"Pada akhirnya, kamu adalah luka yang tidak ingin aku lepas. Dan obat yang tidak ingin aku dapat."
________________
Bagaimana rasanya berbagi hidup, satu atap, dan ranjang yang sama dengan seseorang yang kau benci?
Namun, sekaligus tak bisa kau lepaskan.
Nina Arunika terpaksa menikahi Jefan Arkansa lelaki yang kini resmi menjadi suaminya. Sosok yang ia benci karena sebuah alasan masa lalu, namun juga cinta pertamanya. Seseorang yang paling tidak ingin Nina temui, tetapi sekaligus orang yang selalu ia rindukan kehadirannya.
Yang tak pernah Nina mengerti adalah alasan Jefan mau menikahinya. Pria dingin itu tampak sama sekali tidak tertarik padanya, bahkan nyaris mengabaikan keberadaannya. Sikap acuh dan tatapan yang penuh jarak semakin menenggelamkan Nina ke dalam benci yang menyiksa.
Mampukah Nina bertahan dalam pernikahan tanpa kehangatan ini?
Ataukah cinta akan mengalahkan benci?
atau justru benci yang perlahan menghapus sisa cintanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rumachi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Orang yang Sama
"Mari terus bersama, istriku"
Jefan kembali melakukan rutinitas malamnya. Memandangi wajah cantik istrinya, mengelus lembut, dan memberinya kecupan, terakhir selalu ditutup dengan bisikan pelan ungkapan isi hatinya.
Lelaki itu, hanya mau melakukan nya saat Nina sudah tertidur. Bukan karena dia memanfaatkan kesempatan, tapi karena Jefan tidak mau Nina menjadi tidak nyaman karenanya.
Jefan membaringkan tubuhnya dikasur setelah selesai membasuh dirinya. Ia memandang Nina yang tidur di samping. Ingin rasanya Jefan tidur sambil memeluk gadis itu. Tapi menciumi nya diam-diam tiap malam saja sudah membuatnya merasa bersalah, apalagi kalau memeluknya
Padahal dia sudah mengatakan tidak akan menyentuh nya.
Omongan lelaki, memang sulit dipercaya, bukan?
Jefan memiringkan tubuhnya, memunggungi Nina dan menatap kearah jendela balkon. Sunyi sekali, pasti ini yang Nina rasakan tiap hari. Jefan tau itu pasti menyiksa nya, tapi apa lagi yang bisa ia perbuat?
Mana mungkin ia bisa melepas nya, yang ada Nina bisa kembali ditarik oleh keluarga nya yang kejam itu. Dan menjadikan gadis itu sebagai mesin pencari uang.
Jefan juga tidak bisa jika harus bersikap lembut terus padanya, Rasanya seperti menusuk gadis itu perlahan. Untuk itu, cara seperti ini adalah yang terbaik untuknya.
Namun, akhir-akhir ini hatinya terus goyah, tiap melihat senyum Nina, binar bahagia dimatanya, Jefan terus ingin melakukan apapun untuk kebahagiaannya.
Jefan memejamkan paksa matanya frustasi, sulit sekali baginya untuk bisa hidup tenang. Padahal ketenangannya, cukup dengan melihat Nina bahagia. Hanya itu, tapi cara apapun yang Jefan lakukan ujungnya hanya akan terus menyakitinya.
Jefan membuka mata seketika, nafas nya terhenti saat ia merasakan sebuah tangan melingkar didadanya. Jefan juga dapat merasakan usakan kepala yang menempel dipunggung nya.
Apa ini kebiasaan baru tidur istrinya itu?
Selama ini Nina selalu tidur dengan tenang.
Tangannya perlahan bergerak menyentuh tangan Nina yang sudah membalut dadanya. Menyingkirkan, nya sedikit ke perut agar ia tak bisa merasakan degub jantungnya yang tak karuan.
Jefan menghela napas kasar, kalau dia berbalik Jefan pasti bisa langsung bertemu wajah cantik istrinya itu kan?
Tidak bisa. Jefan tidak mau ambil resiko.
Pria itu mengacak rambutnya kasar, menyingkirkan perlahan tangan Nina tanpa melihatnya, kemudian turunkan dari ranjang besar mereka dengan cepat dan pergi keluar kamar.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...----------------...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Apa dia begitu tidak menyukaiku?" gumam Nina pelan.
Nina meremas sprei tempat Jefan tadi berbaring. Sebenarnya yang mana isi hati sebenarnya pria itu? dia dengan seenaknya mencium Nina diam-diam seakan ia mencintainya. Tapi, saat Nina mencoba memberinya sentuhan suaminya itu terlihat sangat tidak menyukai nya.
Nina membuka mata saat melihat Jefan yang memunggungi nya tadi.
Nina tau laki-laki itu belum tidur, terlihat dari gerakan napas nya yang gelisah. Entah keberanian dari mana, Nina berniat menggoda, mendekati tubuh suaminya itu dan memeluknya dari belakang.
Tentu ada harapan, Jefan berbalik dan membalas pelukannya. Nina rasa, jika itu yang terjadi, Nina benar-benar akan sepenuhnya mencintai pria itu lagi.
Tapi yang Nina lihat justru malah helaan napas frustasi, Jefan bahkan langsung pergi meninggalkan nya seteleh menerima perlakuan nya itu. Sungguh memalukan ya?
Menyedihkan sekali Nina.
Harusnya tadi dia tidak melakukan itu.
Mungkin benar Jefan memiliki kepribadian ganda, kadang dia menjadi pria sejati yang lembut dan manis padanya. Kadang dia menjadi pria dingin yang sama sekali tak memiliki ketertarikan padanya.
Sama seperti Nina bukan?
Ada Hati Nina yang masih mencintainya, tapi ada logika Nina yang tidak mau melupakan kebenciannya.
Mereka dua orang yang sama. Bodohnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...****************...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Apa kau punya kebiasan tidur yang buruk Nina?" tanya Jefan disela menikmati sup ayamnya.
"Heum, tidak tau. Aku mana sadar saat tidur"
Jefan tersenyum tipis, hampir tidak terlihat.
"Apa aku mengganggu tidurmu?"
"Ya dengkuran mu cukup keras tiap malam"
Nina memandang sinis pria didepannya ini. Bagaimana bisa ia berbohong dengan wajah datar itu, kalau saja Nina tidak tau kejadian aslinya dia pasti bisa malu karena percaya pada ucapannya.
"Kalau begitu keras sumpal saja mulutku, susah sekali"
Jefan terkekeh, kepalanya masih menunduk menikmati sarapan paginya.
"Padahal yang punya kebiasaan tidur bukan cuma aku saja kan" lanjut Nina dengan wajah agak usil.
Jefan menaikkan alisnya. Nina menahan tawa melihat itu, bukankah kebiasaan suaminya itu lebih aneh dibanding dirinya. Dia suka diam-diam menciumi nya kemudian berkata aneh.
Walau baru dua kali sih, tapi tetap saja aneh bagi Nina. Apa itu semacam ritual baru nya sebelum tidur?
"Apa aku punya?"
Nina mengangkat bahu santai "tidak tau juga sih, kan aku selalu tidur duluan sebelum kau pulang"
Jefan menghela napas lega, hampir dia kira dirinya ketauan.
"Malam ini kau lembur lagi?"
"Iya"
Nina mengangguk, mulai terbiasa dengan segalanya. Gadis itu terus memandangi Jefan yang makan dengan lahap. Suaminya itu selalu terlihat menikmati masakan Nina, membuat Nina merasa bahagia karena dihargai.
Memandanginya yang sudah sedewasa ini, membuat Nina membayangkan apa saja yang sudah dialaminya sampai tumbuh menjadi pribadi keras seperti itu.
Tapi kalau mengingat kejadian kemarin, Nina jadi tau alasan Jefan yang bersifat seperti itu, pasti itu karena ayahnya yang selalu menekannya. Mungkin tidak terlihat kejam sekarang, tapi bagaimana dengan Jefan kecil dulu? Pasti sangat menyakitkan saat seorang anak dianggap sebagai sebuah alat penerus oleh keluarga nya sendiri.
"Aku tau aku tampan, tapi, apa tidak terlalu lama mengagumi ku?"
Nina gelagapan, "Siapa? aku?"
"Siapa lagi?"
"Percaya diri sekali, aku bahkan tidak mengagumimu meski secuil saja"
"Secuil saja pun tidak ya?"
Nina mengangguk penuh semangat. Jefan hanya menyeringai usil "Aku akan coba mempercayai nya"
"Tapi.. aku sungguh tidak begitu.. " ujar Nina tidak terima.
"Ya ya aku mengerti"
Nina mendecih pelan, kemudian matanya mengekori Jefan yang sedang membersihkan alat makan yang tadi ia gunakan.
"Nina, apa kau hidup dengan nyaman sekarang?"
"Kenapa bertanya itu?"
"Jawab saja"
"Heum, awalnya memang agak menyebalkan. Tapi sekarang aku cukup nyaman"
"Baguslah"
"Kau sendiri, bagaimana hidupmu setelah menikah denganku? Apa kau bahagia?"
Pertanyaan itu menggantung di udara, Jefan meremas spons cuci piring yang ada ditangannya. Pria itu mengatupkan rahang dan menghela napas pelan.
Sekali ini saja.
Jujurlah sekali ini saja.
"Cukup bahagia, karenamu"
Hawa panas menjalar ditubuh Nina, membawanya dalam kebahagian yang menggelitik. Katanya begitu manis, sampai terus menempel di telinga nya.
Tapi kenapa dia tidak mau menyentuh nya ya? Bahkan Jefan tidak menginginkan memiliki anak bersamanya. Sebenarnya Jefan menganggap nya apa? Istri? Mantan teman? Orang membutuhkan?
Ditengah semua itu, dengan beraninya Nina menanyakan hal yang paling Jefan benci. Pertanyaan itu adalah hal yang sangat tidak ingin ia dengar dari mulut Nina.
"Apa kau mau jadi orangtua dengan ku, Jefan? Ayo kita punya anak"
Jefan membalikkan badannya dengan tubuh menegang, wajahnya kaku, sangat berbalik sekali dengan sikapnya yang manis beberapa saat lalu.
"Apa kau bertemu ayahku?"
Nina terperanjat melihat kepekaan lelaki ini.
Jefan terdiam, tapi matanya fokus mencari jawaban dari wajah Nina.
"Nina, kau sudah melupakan perbuatan ku padamu dulu?"
"Apa..."
"Mau aku ingatkan? Aku mempermainkan mu, menyatakan cinta padamu lalu saat kau sudah jatuh hati, aku membuangmu"
"Sudah ingat?" lanjut Jefan sarkas. Nada dan wajahnya penuh tekanan hawa dingin yang menusuk.
"Tadi aku hanya.... "
"Kau yakin ingin mempunyai anak bersama lelaki ini?"
Mata Nina bergetar, ia tidak menyangka responnya malah seperti ini. Ternyata jauh lebih sulit menghadapi Jefan dibanding ayah mertuanya sendiri.
Jefan mengeraskan rahangnya, tatapannya kembali tajam, ia menelan ludahnya untuk memaksa diri bersikap tega.
"Apa kau memang orang yang mudah dirayu hanya dengan perlakuan manis?"
"Nina, aku bersikap lembut padamu, karena aku manusia. Aku tidak mau jika telalu dicap sebagai iblis, apa kau luluh hanya karena tindakan itu?"
Nina mengepalkan tangan nya, ia berdiri memancarkan amarah. Matanya memerah ingin sekali memaki pria ini.
"Kenapa aku selalu rendah dimata kalian? Entah itu kau ataupun ayahmu, kalian terlalu menganggap ku manusia rendahan!"
"Apa yang ayahku katakan padamu"
"Sama seperti mu, merendahkan orang seenaknya!"
Nina mendecih pelan, ia menarik rambutnya ke belakang "Apa kau begitu jijik padaku sampai tidak mau memiliki anak dari rahimku? Aku ini istrimu, bukan? itu bahkan bukan sebuah dosa!"
Jefan tertawa sinis melihatnya, ia mengusap air mata yang keluar dari kelopak matanya. Melihat itu semakin membuat Nina teriris.
"Jangan terlalu percaya diri, itu bisa menyakiti harga dirimu"
Jefan mendekat kearah Nina yang sudah menggebu, menundukan badannya untuk menyamakan tinggi mereka.
"Kau hanya bisa membanggakan itu kan? Harga diri, jaga itu baik-baik"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...