Auristella Queensha Syahreza
Stella. Primadona sekolah,siapa yang tidak terpesona dengannya? Gadis cantik dan tajir semua orang mengaguminya.
Kenan Alvaro Melviano
Kenan. Mostwanted yang dikagumi para gadis. Tetapi memiliki sifat dingin yang tak tersentuh.
Sebuah keberuntungan bagi stella dapat berpacaran dengan kenan. Lelaki yang menurutnya romantis walaupun terkadang menjadi posesif Namun semua kandas ketika dia tahu bahwa kenan hanya menjadikannya bahan taruhan.
Seperti tidak ada rasa bersalah. Kenan tetaplah kanan,selalu mengekang stella walaupun tidak ada hubungan apa-apa.
🌸
"Gue ngak ijinin lo makan ini."
"Dan gue ngak perlu ijin lo." Sinis Stella.
"Gue ngak suka penolakan."
"Gue ngak perduli."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lailararista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pernyataan Cinta
Air mata terus mengalir tanpa bisa dihentikan. Stella berjalan dengan gontai, dia terus berjalan mengikuti arah kakinya. Sesekali Stella terkekeh, berpikir mengapa dia bisa jadi selemah ini. Stella pun mengusap pipinya hingga kemerahan.
“Berhenti! Berhenti!” Stella mengusap pipinya kasar. Dia benci air mata ini.
“Lemah, lemah, lemah, lemah,” Stella berteriak di akhir katanya. Teriakan Stella pun mengundang beberapa pemuda yang sedang nongkrong di warung tidak jauh dari tempatnya.
“Ssst, cewek Bro.”
“Yoi! Cantik ya.” Keempat temannya mengangguk setuju, setelah itu mereka tersenyum miring. “Sikat!”
Stella terus menangis. Meski tidak terisak, air matanya selalu turun. Dia tidak menyadari bahwa bahaya akan menghampirinya.
“Cantik-cantik kok nangis, entar cantiknya hilang loh.”
Napas Stella tercekat, dia menatap takut para preman yang mengerubunginya. Apa lagi sekarang? Mengapa dia harus bertemu dengan preman sialan ini? Takut? Tentu saja Stella takut, kelima preman ini tubuhnya besar-besar.
“Jangan ganggu gue!”
“Gak ganggu kok, Neng. Cuma ngajak main aja, loh.”
Stella menggeleng keras. “Minggir, gue mau lewat!” Stella hendak menerobos, tetapi preman itu menghadang jalannya. “Tolong jangan ganggu gue.” Air mata Stella kembali mengalir deras.
“Gak usah nangis, atuh. Kita gak jahat kok,” ucap preman yang lainnya.
Stella lelah, dia sudah tidak tahu lagi bagaimana caranya untuk kabur dari para preman kampung ini. Stella hanya berharap ada orang yang menolongnya.
“Neng, mau ikut kita gak?”
Stella menggeleng. “Gak!”
“Ayolah ikut kita. Kita janji, mainnya gak kasar.”
Stella menangis sambil memberontak saat para preman itu menarik tangannya. “Lepasin gue, anjing!”
“Eh, anak kecil gak boleh ngomong kasar.”
Stella terus memberontak supaya tangannya dilepas. Namun, apa daya, dia sudah lemah. Perempuan memang sering dikatakan lemah.
“Lepasin dia!”
Stella dan para preman itu sontak melihat ke arah sumber suara. Terlihat Nicholas berdiri di hadapan mereka sambil mengepalkan tangannya menahan amarah.
“Lo gak usah ikut campur,” ucap salah satu preman.
“Gak ada seorang pun yang boleh menyentuh gadis gue!”
Stella memejamkan matanya saat mendengar ucapan Nicholas. Mengapa hidupnya terasa berat seperti ini?
“Gak usah ngaku-ngaku, deh!” ucap preman lainnya.
“Nich, tolongin gue,” keluh Stella.
Nicholas menatap Stella yang sudah seperti putus asa, sepertinya Stella memiliki masalah lain.
“Lepasin dia!” Dengan kasar, Nicholas mengambil Stella dari tangan preman itu. Stella langsung saja memeluk Nicholas dan menyembunyikan wajahnya di dada bidang Nicholas.
“Kalian akan menerima akibatnya!” Nicholas mengambil ponsel dari dalam kantong celananya dan menghubungi seseorang. “Urus mereka,” ucapnya pada orang itu.
Setelahnya, Nicholas langsung membawa Stella ke dalam mobilnya.
Gavin mengepalkan tangannya dan memukul setir mobil dengan kuat. Dia kalah cepat dengan Nicholas, padahal seharusnya dia yang terlebih dahulu menolong Stella. Sementara itu, Stella terus terisak di samping Nicholas. Nicholas pun hanya diam dan membiarkan Stella tenang.
“Lo pasti ada masalah.” Akhirnya Nicholas membuka suara untuk mengisi kesunyian. Namun, nyatanya Stella tidak menjawab. Dia hanya menggeleng sebagai jawabannya. “Kalau mau cerita, gue siap dengerin.”
Stella kembali menggeleng. “Gue gak apa-apa.”
Stella terkejut saat Nicholas mengerem mobilnya secara mendadak. Gadis itu pun menatap Nicholas dengan tatapan heran.
“Sial!” ucap Nicholas. Dia keluar dari dalam mobil dan menatap orang yang sudah menghalangi jalannya dengan tajam.
“Maksud lo apa, ha?!” ucap Nicholas dengan tajam.
“Gue mau Stella sama gue!”
Nicholas menggeram kesal. “Dia dari awal sudah sama gue. Lo gak ada hak buat ngambil dia!”
Gavin terkekeh. “Gak ada hak? Emang lo ada hak?”
Saat Nicholas hendak melayangkan pukulan ke wajah Gavin, suara Stella berhasil membuatnya mengurungkan niat itu.
“Gavin kok di sini?” tanya Stella dengan heran.
“Stella, gue mau ngomong sesuatu sama lo. Lo mau ikut gue?”
Belum sempat Stella menjawab, Nicholas sudah lebih dulu menyangkalnya. “Gak! Lo sama gue aja,” putus Nicholas.
“Maaf, Nich. Sebelumnya makasih udah nolongin gue, tapi sepertinya Gavin memang ada yang mau dibicarakan.”
Nicholas mengusap wajahnya frustrasi. “Terserah,” ucapnya.
“Sekali lagi makasih udah nolongin. Kalau gak ada lo, gue gak bisa bayangin apa yang terjadi sama gue.” Stella tersenyum lembut menatap Nicholas.
“Hm.” Nicholas hanya berdeham, lalu kembali masuk ke dalam mobilnya.
Setelah Nicholas pergi, Stella pun ikut bersama dengan Gavin. Saat Gavin memanggil, Stella hanya berdeham. Gadis itu fokus menatap lautan di depannya dengan damai. Gavin memang membawanya ke pantai untuk melihat sunset.
“Lo tau gak?”
“Hmm?” Stella menatap Gavin sambil menaikkan sebelah alisnya.
“Apa?”
“Gue suka sama lo.”
Napas Stella tercekat, jantungnya berpacu sangat cepat hingga membuat napasnya seolah berhenti saat itu juga.
“Gue cinta sama lo. Mungkin gue bukan cowok romantis yang akan ngasih lo bunga dan kejutan lainnya. Gue emang gak bisa lakuin itu, tapi jujur setelah sekian lama gue mati rasa dan sekarang lo orang yang kembali membuka hati gue.”
Setelah sekian lama kenal dengan Gavin, inilah kali pertama Stella mendengar perkataan yang sangat panjang keluar dari mulut laki-laki itu.
“Gu-gue ….” Jujur saja, Stella tidak bisa berkata apa-apa. Dia tidak tahu harus berbicara apa dan menjawab apa.
“Gue cuma mau lo ikuti kata hati lo. Lo suka atau gak sama gue?”
Stella masih diam karena dia sendiri tidak tahu perihal menyukai Gavin atau tidak. Tidak bisa dimungkiri, dalam otaknya selalu ada Kenan, Kenan, Kenan, dan Kenan. Kenan sudah banyak menyakiti hatinya dari perkataan maupun sikap, tetapi entah mengapa Stella rasanya tidak bisa membenci Kenan.
Terkadang dia sudah muak dengan semua ini, apalagi Kenan sangat tidak bisa menghargai perasaannya.
Stella memang bodoh dan tolol. Sudah jelas Kenan selalu menyakitinya, masih saja laki-laki itu dia pikirkan. Hati kecilnya serasa masih menginginkan Kenan, tetapi itu sudah tidak mungkin karena sepertinya Kenan memang tidak pernah mencintainya.
“Gu-gue gak tau. Gue gak bisa dengerin isi hati gue.” Stella menghela napas kasar. “Gue capek untuk mikirin ini semua. Gue lelah sama semuanya.”
“Gue ngerti.”
Alexa menggerutu kesal karena sedari tadi Axel sibuk memainkan game di ponselnya hingga tanpa sadar telah bersikap cuek kepadanya. Mereka diperintah untuk menjaga ayahnya Stella sebentar karena Lauren tengah pergi keluar. Mereka memang ditinggal berdua, tetapi Axel hanya sibuk sendiri dengan game sialannya itu.
“Axel, mau gue buang ponsel lo?” Tidak ada jawaban, sungguh Alexa ingin memakan game itu sekarang juga. “Axel, denger gue gak sih?”
“Apa, Sayang?”
“Apa Sayang, apa Sayang … gue bosan, tau!” ucap Alexa dengan kesal. Namun, lagi-lagi Axel tidak mendengarnya. “Anjing! Gue tampol lo lama-lama!”
“Sayang ngomong apa tadi, hm?”
Alexa diam mendengar nada bicara Axel yang dingin. Kalau sudah seperti ini, Alexa tidak akan berani lagi untuk menjawab. “Gak ngomong apa-apa,” elaknya.
“Mulutnya mau dihukum?”
Alexa menggeleng keras sambil membekap mulutnya. Saat itu juga, Axel langsung meletakkan ponselnya dan menatap Alexa datar. Alexa yang ditatap seperti itu dengan refleks memundurkan duduknya karena Axel makin mendekat.
“Xel, lo jangan macam-macam deh,” ucap Alexa memelas.
Cup!
Alexa terkejut saat Axel mengecup bibirnya sekilas. Hampir saja dia berteriak karena kaget. Namun, untung saja Axel dengan cepat membekap mulutnya. Kalau tidak, pasti bisa mengganggu ayahnya Stella yang tengah sakit.
“Lo berani ngambil first kiss gue,” rengek Alexa sambil memukul-mukul Axel.
“First kiss apaan? Waktu kecil, gue juga pernah cium bibir lo. Inget gak?” ucap Axel seraya tersenyum menggoda.
“Ish, pokoknya gue kesal sama lo!”
“Utu-utu … Sayang gak boleh kesal, ih.” Ucapan Axel membuat Alexa berlagak sok muntah.
“Di jijik tau gak, Xel!”
“Lo mah gak bisa diajak romantisan. Tadi bilangnya bosan, sekarang sok jual mahal.”
“Bodoh amat, gue ngambek.”
“Ngambek kok pakai bilang-bilang.”
Alexa berdecak kesal. “Pokoknya gue ngambek.”
“Jangan ngambek atuh, Sayang.”
crazy up!