Menjadi seorang dokter bedah ilegal di dalam sebuah organisasi penjualan organ milik mafia berbahaya, membuat AVALONA CARRIE menjadi incaran perburuan polisi. Dan polisi yang ditugaskan untuk menangani kasus itu adalah DEVON REVELTON. Pertemuan mereka dalam sebuah insiden penangkapan membuat hubungan mereka menjadi di luar perkiraan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zarin.violetta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak Bisa Menunggu
Keesokan harinya, Ava sudah tak melihat Devon di mansion Revelton.
Sarapan mewah telah disajikan di teras belakang yang menghadap ke taman yang ditata dengan sempurna.
Tapi yang duduk menemaninya bukanlah Devon melainkan ibunya, Joey, yang selalu bersikap ramah padanya.
Di sampingnya, duduk Ryan Revelton, mengawasinya dengan penuh perhatian—pengganti Devon.
“Makanlah yang banyak, Sayang,” ucap Joey.
Ava mengangguk, namun jelas terlihat bahwa matanya penuh pertanyaan tentang Devon.
“Tak perlu khawatir tentang Devon. Dia pasti kembali dengan selamat, bersama kakakmu,” kata Ryan, menenangkan, ketika melihat ekspresi wajah Ava yang terlihat bimbang.
“Maaf, aku melibatkan kalian semua karena masalahku.” Ava menunduk.
“Tidak, Ava. Ini bukan salahmu. Devon sudah melakukan hal yang benar untuk menyelamatkanmu dari pria jahat itu.” Joey memegang tangan Ava.
*
*
Hari berikutnya berlangsung monoton dan rasa khawatir semakin menjadi. Belum ada kabar sama sekali dari Devon.
Ryan, ayah Devon, selalu mengatakan bahwa Devon dalam keadaan baik-baik saja dan Ava tak perlu mengkhawatirkannya.
Tapi itu tetap saja membuat Ava tak tenang dibuatnya. Setiap malam, di balik pintu kamarnya yang terkunci, Ava berjuang melawan kepanikan.
Bagaimana Devon? Di mana Alex? Apakah dia masih hidup? Apakah Devon benar-benar mencari Alex?
Keraguan-keraguan itu menggerogoti pikirannya, membuatnya terbangun di tengah malam, berkeringat dingin, mendengarkan setiap derit lantai tua mansion itu, berharap itu adalah langkah Devon.
*
*
Sementara Ava terkungkung dalam kesunyian dan kepanikan di mansion Revelton, Devon masih fokus dengan pencariannya pada Alex.
Dia berada di markasnya, sebuah tempat yang cukup modern di lantai paling atas menara Perusahaan Revelton di pusat kota.
“Don Vittorio harus jatuh,” ujarnya. Di hadapannya, duduk tim kepercayaannya, Lionel, kepala keamanan yang telah melayani keluarganya selama puluhan tahun, dan Jamie, ahli IT jenius yang wajahnya masih muda tetapi matanya tajam.
“Ini bukan perang biasa, Devon,” kata Lionel, suaranya serak oleh pengalaman. “Vittorio tak mudah. Potong satu kepala, dua kepala lain akan tumbuh. Jaringannya dalam, loyalitasnya dibeli dengan darah dan uang. Hukum tidak pernah bisa menjamahnya.”
“Hukum memiliki batasannya, Lionel. Itulah yang membuatku sulit menangkapnya karena aku terikat peraturan. Tapi kekuasaan Revelton tidak,” sahut Devon, menoleh.
“Kita akan menyerang tidak dengan hukum, tetapi dengan menggali seluruh fondasi kerajaan ilegalnya hingga runtuh,” lanjutnya.
Devon akan memanfaatkan setiap sumber daya keluarganya, pengaruh kekuasaannya.
*
*
*
Hari berlalu dalam ketidak pastian. Setiap detik di mansion Revelton terasa seperti butiran pasir yang jatuh satu per satu, lambat dan menyiksa.
Ava bukan lagi orang yang sabar. Kesabarannya telah habis terkikis oleh ketidakpastian dan rasa takut akan nasib Alex dan juga Devon.
“Apakah ada kabar dari Devon?” tanya Ava suatu sore pada Ryan saat makan malam bersama Joey juga.
“Devon akan menghubungi ketika waktunya tepat. Percayalah, tidak ada berita adalah berita baik. Dia baik-baik saja, Ava.”
Kalimat itu, ‘tidak ada berita adalah berita baik’, terasa seperti siksaan bagi Ava. Bagi Ava, tidak ada berita berarti Alex mungkin terluka, sekarat, atau bahkan lebih buruk.
Itu berarti Devon mungkin juga dalam bahaya, atau, pikiran buruk mulai menyusupi otaknya.
*
*
Keputusasaan memuncak pada suatu malam. Ava berdiri di balkon kamarnya, menatap halaman belakang yang luas dan gelap, dijaga oleh pagar besi tinggi dan kamera pengintai.
Di suatu tempat di luar sana, Alex menunggu untuk diselamatkan. Dan Devon, entah di mana, sedang berjuang.
Dia tidak bisa hanya berdiam dan menunggu seperti putri yang dilindungi. Dia bukan seorang putri.
Dia mulai mengamati. Bukan sebagai wanita yang pasrah, dan mulai merencanakan sesuatu.
*
*