NovelToon NovelToon
INGRID: Crisantemo Blu

INGRID: Crisantemo Blu

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Crazy Rich/Konglomerat / Romansa
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: I. D. R. Wardan

INGRID: Crisantemo Blu💙

Di balik nama Constanzo, Ingrid menyimpan luka dan rahasia yang bahkan dirinya tak sepenuhnya pahami. Dikhianati, dibenci, dan hampir dilenyapkan, ia datang ke jantung kegelapan-bukan untuk bertahan, tapi untuk menghancurkan. Namun, di dunia yang penuh bayangan, siapa yang benar-benar kawan, dan siapa yang hanya menunggu saat yang tepat untuk menusuk dari bayang-bayang?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon I. D. R. Wardan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 28 Vendetta

Air menetes, membasahi lantai tempat Ingrid berpijak. Satu kakinya yang tidak terbungkus sepatu tampak pucat berkeriput dan kotor. Sementara satunya, meski tertutup sepatu dan kaos kaki, namun tetap tak luput dari lumpur. Seluruh tubuhnya menggigil sebab bermandikan air hujan. Lutut kanannya lecet. Wajahnya menekuk, matanya bengkak, dan memerah.

Ricc berlari turun dari tangga. Menghampiri Ingrid dengan wajah khawatir yang sangat ketara.

Ricc menjatuhkan kedua tangannya di bahu Ingrid yang berlapis baju basah.

"Ada apa, Sayang? Kenapa kau menembus hujan? di mana sepatumu? Dan bagaimana kau bisa terluka?" cecar Ricc dengan pertanyaan pada putrinya, seraya menyingkirkan rambut-rambut basah yang menutupi wajah cantiknya.

Ingrid terisak, air matanya menetes. "Ayah, ada yang merundungku di sekolah. Mereka menempelkan kertas berisi kata-kata memalukan padaku, dan mengambil sepatuku," adu Ingrid sambil terus terisak.

"APA?!" Api amarah tampak membara di mata Ricc. "Beraninya mereka! Di mana Dario?"

Ingrid menggeleng pelan. "Dario tidak masuk sekolah hari ini."

"Ini keterlaluan! Lain kali jika kau diperlakukan seperti itu, kau harus melawan. Kau putriku, kau tidak sepantasnya diperlakukan seperti ini."

"Tapi, aku tidak ingin menyakiti siapapun."

"Mereka menyakitimu, sakiti kembali," tekan Ricc.

Ingrid tetap menggeleng tak setuju.

Bahu Ricc turun, dia menghembuskan napas singkat. "Terkadang, kita memang dapat mengabaikan perbuatan orang lain terhadap kita. Tapi, itu semua ada batasannya, jika kau merasa mereka telah melewati itu, kau harus bertindak. Kau mengerti, Ingrid?

Ingrid menyapu air matanya. "Iya, Ayah."

Ric mengusap pipi Ingrid. "Bagus, kau harus melindungi dirimu sendiri. Cepat ganti baju, mandi dengan air hangat, setelah itu Ayah akan mengobati lukamu dan membuat sup. Ayah akan mengurus ini dengan pihak sekolah besok."

Ingrid mengangguk patuh, dia pergi ke kamarnya dengan meninggalkan jejak air di sepanjang lantai.

"Jika bukan karena dirimu, ayah pasti akan membuat orang-orang itu merasakan yang lebih buruk."

...•┈┈┈••✦ ♡ ✦••┈┈┈•...

"Tuan! Rekan-rekanku sepertinya telah berhasil membawa Nona Verdani," lapor pria yang tadi diperintahkan untuk menculik Ingrid.

"Sial! Ke mana Lanzo menyuruh kalian membawanya?" tanya Frenzzio dengan emosi tertahan.

"Kami di perintahkan untuk membawanya ke gedung tua tak jauh dari sini, Tuan."

"Hubungi rekanmu! Tanyakan Ingrid berada di sana atau tidak," perintahnya.

"Baik, Tuan."

Pria itu mengambil ponselnya dari saku, lalu menekan nomor yang akan dia hubungi. Telepon itu tersambung, dan jawab oleh orang di seberang sana.

"Dari mana saja kau, Mario? Apa kau tertangkap? Misi kita berhasil, kami telah berhasil membawanya."

"Tenang, keadaanku aman. Apa kalian berada di gedung tua bersama gadis itu?"

"Tidak, kami sudah berada di markas. Gadis itu di bawa oleh Tuan Lanzo sebelum kami membawanya ke gedung tua."

"Apa kalian tahu ke mana Tuan Lanzo membawanya?"

"Tidak, perintah kita hanya sampai di situ. Kenapa kau bertanya? Sikapmu sangat aneh."

Frenzzio merebut ponsel itu, menggenggamnya erat seakan ingin menghancurkannya. "Karena aku ingin tahu."

Hening. "Tu...Tuan?"

"Katakan semua yang kau tahu."

"Sa... saya berkata jujur, Tuan. Kami tidak tahu ke mana Tuan Lanzo membawa gadis itu."

Hening.

"Tapi, saya sempat mendengar tentang hutan dan Lafonzo."

Frenzzio memutus sambungan telepon.

"Tuan!" Hen tiba, bersama beberapa pengawal.

"Hen, siapkan mobil, dan senjata. Aku ingin berkumpul kembali dengan keluargaku."

...•┈┈┈••✦ ♡ ✦••┈┈┈•...

"Menikmati tidur siangmu, Nona Verdani. Oh, tidak! Nona Constanzo." Lanzo tertawa lebar.

Ingrid menatap tajam, tangannya mengepal, dadanya naik-turun dengan tempo cepat. "Apa maumu?"

"Kau tahu? Keponakanku menjadi bodoh dan gila sejak kehadiranmu. Fokusnya terbagi, yang seharusnya hanya tentang menghancurkan Giorgio, tapi terpecah hanya karena jalang sepertimu."

"Dia yang mendatangiku."

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Ingrid, kepalanya tertoleh ke samping, panas menjalar di kulitnya. "Constanzo telah menghancurkan dan merampas semua yang Lafonzo miliki. Tidak akan kubiarkan, keponakanku juga ikut hancur karenamu."

Ingrid diam saja.

"Kenapa kau diam saja? Kau mengharapkan Frenzzio datang ke mari dan menyelamatkanmu? Teruslah bermimpi, dia tidak akan datang."

"Aku tidak pernah mengharapkannya. Aku hanya tahu satu hal, Aku akan keluar hidup-hidup, dan kau tidak."

Satu lagi tamparan kembali dilayangkan. Yang kini membuat Ingrid terjatuh menyentuh lantai. Darah mengalir dari sudut bibirnya.

"Kau terlalu angkuh, sama halnya dengan Constanzo yang lain. Kau tidak lebih dari gadis manja yang berlindung di balik punggung ayahmu. Riccolo Constanzo, benar? Kau dibesarkan olehnya."

"Jangan sebut nama Ayahku dengan mulut kotormu itu!" Ingrid memberontak.

Lanzo mencengkram rahang Ingrid, memaksanya untuk bangun. "Kau tahu, aku memiliki dendam pribadi dengannya. Tapi, dia sudah." Lanzo mengibaskan dan menunjuk tangannya ke atas. "Mati. Kau adalah sasaran empuk untuk melampiaskannya. Dia alasan aku berada di balik jeruji besi, aku tidak akan pernah memaafkannya untuk itu."

"Dan mengapa kau di sini? Seharusnya kau membusuk di sana."

"Aku akan mengakhirimu di sini, jalang!" Lanzo mendorong Ingrid Hingga dia kembali jatuh ke lantai. Lanzo bangkit, Kalian butuh hiburan? Gunakan dia," ucapnya acuh, pada dua pengawalnya.

Mata Ingrid terbelalak, tubuhnya menjadi kaku. "Tidak, Tidak!"

Lanzo tertawa nyaring. "Kau takut? Di mana singa betina tadi? Kenapa tiba-tiba menjadi seekor anak kucing? Oh, jangan takut. Ini akan menyenangkan. Kita akan lihat, apakah Frenzzio masih menginginkanmu atau tidak." Lanzo tersenyum, melambaikan jari-jarinya, kemudian berbalik angkat kaki dari ruangan pengap itu.

...•┈┈┈••✦ ♡ ✦••┈┈┈•...

Ban-ban mobil melindas aspal dan dedaunan kering, kanan dan kiri jalanan di kepung oleh pepohonan dan semak belukar. Frenzzio duduk seraya mengisi magasin dengan peluru. Untuk pertama kalinya sejak bertahun-tahun, dia menginjakkan kakinya lagi di wilayah ini. Dia memasukkan magasin ke dalam pistol hingga terdengar bunyi 'klik.'

Matanya menerawang keluar, menarik napas panjang lalu menghembuskannya perlahan melalui hidung. "Berhenti di sini. Kita turun di sini."

Frenzzio membuka tiga kancing atas kemejanya. Dia keluar, di susul oleh para bawahannya yang berjumlah sembilan orang.

Orang. Dari tempat mereka berdiri, mereka dapat melihat setidaknya bagian atas sebuah bangunan besar yang terbengkalai. Frenzzio menggenggam erat pistolnya.

"Kalian tiga orang masuk dari belakang, kalian berempat, berjaga di kanan dan kiri, Aku, Hen, dan Mario, akan masuk lewat depan. Kalian sudah menghapal denah bangunan yang kuberikan, bukan? Beri informasi berapa jumlah musuh, lumpuhkan yang mengancam," papar Frenzzio dengan mutlak.

"Baik, Tuan!"

"Bergerak sekarang." Semua mengangguk dan mulai berpencar.

Frenzzio, Hen, dan Mario bersiaga. Berjalan dengan hati-hati mendekati bangunan tersebut. Sampai di depan gerbang, Frenzzio mengintip dari sela-sela batu pagar yang rusak. Ada empat orang berjaga di pintu masuk.

"Empat orang, jalan!"

Mereka kembali berjalan.

Kelompok yang lain juga ikut melapor melalui alat komunikasi. Di belakang ada 3 orang yang berjaga, sementara di kanan dan kiri kosong tanpa pengawalan. Frenzzio meminta kelompok di bagian kanan untuk bergabung dengannya, dan kelompok kiri tetap berjaga sebagai pengawas dan bala bantuan jika dalam keadaan terdesak.

Frenzzio menarik pelatuk, satu peluru tepat mengenai dada salah seorang penjaga. Yang lainnya menjadi siaga, pistol di tangan mereka mengarah ke arah Frenzzio, Hen, dan Mario bersembunyi.

Aksi tembak-menembak pun terjadi. Frenzzio dan kedua bawaannya keluar dari persembunyian mereka. Membidik satu-persatu penjaga itu. Mario yang terlambat berlindung akhirnya menjadi korban.

Hen berhasil menghabisi satu orang lagi. Keringat membasahi dahi Frenzzio dan Hen.

Satu peluru kembali dilepaskan saudara angkat Ingrid, penjaga terakhir pun tumbang.

Kelompok yang menyerbu lewat belakang pun berhasil menumbangkan penjaga-penjaga yang berjaga di belakang. Kelompok bagian kanan bergabung dengan Frenzzio. Mereka menerobos masuk ke dalam bangunan terbengkalai itu. Jantung Frenzzio berdebar begitu melangkah masuk.

'Aku pulang.'

...•┈┈┈••✦ ♡ ✦••┈┈┈•...

1
pikacuw
Karya pertama? udah bagus dan rapih bgt loh buat cerita perdana, gaya bahasa mudah dimengerti juga, enak bacanya. Smangatss thorr/Determined/
I. D. R. Wardan: Terima kasih🥰💙
total 1 replies
Riska
thorrr aku sangat menantikan bab selanjutnya /Smile//Smile//Smile/
lopyu thorr
I. D. R. Wardan: Love you toooooo💙💙
total 1 replies
Emi Widyawati
ceritanya bagus, beda sama kebanyakan novel. good jobs thor.
I. D. R. Wardan: makasih ya🥹jadi makin semangat nulisnya🔥Love
total 1 replies
minato
Terhibur banget!
I. D. R. Wardan: makasih udah mampir, semoga gak bosan ya🥹💙
total 1 replies
Yuno
Keren banget thor, aku jadi ngerasa jadi bagian dari ceritanya.
I. D. R. Wardan: Makasih ya🥹
total 1 replies
Yoh Asakura
Menggugah perasaan
I. D. R. Wardan: Makasih ya🥹 author jadi makin semangat nulisnya 💙
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!