyari jln