NovelToon NovelToon
Bintang Untuk Angkasa

Bintang Untuk Angkasa

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Hamil di luar nikah / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Seiring Waktu / Balas dendam pengganti
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Intro_12

Malam itu menghancurkan segalanya bagi Talita —keluarga, masa depan, dan harga dirinya. Tragedi kelam itu menumbuhkan bara dendam yang ia simpan rapat-rapat, menunggu waktu untuk membalas lelaki keji yang telah merenggut segalanya.

Namun takdir mempermainkannya. Sebuah kecelakaan hampir merenggut nyawanya dan putranya— Bintang, jika saja Langit tak datang menyelamatkan mereka.

Pertolongan itu membawa Talita pada sebuah pertemuan tak terduga dengan Angkasa, lelaki dari masa lalunya yang menjadi sumber luka terdalamnya.Talita pun menyiapkan jaring balas dendam, namun langkahnya selalu terhenti oleh campur tangan takdir… dan oleh Bintang. Namun siapa sangka, hati Talita telah tertambat pada Langit.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Intro_12, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hampir Terbongar

Pagi itu, ruang kerja Angkasa dipenuhi cahaya matahari yang masuk dari jendela kaca besar di sisi kanan ruangan. Sinar itu jatuh ke meja kerja, memantulkan kilau samar dari laptop dan tumpukan berkas yang berantakan. Suasana begitu hening, hanya diiringi suara ketikan laptop yang beradu dengan dengung pelan pendingin ruangan.

Angkasa duduk tegak, wajahnya serius, mata nyaris tak berkedip menatap layar. Sesekali ia mengernyit, memperbaiki detail coding untuk tools promosi Diamond Corp yang tengah mereka kembangkan. Di seberangnya, Ragiel tampak tak kalah sibuk, jarinya cekatan menekan-nekan keyboard, sesekali mengetik catatan kecil di samping laptopnya.

Keduanya sudah terbiasa bekerja dalam keheningan seperti itu. Bagi Angkasa, konsentrasi adalah segalanya, hingga tiba-tiba suara Ragiel memecah hening.

“Pak Angkasa…” Ragiel membuka percakapan dengan hati-hati. Ia menoleh sekilas, memastikan ekspresi Angkasa sebelum melanjutkan. “Tadi di rapat, ada hal yang menurut saya agak janggal.”

“Hem..” Ucap Angkasa seolah memberi isyarat agar Ragiel melanjutkan, tanpa berhenti dari layar laptopnya.

“Pak Hendra sempat menanyakan tentang Talita,” ujar Ragiel pelan. “Nada suaranya… seperti orang yang sedang kehilangan sesuatu.”

Kali ini Angkasa mengangkat kepala, tapi hanya sebentar. Pandangannya kembali ke layar laptop, meski pikirannya sedikit terusik. “Dan?” tanyanya datar.

Ragiel menarik napas, seakan mencoba menimbang kata. “Saya juga merasa aneh. Kenapa di tengah rapat perusahaan sebesar itu, tiba-tiba yang dibicarakan soal Talita…? Dan kebetulan, nama itu, Talita. Sama dengan nama perempuan yang tinggal di rumah Anda.”

Tak ada respons berarti dari Angkasa selain anggukan kecil. Ia tetap mengetik, meski gerakan jarinya tidak selincah tadi.

Namun Ragiel tidak berhenti di situ. “Semalam, saya berbincang sebentar dengan asisten pribadi Pak Hendra. Awalnya hanya basa-basi, tapi entah kenapa pembicaraan itu mengarah ke keluarga Diamond Corp. Dan tanpa saya minta, dia menunjukkan sebuah foto lama. Katanya, foto itu bisa menjawab sebagian rasa penasaran saya.”

Ragiel membuka file dari laptopnya dan mengirimkannya lewat WhatsApp. Tak lama, notifikasi berbunyi di laptop Angkasa. Ia mengernyit, lalu mengekliknya.

Layar menampilkan sebuah foto. Angkasa menatapnya sekilas, lalu kembali mengetik. Tapi Ragiel bersuara pelan, nyaris seperti bisikan, “Itu… foto keluarga Diamond Corp. Lihat baik-baik, Tuan. Anak kecil itu bernama Talita.”

Nama itu langsung menyambar ke pikiran Angkasa, tapi ia tetap berpura-pura tak peduli. “Banyak orang yang namanya Talita,” ucapnya dingin.

Namun dalam diam, rasa penasaran itu mulai mencuat. Tanpa sadar, ia menekan tombol ‘zoom’ di laptop, memperbesar foto itu. Semakin jelas terlihat, sebuah keluarga duduk berjejer rapi. Di tengah, sosok pria yang tak lain adalah Hendra Diamond, berdiri gagah dengan tangan memeluk putrinya, gadis kecil berambut ikal, mengenakan gaun putih.

Tatapan Angkasa mengeras. Ada sesuatu pada gadis kecil itu yang terasa… familiar.

“Ya,” gumamnya akhirnya. “Aku rasa pikiran kita sama. Tapi bagaimana mungkin Talita dari keluarga besar Diamond Corp, sekarang jadi pembantu di rumahku? Hidupnya sengsara, bahkan… nyaris tak punya apa-apa. Mungkin hanya kebetulan mirip wajah.”

Hening merayap, tapi bukan hening yang tenang, melainkan hening yang penuh dengan pertanyaan yang belum terjawab.

Angkasa memejamkan mata sejenak, lalu kembali menatap foto itu. Kali ini ia tak sekadar melihat wajah, melainkan detail kecil di sekitarnya. Pandangannya jatuh pada sesuatu yang menggantung di leher gadis kecil itu. Liontin mungil berbentuk bulat, berkilau di bawah cahaya lampu foto studio.

Ingatan Angkasa langsung melesat ke sebuah adegan beberapa minggu lalu. Ketika ia sengaja mendekat ke Talita di kamar mandi. Saat itu, jarak mereka hanya sejengkal, dan ia sempat melihat dengan jelas kalung yang melingkar di leher Talita. Liontin yang sama persis dengan yang ada di foto ini.

Tangannya perlahan mengepal di atas meja. Dada Angkasa berdegup kencang, seperti genderang perang yang dipukul tanpa henti.

“Ragiel…” suaranya terdengar berat, serak, seperti menahan keterkejutan. “Bagaimana jika Talita yang ada di rumahku itu benar-benar Talita, putri Pak Hendra?”

Ragiel menatap tuannya, mencoba membaca emosi yang tersirat di balik tatapan tajam itu.

Angkasa berdiri mendadak. Kursinya bergeser kasar, nyaris terjungkal. “Ini penting. Aku harus pulang sekarang juga.”

Ia menutup laptop dengan gerakan tergesa, mengambil jasnya tanpa peduli lipatannya kusut. Wajahnya berubah, dari tenang menjadi penuh gejolak, antara curiga, marah, sekaligus takut kalau tebakan itu benar.

Ragiel pun bangkit, mengikuti langkah cepat majikannya. Ia tahu, apa pun yang akan mereka temukan di rumah nanti, bisa jadi akan mengubah segalanya.

^^^^

Langkah Angkasa terdengar berat ketika memasuki rumah. Derap sepatunya memantul di lantai marmer, menggema ke seluruh ruangan. Ragiel yang mengikutinya dari belakang bisa merasakan betapa tegangnya aura tuannya. Sorot mata Angkasa bukan lagi tatapan datar khasnya, melainkan tatapan tajam yang penuh kecurigaan.

“Talita!” suara Angkasa menggema, membuat perempuan itu tersentak. Gelas yang ia pegang nyaris terjatuh.

“A… ada apa, Tuan?” Talita mencoba tenang, tapi detak jantungnya seketika berpacu. Tatapan Angkasa berbeda kali ini, tajam, penuh tuduhan, seperti pisau yang mengupas lapisan demi lapisan rahasia.

Angkasa mendekat, menatap leher Talita dengan seksama. Namun ia tidak melihat apa yang dicarinya. Tanpa aba-aba, tangannya meraih kerah baju Talita, menariknya kasar untuk mengintip dada perempuan itu.

“Mana liontin itu?!” suaranya meledak, nyaring, menusuk telinga.

Talita terpekik, tubuhnya menegang. Refleks, tangannya terangkat dan mendarat keras di pipi Angkasa.

Plaaak! Suara tamparan itu menggema di ruang dapur yang hening.

“Kurang ajar!” jerit Talita, matanya berkilat marah dan penuh rasa hina. “Apa-apaan kau menarik kerah bajuku begitu?! Kau pikir aku siapa?!”

Wajah Angkasa memerah, bukan hanya karena tamparan, tapi juga karena rasa marah yang mendidih. “Jangan mainkan aku, Talita! Aku tahu kau menyembunyikan sesuatu. Aku lihat sendiri liontin itu di lehermu! Jangan bohong!”

“Apa maksudmu? Liontin apa? Kau salah lihat, Tuan! Jangan fitnah aku!” Talita bersikeras, meski jantungnya berdentum panik.

Keduanya berdiri saling berhadapan, dada naik turun, suara saling tumpang tindih. Adu mulut yang panas, serangan kata yang saling menggores.

“Jangan mengelak! Kau kira aku sebodoh itu?!” Angkasa menunjuk tepat ke wajah Talita. “Liontin itu… liontin yang sama dengan yang kupandang di foto keluarga Diamond Corp. Kau tidak bisa lagi berpura-pura!”

Talita tercekat. Ia tahu Angkasa hampir menemukan kebenaran. Tapi ia tidak boleh kalah. Ia harus menutupinya, apapun caranya.

Talita menggigit bibirnya. Ia harus memikirkan alasan lain, kebohongan lain untuk menutupi jejak masa lalunya. Ia tahu satu saja celah, Angkasa akan menghancurkan pertahanannya.

Dan di balik mata penuh amarah Angkasa, Talita menyembunyikan rasa getir yang luar biasa. Sebab kenyataannya, ia memang tidak lagi memiliki liontin itu.

Angkasa berbalik pada Ragiel. “Periksa kamarnya. Geledah semua sudutnya. Aku mau liontin itu sekarang!”

Ragiel ragu sejenak, melirik Talita yang gemetar. Namun perintah adalah perintah. Ia pun masuk ke kamar Talita, membuka lemari, membongkar laci, bahkan mengangkat kasur. Suara benda-benda berjatuhan, kain-kain beterbangan, kamar Talita berubah seperti kapal karam.

Namun hasilnya nihil. Tidak ada liontin.

Angkasa semakin murka. “Bagaimana mungkin…? Aku tidak salah lihat.” Ia memandangi Talita penuh curiga, merasa perempuan itu sengaja mempermainkannya.

Talita hanya berdiri terpaku, dadanya naik-turun menahan emosi. “Aku sudah bilang… kau salah. Dan kau baru saja mempermalukan aku.” Suaranya parau, setengah bergetar.

Angkasa mendengus keras, lalu pergi meninggalkan kamar yang sudah porak-poranda. Ragiel mengikuti, meninggalkan Talita sendirian di tengah kekacauan itu.

Kembali ke Kamar

Talita menutup wajahnya dengan kedua tangan, tubuhnya bergetar. “Maafkan aku, Papa… aku tidak bisa menjaganya,” bisiknya lirih.

Liontin itu bukan sekadar perhiasan. Itu hadiah ulang tahunnya yang kelima, satu-satunya pengingat kasih sayang seorang ayah yang kini jauh darinya. Kehilangan itu membuat dadanya sesak.

Talita terbaring di lantai kamar, air matanya belum benar-benar kering. Tapi pikiran cepatnya berputar. Ia tahu, Angkasa bukan tipe orang yang akan menyerah hanya karena satu kali pencarian. Kalau ia tidak punya jawaban yang meyakinkan, cepat atau lambat, penyamarannya akan runtuh.

Ia duduk perlahan, menatap bayangan wajahnya di cermin yang retak karena terjatuh saat Ragiel membongkar kamar. “Talita… kau harus kuat. Kau tidak boleh kalah sekarang,” gumamnya pelan.

Setelah menarik napas dalam-dalam, Talita merangkai cerita di kepalanya. Sebuah kebohongan yang cukup masuk akal, namun sulit untuk dibantah.

Talita keluar kamar untuk menemui Angkasa, ia menarik napas panjang, menatap Angkasa dengan tatapan basah namun penuh keberanian. Suaranya bergetar, tapi setiap kata terukur rapi.

“Sekarang aku paham liontin yang kau maksud. Kau salah besar kalau mengaitkannya dengan keluarga Diamond Corp.”

Angkasa menyipitkan mata, jelas tidak puas. “Oh ya? Padahal aku punya foto lama, gadis kecil dalam foto itu mengenakan liontin yang sama. Talita kecil… anak dari Hendra.”

Talita langsung tersentak, kembali menyusun alasan. “Liontin ini… bukan barang mewah yang hanya dimiliki keluarga kaya. Justru sebaliknya. Aku membelinya di pasar malam, jauh sebelum aku bekerja di rumahmu. Pedagangnya bilang, kalung itu tidak benar-benar asli dan banyak diproduksi, hanya model pasaran. Mungkin saja anak dari keluarga Diamond Corp juga punya yang serupa tapi asli. Dunia ini kecil, bukan?”

Ia menatap Angkasa lebih dalam, mencoba menancapkan keyakinan. “Kalau kau pikir aku anak orang kaya yang menyamar jadi pembantu… untuk apa aku hidup susah seperti ini? Untuk apa aku rela dipermalukan setiap hari?”

Kalimat itu diucapkan dengan nada getir, seolah penuh luka, padahal sesungguhnya ia sedang memutar balik logika agar Angkasa goyah.

Ragiel yang ikut mendengar percakapan itu sedikit mengerutkan dahi. Ada masuk akalnya. Tapi Angkasa tetap belum puas. Ia mendekat, menatap leher Talita dengan sorot menuntut. “Baik, kali ini aku percaya ucapanmu, tapi tidak sepenuhnya percaya.”

1
Asih S Yekti
lanjut , cerotanya bagus aku suka
Asih S Yekti
penulis baru tp bagus kok g banyak tipo penyusunan bahasanya juga bagus
Intro: Trimakasiih.. /Smile/
total 1 replies
Ceyra Heelshire
kasian banget /Whimper/
Intro
Hai, ini karya pertama ku..
makasih sudah mampir
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!