Sang raja terakhir tiada, dan bayangan mulai merayap di antara manusia.
Ketika dunia runtuh, satu-satunya harapan tersisa hanyalah legenda yang tertulis di sebuah buku tua. Riski, pemuda yang mencari ibunya yang menghilang tanpa jejak, menemukan bahwa buku itu menyimpan kunci bukan hanya untuk keluarganya… tetapi juga untuk masa depan dunia.
Dalam perjalanannya, ia harus melewati misteri kuno, bayang-bayang kutukan, dan takhta yang menuntut pengorbanan jiwa.
Apakah ia akan menemukan ibunya… atau justru menjadi Raja Terakhir yang menanggung beban akhir zaman?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dranyyx, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28 : Riski yang tak terkendali
Amira terlihat pucat, tangannya gemetaran. Agen A menatap dingin ke arah Amira, sedangkan Agen B mulai mendekat dengan pisau yang ia putar-putarkan di tangannya." Eksekusi di mulai..."
Riski melotot melihat pemandangan itu. Ia sekejap tak bergeming. Sraattt.. Agen B menghujamkan pisau dengan cepat ke Amira. Aroma darah yang kental menyeruak seketika. Cipratan darah mengotori lengan baju Agen B. "Ahhh kau....."
Tak terduga, Riski ternyata dengan cepat langsung melindungi Amira dengan tangannya. Pisau itu ditahan langsung oleh Riski. "Ahhh aroma ini. Sungguh menyenangkan..." Riski menyeringai kegirangan. Tak ada teriak, tak ada desahan. Yang ada hanya nafas Riski yang kencang dan jantungnya yang berdetak kencang bak genderang perang. "Aku suka...... saatnya menghitung dosa kalian"
Agen B dan A langsung mundur dengan sigap. Amira yang melihat itu seketika tertunduk dan bersandar di tembok. Ia tak berucap apa-apa. Ia hanya melotot.
Agen B yang kaget dengan hal itu menatap tajam kearah Riski." Kau tidak normal. Kau sepertinya tidak tau harga yang akan mau bayar untuk hal ini." Agen A mengirim laporan ke atasannya." Target berubah jadi dua orang. Mungkin agak lama baru selesai urusan kami."
"Jangan mengalihkan pandangan jika kamu masih ingin hidup. Hahahaha.. " Tawa Riski menggelegar di seluruh jalur lorong.
Agen B tanpa membuang waktu, ia langsung melancarkan serangannya ke arah Riski. Pisau itu langsung ia arahkan kembali Riski. Riski seolah membaca serangan itu, langsung menangkap pisaunya. "Kau duluan yah yang akan masuk ke alam baka." Riski yang sudah memegang pisau itu langsung menikam ke arah Agen B. Tak tinggal diam, Agen A menendang tangan Riski. Riski yang sadar dengan serangan itu langsung mundur sedikit. Agen B menerjang. Pukulan hook dari tangan kanannya ia lancarkan ke Riski. Riski langsung menangkap tangan Agen B. Ia tarik dengan cepat ke arahnya. Agen B yang tak punya kuda-kuda yang kuat langsung tertarik.
Pisau di tangan Riski langsung melesat ke dada Agen B. "Arrrrggg." Darah berhamburan kemana-mana." K.. Kau..!" Matanya memerah—pisau itu menembus paru-paru Agen B.
"Ahhhh... Bagaimana nikmat bukan?" Tak sampai disitu, Riski tak memberi ampunan. Pisau itu di putar 360° di dada Agen B. "Agggrr" Darah mengalir menjalar ke tangan Riski. Ia pin menarik tangannya. Agen B langsung tumbang tumbang. Agen B terbaring telentang di tanah, tak bernyawa. Darah mengalir membasahi jalanan, aroma darah segar yang mirip bau logam menghiasi lingkungan itu.
Agen A menatap dengan wajah pucat. "La .. Lapor ... Situasi tak terkendali." Ia berlari sejadi-jadinya meninggalkan rekannya yang terbujur kaku di tanah.
"Mau larii..? Tidak semudah itu om...! " Riski tertawa terbahak-bahak. Ia menikmati suasana itu. Aksi kejar-kejaran pun terjadi. Riski yydi kuasi hasrat membunuh yang kuat mampu menggapai kerah jas Agen A. Ia pun menarik—menghentakkan pria itu ke tanah. Debu membumbung di udara. "Ahkk... Akh.. To.. Tolong." Tatapan putus asa tergambar dengan tegas di wajah pria malang itu." Apa? Aku tidak dengar." Riski menatap pria itu dengan senyum yang lebar. "Tolong lebih keras lagi... Aku mungkin akan mengampuni nyawamu jika kau mau minta tolong."
Pria yang terbaring di tanah itu tak punya pilihan lain." Tolong ampunilah aku. Aku punya anak dan istri di rumah." Pria itu menangis sejadi-jadinya. Riski membungkuk dan menyeretnya dengan sekuat tenaga. Sreetttt... debu mengepul kembali. "Berdirilah dan berjalan menuju ke Amira dan minta maaf." Yak lama kemudian pria itu bangun dan berjalan ke arah Amira yang terlihat lesu dan ketakutan. Di depannya mayat seorang pria tergeletak. Sedangkan Agen A berjalan dengan gemetaran karena di bayangi oleh Riski yang menodongkan pisaunya. "Ma.. Maafkan Aku." Agen A berdiri di hadapan Amira. Riski pun mendekat. "Anak baik."
Tak lama kemudian...
"Akkhh.. " Riski memegang kepala pria itu dan mengg*r*k lehernya. Agen A menoleh dengan mata yang penuh dengan darah. " Kau...!"
"Rasakanlah arti dari keputusasaan atas dosamu manusia terkutuk. Hahahaha....!"
"Agen A? Monitor... Informasikan kejadian. Agen A.. Agen.. A.." Riski menginjak alat komunikasi itu. Dan menendangnya jauh dari tempat ia berada.
Tubuh pria itu langsung tumbang dengan darah yang keluar bak air mancur. Darah itu mengucur deras membasahi sekujur tubuh Amira. Amira berteriak sejadi-jadinya. Hal itu sontak membuat dia tak kuat berteriak lagi. Sejenak ia terdiam. Tak ada teriakan, tak ada gerakan. Amira melihat tubuh kedua pria itu dengan tatapan kosong. Tak berucap apa-apa lagi. "Ri.. Riski? Kamu sadar apa yang kamu perbuat itu?"
"Iyaa aku sadar. Dan sebenarnya aku ga mau melakukan hal ini. Tapi karena satu dan lain hal, entah mengapa hal ini malah jadi menyenangkan." Kata Riski sembari membersihkan noda darah yang menempel di badannya.
Ia berhenti sejenak. Menyulut sebatang rokok yang adalah hal yang menenangkan untuk dirinya saat ini. "Huuuh... Banyak yang terjadi. Entah mengapa setelah semua hal yang terjadi, kurasa membunuh itu," Riski terdiam sejenak. Ia menarik asap rokok lagi. Tatapannya ia arahkan ke wajah Amira dengan dalam." Menyenangkan".
"Kau gila? Otakmu masih berfungsi kan? Hei... kau menghabisi nyawa manusia loh itu..." Dengan bibir bergetar, Amira memberanikan diri untuk berbicara.
"Jangan terlalu naif. Kau saja hampir di bunuh. Aku bahkan tak percaya kau itu agen dari White Angel. Organisasi Virus, White Angel. Apakah yang kalian cari...! " Riski mendekat ke arah Amira yang terduduk lesu. " Orang naif kaya kamu ini tidak pantas menyandang gelar agen. Lebih baik kamu tidur di rumah, scroll tiktok, atau memasak. Aku untung masih menyimpan sedikit belas kasihan kepadamu." Jari telunjuk Riski menekan-nekan pelan pelipis Amira.
"Sudah, jadi mayat-mayat ini mau di apakan? Mau di buang atau... " Tatapan Riski liar menyoroti area sekitar. "Hemm ... Ada drum bensin."
"Wait.. Jangan bilang..." Amira tak mampu melanjutkan ucapannya.
"Ia.. Kamu tak terluka kan? Berdiri sendiri, aku akan membakar mayat ini. Dari pada kita jadi buruan polisi, kan tidak asik jadinya." Riski berdiri, dan menopang tubuh Amira.
Amira tak berucap apa-apa lagi. Yang ia inginkan hanya beristirahat. Setelah lumayan jauh mereka pergi, Riski kembali ke tempat itu dan menghambur bensin , kemudian ia menyulutkan api sehingga area sekitar di situ terbakar. Tak lama kemudian, karena asap yang membumbung tinggi, pihak pemadam kebakaran tiba di lokasi. Tak ada korban jiwa dalam peristiwa itu. Tak ada juga saksi mata. Riski dan Amira menghilang dalam gelapnya lorong.