NovelToon NovelToon
Perlindungan Anak Mafia

Perlindungan Anak Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Roman-Angst Mafia / Persaingan Mafia
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: Himawari Daon

Jameson, anak Mafia yang hidup di Kanada. Dia terpaksa menculik Luna, seorang barista di Indonesia demi melindunginya dari bahaya.

Ternyata, Luna adalah Istri Jameson yang hilang ingatan selama 5 tahun dan perjalanan dimulai untuk mengembalikan ingatan Luna.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Himawari Daon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15 : Rintangan di Setiap Langkah

Welcome… 

...Happy Reading...

.... ...

.... ...

.... ...

Sesampainya di Taman dengan dibantu cahaya ponsel, Luna berjalan dengan cepat. Dia memang merasa aneh karena tidak ada sama sekali pengawal yang menjaga sejak dia keluar dari kamar. 

Namun, hal itu mempermudahkan dia untuk kabur dari sana. Karena tidak hati-hati, Luna tidak sengaja menginjak batu dan membuat kakinya terkilir. 

Dia jatuh akan tetapi dengan berusaha sekuat tenaga, akhirnya dia bisa bangkit. Luna mengecek kakinya, dia tersenyum menahan sakit. Kakinya yang baru saja sembuh kini terluka lagi. 

Dengan pincang, dia berjalan melewati lapangan pesawat. Luna melirik sekilas pesawat itu terparkir dengan sangat elok. Pandangan nya  fokus ke depan, dia terus memikirkan bagaimana caranya agar dia keluar dari pekarangan itu. 

Sampailah dia di perbatasan garis kuning antara lapangan dengan hutan pribadi milik Jameson. Meskipun sebenarnya dia sangat takut, akan tetapi dia meyakinkan dirinya untuk memberanikan diri. 

Luna menyusuri hutan di jalan setapak, saat dia sampai di tempat kemarin. Dia menghentikan langkahnya. 

Dia melihat sekeliling, “Andrew! Hendry! Aku datang!” panggil Luna dengan nada pelan. 

Tidak ada respon, Luna tidak menyerah. Dia memanggil mereka beberapa kali baru ada sahutan. 

“Itu Nyonya, kita sapa dia!” suara itu terdengar dari arah semak-semak. 

Tidak lama kemudian, beberapa tumbuhan berdiri menampilkan beberapa wajah yang sudah Luna kenali. 

“Nyonya, tengah malam begini sedang apa disini?” tanya Andrew heran. 

“Aku ada perlu, bisakah kalian membantuku?” Luna memperlihatkan wajah memohon. 

“Kami akan sangat senang bisa membantu Nyonya,” sahut Hendry dengan yakin. 

“Tolong tunjukkan aku jalan menuju perkotaan!” ucap Luna memohon. 

Andrew dan Hendry saling berpandangan, “Untuk apa Nyonya ke perkotaan tengah malam begini?” tanya Andrew. 

“Iya, kenapa sendirian? Nyonya tidak meminta Tuan Jameson untuk menemani anda?” tambah Hendry bingung. 

Luna tidak menyangka akan mendapat pertanyaan serumit itu dari mereka. Dia terpaksa harus memutar otaknya untuk berpikir tentang alasan apa yang akan digunakan untuk menjawab pertanyaan mereka. 

Luna mendapat sebuah alasan, akan tetapi alasan itu membuatnya malu. Karena dia tidak ingin mengulur waktu, dia pun akhirnya menggunakan alasan tersebut. 

“A-aku sedang ngidam,” jawab Luna gugup. 

“Ngidam?!” teriak Andrew dan Hendry berbarengan. 

“Nyonya hamil?” tanya Andrew terlihat antusias. 

“I-iya,” pipi Luna kini sudah terlihat sangat merah, dia malu karena ulahnya sendiri. 

“Selamat  Nyonya,” Andrew mengucapkan selamat kepadanya, lalu dia beralih ke arah Hendry. “Hen, sebentar lagi kita punya Tuan Kecil,” imbuhnya menyikut lengan Hendry. 

Luna memaksakan dirinya ikut tersenyum, “Maukah kalian mengantarkan aku sampai keluar hutan ini?!” desaknya. 

“Tentu, kami akan mengantarkan anda.” Kini Hendry menyahut. 

Akhirnya Luna diantar oleh Andrew dan Hendry sedangkan pengawal yang lain tetap di tempat untuk berjaga. 

Mereka sudah berjalan kurang lebih hampir 30 menit. Namun, mereka belum juga sampai di ujung hutan. 

“Hendry, kita harus berjalan berapa lama lagi?” tanya Luna napasnya sudah tak menentu, sesekali dia menyeka keringatnya. 

“Sebentar lagi, Nyonya.” Andrew menoleh sekilas ke arah Luna. 

“Nyonya, anda harus berhati-hati. Kita akan segera melewati jalan yang penuh ranjau!” Hendry mengingatkan dengan wajah dingin. 

“Ranjau??” Luna terkejut. “Jadi, kalau di hutan ini penuh ranjau itu benar?” tanya Luna memastikan. 

“Benar, Nyonya.” Andrew membenarkan. “Tapi, Nyonya tidak perlu khawatir! Selama Nyonya mengikuti jejak kita, Nyonya akan baik-baik saja,” tambahnya meyakinkan. 

Spontan Luna lebih mendekat tepat dibelakang Hendry membuat pria itu menoleh. 

Waktu telah menunjukkan pukul 03.30 dini hari. Akhirnya, Pria kembar itu berhasil mengantarkan Luna di ujung hutan. 

Luna memandang sekeliling, dia belum melihat adanya perkotaan. Dia hanya melihat jalanan sepi. 

“Kalian yakin, kalau aku mengikuti jalan ini akan menemukan perkotaan?” tanya Luna masih ragu. 

“Sangat yakin, Nyonya.” 

Mereka pun berpisah, Pria kembar itu kembali ke tempatnya sedangkan Luna berjalan menuju perkotaan. Meskipun, wanita itu sedikit kedinginan dia tetap kokoh dalam pendiriannya. Dia tak menyerah, dia memaksakan diri berjalan sambil menahan nyeri di kakinya. 

Sesekali dia mengecek kakinya, sedari tadi dia menahan sakit. Dia rela berjalan biasa agar Andrew dan Hendry tidak bertanya macam-macam lagi kepadanya. 

Sekitar 10 menit Luna berjalan, akhirnya matanya menemukan cahaya dari sebuah rumah di sana. Dengan semangat, dia mempercepat langkahnya. 

Cahaya lampu yang dia lihat awalnya sedikit namun semakin Luna melangkah semakin lampu perkotaan terlihat sangat jelas. 

Luna menghentikan lajunya, dia menatap hal indah di hadapannya. Dia senang akhirnya dia bisa bebas dari rumah itu. Matanya pun tak kuasa menahan air mata yang pada akhirnya mengalir. 

Wanita itu mencoba ke depan sebuah Kafe, dia duduk di depan Kafe tersebut. Dia menatap orang-orang yang lalu lalang. Dia tidak tahu apakah mereka kembali pulang atau berangkat untuk bertahan hidup. 

“Mbok, Luna kangen Mbok,” gumam Luna meneteskan air mata. 

Luna teringat perkataan Mbok Gadis kepadanya, “Kamu harus ikut dengannya! Kamu akan aman jika bersamanya.”

Luna tertawa kecil, “Aman? Aku tidak pernah merasa aman tinggal dengan pria brengsek itu.”

Disana Luna lumayan lama, hingga cahaya perkotaan itu mulai padam satu persatu. Luna pun tersadar dari lamunannya, dia berencana untuk meminta pertolongan orang untuk mengantarkan dia ke Kantor Kedutaan. 

Namun, saat dia bangun dari duduk nya. Tiba-tiba, seorang pejalan kaki menabrak dia hingga Luna terjatuh. Dia merasakan nyeri di kakinya, padahal rasa nyerinya tadi sudah tidak ia rasakan. 

“Hey, I'm sorry.” Kata Pria berkepala botak dan berperut gendut. 

Luna sebenarnya ingin marah, namun setelah melihat tampang menyeramkan dari pria itu. Dia mengurungkan niatnya untuk menegur. Dia hanya menghembuskan napasnya panjang demi mengontrol emosinya. 

Luna berusaha bangkit kembali dan berjalan mencari seseorang yang bersedia menolongnya. Namun, sudah beberapa jam lamanya, dia tak kunjung mendapat bantuan dari seseorang. 

Banyak yang menolak Luna saat sebelum dia mengungkapkan apa yang dia inginkan. Sebagian juga memilih untuk mengabaikan Luna, tak sedikit juga yang menganggapnya orang gila karena penampilan Luna yang berantakan. 

Luna melihat dirinya sendiri yang berantakan. Dia sadar tidak membawa apapun dari rumah Jameson. Yang dipikirannya hanya cepat-cepat keluar dari rumah itu tanpa menyiapkan apa yang yang dibutuhkannya. 

Terik matahari membuat Luna berkeringat. Dia berjalan tak tentu arah, sejak mendapat penolakan dari orang-orang dia memutuskan untuk berjalan sendiri ke tempat Kedutaan. 

Namun, dia disadarkan oleh perutnya yang berbunyi. Sontak dia memegang perutnya. Dia juga tidak ingat untuk membawa makanan sedikitpun. 

Saat itu dia melihat toko roti di depannya, dia hanya  memandangnya dari kejauhan tanpa bisa membelinya. Akhirnya, dia berjalan lagi ke sebuah terowongan untuk pejalan kaki. 

Saat sampai di sana, Luna ingin mengistirahatkan kakinya sekaligus untuk berteduh. Dia teringat sesuatu, dia mencoba mengambil ponsel di sakunya akan tetapi dia tidak menemukannya. 

“Handphone ku hilang,” gumam Luna tak percaya dengan suara yang lemah. 

“Ah, orang yang menabrakku tadi,” dia teringat orang  berperut gendut yang sempat menabraknya. Ternyata, tanpa Luna sadari pria itu mencuri handphone nya. 

Luna menghembuskan napas berat. Dia merasa lelah, lapar, dan haus. Tapi, dia tidak bisa berbuat apa-apa. 

“Aku lelah, aku ingin pulang.” Luna menangis. 

Dia menangis begitu lama dan akhirnya dia tertidur di terowongan yang gelap. 

“Akhirnya kita menemukannya.”

“Kita cicipi dulu saja, ya. Lagi pula, Bos tidak memperdulikan hal itu kan?”

“Ngawur kamu! Tapi, tetap saja dia sudah termasuk keluarganya kan!” 

Suara perdebatan itu mengusik telinga Luna. Wanita itu membuka matanya perlahan, dia terkejut mendapati dirinya sudah dikerumuni oleh empat orang yang berwajah menyeramkan. 

“Hey, kamu sudah bangun?” tanya Pria berkacamata hitam. 

Luna merasa takut, dia berusaha menghindar tatkala pria-pria itu ingin menyentuhnya. Dengan sekuat tenaga dia bangkit dan berjalan menjauhi mereka. 

Mereka hanya tertawa melihat Luna berjalan pincang mencoba melarikan diri dari mereka. Dia berusaha mempercepat langkahnya, sesekali menoleh ke belakang. Luna melihat Pria-pria itu mengikuti dengan pelan di belakangnya. 

“Hey, kau tidak perlu takut! Kita tidak akan menyakitimu.”

“Benar, kau hanya tinggal diam dan menikmatinya saja!”

Luna menangis mendengar mereka, dia benar-benar takut. Mengapa hidupnya begitu menderita?? 

Tubuhnya lemah, kakinya nyeri, matanya buram karena air matanya yang menggenang. 

“Apa yang harus aku lakukan??” Dia menangis sesenggukan. 

Apa ini akhir dari semuanya?? Apakah dia mempunyai kesempatan lagi? 

“Apa yang dikatakan Mbok Gadis benar??” 

“Apakah aku akan aman jika bersamanya?” 

Hap. 

Tubuh Luna tertangkap, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya dapat menangis, menangis, dan menangis. 

Tapi, matanya melihat cahaya dari ujung terowongan. Luna menyipitkan matanya, dia melihat seseorang datang menghampirinya. 

“Apa aku sedang berhalusinasi?” Luna masih memperhatikan bayangan itu yang berjalan ke arahnya. 

Dor. 

Suara tembakan terdengar keras, sekelompok pria yang menangkap Luna tadi terlihat ketakutan. Mereka berusaha lari menjauh. 

“Tangkap mereka! Jangan sampai ada yang lolos!” Suara berat itu berteriak. 

Luna jatuh tertahan oleh kedua lututnya. Dia menunduk tak kuasa mengangkat kepalanya. Sepertinya ada malaikat yang menolongnya. Ataukah malah Iblis yang ingin melahapnya? 

Luna mendengar banyak langkah kaki yang melewatinya. Dia juga mendengar ada langkah kaki yang mendekatinya. 

“Luna!!” 

Luna kenal suara itu, dia sangat ingin melihat orang yang memanggil namanya. Namun, pandangannya seketika kabur. Padahal dia hampir saja, melihat wajah orang itu. 

“Are you okay?” Luna masih sadar tubuhnya ditopang oleh seseorang. Namun, lambat laun suara itu mengecil dan kemudian menghilang. 

To be continued

Luna kasihan ya?? 😭😭 Aku nulis ini ikutan mewek tau😭

Gimana perasaan kalian gaes?? Sok atuh di like dan komentar nya 🤧

1
Emmanuel
Bahasanya keren abis.
Himawari Daon: Hehe, terima kasih kakak 🥰 Ini juga baru belajar. Ditunggu bab selanjutnya ya 🤗
total 1 replies
Yoi Lindra
Author, tolong jangan biarkan saya menunggu terlalu lama, update sekarang juga!
Himawari Daon: hehe, siap ditunggu ya gaes😊
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!