Ini adalah perjalanan cinta kedua putri kembar Ezar dan Zara.
Arsila Marwah Ezara, si tomboy itu akhirnya berhasil bekerja di sebuah perusahan raksasa yang bermarkas di London, Inggris, HG Corp.
Hari pertama nya bekerja adalah hari tersial sepanjang sejarah hidupnya, namun hari yang menurutnya sial itu, ternyata hari di mana Allah mempertemukan nya dengan takdir cintanya.
Aluna Safa Ezara , si gadis kalem nan menawan akhirnya berhasil menyelesaikan sekolah kedokteran dan sekarang mengabdikan diri untuk masyarakat seperti kedua orang tuanya dan keluarga besar Brawijaya yang memang 90% berprofesi sebagai seorang dokter.
Bagaimana kisah Safa sampai akhirnya berhasil menemukan cinta sejatinya?
Karya kali ini masih berputar di kehidupan kedokteran, walau tidak banyak, karena pada dasarnya, keluarga Brawijaya memang bergelut dengan profesi mulia itu.
Untuk reader yang mulai bosan dengan dunia medis, boleh di skip.🥰🥰
love you all
farala
💗💗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon farala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 28 : Sah
Singapura.
Tak ..tak..tak...
Suara tongkat dengan irama konstan terdengar mendominasi di sebuah lorong apartemen. Dua pria sedang berjalan di sana. Yang satu dengan tampilan casual , sementara yang satunya terlihat gagah dengan setelah jasnya.
Opa Alden di dampingi Rowan sedang berkunjung ke rumah seseorang.
Rowan mengetuk pintu.
Keluar lah wanita cantik berambut pirang yang terlihat sedikit kurus.
" Anda siapa?" Tanya nya heran.
" Maaf, nona ...." Opa Alden menoleh ke arah Rowan, tiba tiba saja dia lupa nama wanita yang berdiri di depannya, padahal Rowan sudah puluhan kali mengulanginya.
" Claudia Jansen, tuan besar."
" Nona Claudia, aku bukan orang jahat. Ada yang ingin aku bahas dengan mu. Boleh aku masuk. Kau tau sendiri kan, orang tua sepertiku, tidak begitu kuat untuk berdiri lama."
Claudia nampak ragu, tapi melihat tampilan kedua pria beda generasi itu, Claudia meyakinkan diri untuk menerima tamunya.
" Silahkan."
Opa Alden duduk di sofa tunggal, sementara Rowan tetap berdiri tegak di belakangnya.
Claudia yang risih sesekali menatap bergantian ke arah Rowan dan opa Alden.
Tatapan itu mengisyaratkan ketakutan yang sangat besar.
" Rowan, duduk. Kau menakutinya . "
Terpaksa, Rowan duduk meski mengambil posisi yang jauh dari opa Alden.
" Ada perlu apa anda menemui saya?"
" Ohh,,,apa kamu mengenal dokter Arhan?"
Tidak langsung menjawab, Claudia tetap menatap ragu pada opa Alden.
Opa Alden terkekeh pelan.
" Sepertinya kau masih meragukan kami, nona Claudia."
" Saya hanya terkejut. Saya tidak begitu banyak mengenal orang di sini, tuan. "
" Maaf, aku belum memperkenalkan diri." Ujar opa Alden.
Rowan memberikan sebuah kartu nama pada Claudia. Claudia mengambil dan membacanya.
Tidak dapat dia pungkiri, raut keterkejutan itu terlihat jelas ketika sekali lagi dia mengulang membaca nama di sana.
"Jadi, anda...."
" Kamu belum menjawab pertanyaan ku."
Claudia meletakkan kartu nama itu di atas meja.
" Iya, tuan Hatcher. Kami saling mengenal."
" Apa kalian menjalin kasih?"
Claudia tersenyum hambar, " Aku tidak bisa menyebut itu sebagai sepasang kekasih. Tapi, kami pernah dekat satu sama lain."
" Sedekat apa, nona Claudia?"
Claudia menelan ludahnya kasar. Jujur, dia tidak ingin membuka aibnya yang begitu memalukan.
" Kedekatan kalian berhasil membuatkan calon penerus keluarga Hartawan, iya kan?"
Claudia terperanjat.
Dia memegangi perutnya.
Setelah memutuskan kembali ke Singapura, Arhan dan Claudia merayakan acara perpisahan. Sebagai teman dekat, keduanya benar benar akrab. Makan bersama, menikmati waktu berdua, hingga berakhir tidur bersama akibat pengaruh alkohol yang membutakan keduanya.
" Bagaimana tuan Hatcher bisa mengetahuinya?
" Tidak ada yang tidak aku ketahui, nona Claudia . Aku hanya akan menanyakan satu hal padamu. Arhan akan menikah, apa kau tidak ingin berbuat sesuatu untuk menghentikan nya?"
" Memangnya apa yang bisa aku lakukan?"
" Aku akan membantumu. Percayalah, Arhan akan kembali padamu."
" Maaf jika saya lancang, tapi apa tuan Hatcher punya kepentingan di sini?"
" Tentu saja, nona Claudia. Aku tidak akan jauh jauh terbang dari London jika tidak mendapatkan apa yang aku inginkan. Aku memberimu tawaran, dan tawaran ku ini tidak akan membuat mu rugi. "
" Lalu, bagaimana caranya , tuan ?"
Opa Alden meletakkan satu buah tiket pesawat di atas meja.
" Berangkat ke Indonesia, kita akan bertemu di sana."
Claudia mengambil tiket tersebut.
" Apa ini akan berhasil? "
" Tergantung dari keyakinan mu."
" Baiklah, akan saya coba."
" Terima kasih , nona Claudia."
*
*
Indonesia.
" Saya terima nikah dan kawinnya Aluna Safa Ezara binti Ezar Fakih Pradipta dengan mas kawin tersebut tunai karena Allah."
" Bagaimana? Sah..."
" Sah....."
" Alhamdulillah."
Ezar tersenyum simpul menatap Arga.
" Kamu gugup?"
Arga mengangkat kepalanya, menatap raut mertuanya yang sangat berwibawa.
" Sedikit, Abi."
Tidak lama berselang , Safa bergabung dengan Arga dan mengambil posisi duduk di samping suaminya.
Jangan tanyakan bagaimana kondisi jantung Arga , itu bak suara rudal balistik yang berjatuhan menghantam bumi. Begitulah kira kira bunyi dentumannya dan lumayan mengganggu kerja jantungnya.
" Afa, cium tangan suami mu." Ujar Abi Ezar.
Arga memberikan tangan kanannya, menggantung di udara selama beberapa detik sebelum akhirnya Safa meraih dan menciumnya.
Tanpa di suruh, refleks Arga memegang dan mencium kepala Safa sesaat setelah wanita cantik itu menunduk mencium tangannya.
Kaget, tentu saja.
Semua terasa aneh dan asing bagi Safa.
Yang duduk di sebelah nya, harusnya Arhan, tapi mempelai pria tiba tiba saja berubah hanya dalam waktu beberapa jam saja.
" Arga sekarang sudah menjadi suamimu, nak. Kau harus patuh padanya. Dan untuk mu nak Arga, jaga dan sayangilah Safa, aku menyerahkannya padamu. Jika suatu hari nanti, kamu tidak lagi menyukai nya, tolong jangan menyakitinya, kembalikan saja Safa pada kami."
Arga tersentak dengan kata kata Abi Ezar.
" Itu tidak akan pernah terjadi , Abi. Aku akan membuatnya hidup di penuhi cinta dan kebahagian." Arga membatin sembari menatap sekilas wajah Safa.
Malam hari, acara berlangsung meriah, resepsi juga di adakan di sebuah hotel berbintang .
Hiasan dan ucapan selamat semua berganti nama. Banyak tamu yang heran, nama mempelai prianya tidak sesuai dengan undangan yang sudah di sebar. Tapi, nampaknya mereka tidak ambil pusing. Yang terpenting, keluarga Brawijaya nampak baik baik saja dengan senyum yang terpancar di wajah mereka.
Di kursi tamu VIP , Marwah duduk bersama Barra dan Liam.
Sampai Arga berdiri di pelaminan , Barra nampaknya tetap syok dan tidak percaya dengan apa yang terjadi.
" Paman ini mau ke acara pesta pernikahan atau paman yang mau jadi mempelainya...."
Kalimat sindiran itu terus berputar di kepala Barra. Mungkinkah ucapannya itu adalah doa? Pamannya yang hanya datang sebagai tamu , akan pulang ke Inggris dengan status yang berbeda.
Bujang lapuk itu kini tidak lagi lapuk, melainkan bertumbuh dengan akar kuat dengan pohon yang rindang . Barra harap, pohon rindang itu mampu menjadi tempat berlindung dan memberikan kesejukan di dalam kehidupan rumah tangganya kelak.
Azima datang menghampiri.
" Mbak Ara."
" Hai sayang, mas mu mana?"
" Ada, itu di sana?" Tunjuk Azima pada Azzam yang berdiri dekat pintu keluar, berbicara dengan beberapa teman temannya.
Barra mengikuti ke mana arah Azima menunjuk, dan seketika rautnya berubah. Di lihatnya sekumpulan pria pria muda dan tampan nampak saling bersenda gurau . Yang membuatnya semakin kesal adalah tatapan Marwah yang terus tertuju ke sana.
Lain lagi dengan Azima , dia justru sibuk memperhatikan Barra.
Azima mencubit lengan Marwah." Itu siapa, mbak?"
" Kenapa kau mencubit ku? sakit tau. " Marwah mengusap lengannya. Kemudian mengikuti netra Azima, " Yang mana?"
" Itu yang duduk di depan mbak."
" Oo..itu bos mbak. Jangan mengganggunya, dia galak."
" Masa sih, tapi tidak sampai menggigit kan?"
" Kau pikir dia hewan buas...Ingat , jangan mendekatinya, mbak mau menemui umi grandma dulu."
" Oke."
Marwah beranjak, netra Barra kini mengikuti kemana sekertaris nya itu pergi.
Begitu lengah, Azima sudah duduk di samping Barra.
" Hai,,," Azima centil menyapa Barra dengan mengangkat tangan kanannya.
Kening Barra mengernyit.
" Kau siapa?"
" Aku? Aku gadis cantik yang mengangkat telpon mu waktu itu, pak tua. Senangnya bisa melihat mu di sini. "
" Pak tua?" Barra kembali mengingat ingat panggilan itu. Begitu ingatannya rampung , Barra tersenyum sinis dan menatap tak suka pada Azima.
" Jadi , itu kau?"
" Kenapa? Apa pak tua ini memasukkan ku ke daftar DPO?"
Barra memijit pelipisnya. Kepalanya tiba tiba pusing mendengar Azima yang tidak mau berhenti berbicara.
" Kau bisa diam!"
" Ups...maaf.."
Hening beberapa menit.
" Apa hubungan mu dengan Marwah?" Lanjut Bara.
" Kalau pak tua berencana menikahi mbak Marwah, berarti pak tua sudah siap bertemu dengan ku tiap hari."
" Kau adiknya?!"
" Iya..Cantik kan?"
...****************...
jangan od pengen deh......langkaaaa
daripada ada gangguan lagi
harus antisipasi za gaaa
kak maaf mau tanya itu kalimat " mengencerkan " emang di buat plesetan atau emang sengaja begitu, kalo emang sengaja nanti aku ikut mengencerkan suasana hati mas Arga yg kepala nya udah nyut²an itu 🤣🤣🤣
pak dewan mau belah duren jadi dipending dulu ni gara" ponakan ma adek tersayang masing"......
bara marwah yang sama-sama heboh pake acara kompak lagi ganggu penganten mau bulan madu😂
semangat ya Arga...
tapi arga gercep banget loohhh, selamat menunggu hari besok