NovelToon NovelToon
BAHAGIA?

BAHAGIA?

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Anak Yatim Piatu / Mengubah Takdir
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Nemonia

berfokus pada kisah Satya, seorang anak dari mantan seorang narapidana dari novel berjudul "Dendamnya seorang pewaris" atau bisa di cek di profil saya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nemonia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 28

"Nyatanya aku tetap hidup sampai kau datang," balas Yoga dengan mudahnya.

"Haish, terserah kau saja lah." Pada akhirnya Tian mengalah dan melajukan mobilnya pergi dari sana. Setelah hampir setengah jam pergi dari tempat sebelumnya, Tian dengan sengaja melajukan mobilnya pelan membiarkan sebuah motor di belakangnya untuk menyalip.

Sesekali Tian melirik spion mengarah pandangan pada pemotor yang sedari tadi membuntuti. Berada di belakangnya meski dirinya telah menyediakan celah melewati mobilnya. "Hish, cecunguk itu membuntuti kita," ucapnya.

Yoga sudah menyadarinya sedari tadi bahwa ada seseorang yang mengawasi, seseorang yang terus membuntuti. Tapi ia sengaja diam.

"Bagaimana? Kita habisi saja?"

"Tidak. Bersikap seperti kita tak menyadarinya saja," jawab Yoga.

Tian menoleh menatap Yoga sekilas dengan sebelah alis meninggi. Namun, pada akhirnya tetap menuruti. Dan seperti rencana, keduanya bersikap seakan tak menyadari bahwa tengah diikuti, bahkan hingga malam tiba keduanya tetap berpura-pura bodoh.

"Kau yakin kita ke sini?" tanya Tian setelah mobilnya berhenti di depan sebuah bar.

Yoga membuka sabuk pengamannya kemudian turun dari mobil diikuti Tian.

"Hei, Ga, kau serius?" tanya Tian sekali lagi dengan suara pelan tak ingin orang yang sejak tadi siang mengikuti mereka menaruh curiga.

Yoga menghentikan langkahnya dan menatap Tian tanpa menunjukkan keraguan sedikitpun. " Kenapa? Bukankah saat muda kau selalu pergi ke tempat seperti ini setiap malamnya?"

Tian menggaruk kasar kepala belakangnya. Tsk, iya, sih. Tapi sekarang kita itu sudah tua. Aku merasa seperti pria tua bangka hidung belang jika masuk ke tempat seperti ini," ujarnya.

Yoga menghela nafas berat. Sebenarnya dirinya juga merasa demikian. Tapi ini adalah salah satu bagian dari rencana. "Kalau begitu kembalilah ke dalam mobil. Aku akan masuk sendiri," perintahnya seraya melanjutkan langkah.

"E- eh? Kau pasti bercanda!" teriak Tian hingga dengan terpaksa mengikuti Yoga di belakangnya. Sebenarnya dirinya sudah berhenti bermain wanita, meminum minuman keras, juga memakai obat-obatan terlarang. Sudah sekitar lima tahun yang lalu dirinya benar-benar bersih dan tak ingin mengulangi kesalahan masa mudanya lagi. Dirinya menyadari, kebiasaan buruk yang dicintainya itu bisa membawanya menuju kematian lebih cepat dari seharusnya. Usia memang tidak ada yang tahu, tapi setidaknya dirinya sudah berusaha lepas dari sesuatu yang merugikan diri sendiri.

Sesampainya di dalam bar, Yoga melangkah menuju sofa kosong di sudut ruangan.

"Setelah sekian lama akhirnya aku masuk ke tempat seperti ini lagi," ucap Tian seraya duduk dan mengedarkan pandangan ke segala arah.

Yoga hanya diam dan tenggelam dalam pikirannya sendiri. Dirinya sempat terkejut mengetahui Tian telah berubah. Tak lagi bermain wanita juga kebiasaan buruk lainnya yang dulu menjadi makanan sehari-harinya.

"Aku sangat ingin bertemu seseorang yang berhasil menyembuhkanmu," ucap Yoga tiba-tiba membuat Tian menoleh menatapnya.

"Apa maksudmu? Kau pikir ada wanita di belakangku yang membuatku berubah? Kau salah, Bung. Aku berubah atas keinginanku sendiri," ucap Tian penuh percaya diri.

Yoga hanya mengedikkan bahu, ia tidak tahu yang dikatakan Tian itu benar atau bualan, yang penting sekarang Tian telah berada di jalan yang benar. Tak berselang lama seorang pelayan menghampiri dan di saat bersamaan beberapa wanita pun menghampiri Yoga dan Tian dengan pakaian dinas mereka kala mencari mangsa. Empat wanita itu masih sangat muda, mungkin seusia Satya atau beberapa tahun di bawahnya.

Yoga memejamkan mata sejenak saat mengizinkan wanita itu duduk mengapit dirinya, di sisi kiri dan kanannya. Ia harap keempat wanita itu bukan teman kampus Satya.

Yoga tersadar dari lamunan teringat kejadian di hari itu. Tian benar, saat itu dirinya merasa sudah seperti pria tua bangka hidung belang yang menjijikan. Meski wajahnya terbilang masih tampan di usianya yang telah kepala empat, tetap saja dirinya sudah memiliki anak yang telah dewasa.

Yoga mematikan rokoknya menekannya pada asbak. Dan kini yang ada di pikirannya adalah, Shintia. Kira-kira, apa yang akan Shintia lakukan setelah melihat foto dirinya waktu itu? Apakah kecewa? Marah? Atau menyerah?

Yoga memijit pangkal hidungnya kemudian menjatuhkan punggungnya ke belakang dengan kepala bersandar kepala sofa menengadah menatap langit ruangan. Memejamkan mata sejenak, dirinya harap semua berjalan sesuai rencananya.

***

"Ayo, Bu. Makanlah." Satya berusaha membujuk Shintia makan karena sejak siang ibunya belum makan apapun. Setelah sadar dari pingsan, Shintia menceritakan apa yang terjadi.

"Ibu tidak lapar," ujar Shintia yang saat ini berbaring menyamping membelakangi Satya. Dirinya sudah seperti remaja yang baru saja putus cinta. Ah, lebih tepatnya mengetahui pengkhianatan yang dilakukan kekasihnya.

Satya hanya diam di mana tangannya tampak lesu memegang piring di atas pangkuan.

"Ibu percaya begitu saja?" ucap Satya tiba-tiba.

Shintia hanya diam, bagaimana tak percaya jika sudah ada bukti nyata?

"Bukankah ibu paling mengerti siapa ayah? Harusnya ibu percaya padanya. Sekarang, apa ibu membenci ayah?"

Shintia tetap diam tak bergeming. Namun, beberapa detik setelahnya membalikkan badan menghadap Satya. Matanya masih tampak sembab sisa menangis tadi siang. Bahkan sampai detik ini air mata masih lolos dari ujung matanya. Tidak, dirinya tidak membenci Yoga. la hanya kecewa. Dan rasa kecewa itu membuatnya berpikir selama ini telah melakukan hal sia-sia. Membuatnya berpikir, apakah selama ini Yoga hanya membodohinya saja?

Satya tersenyum kecil berniat menghibur Shintia. "Apakah Satya boleh jujur? Saat ini Satya seperti melihat seorang remaja yang kecewa pada kekasihnya dan dia tengah merajuk."

Senyum tipis Shintia pun mengembang meski setetes air mata kembali lolos dari ujung mata. Menyeka air matanya, ia pun membalas, "Maaf kau harus mempunyai ibu sekanak-kanakan ini."

Satya menggeleng ringan. "Tidak apa-apa. Justru Satya merasa senang karena bisa menjadi saksi cinta ayah dan ibu. Hal yang pasti tak pernah anak lain rasakan. Mereka hanya bisa mendengar dari orang tua mereka kisah cinta orang tua mereka saat masih muda. Tapi Satya, Satya bahkan bisa menyaksikannya dengan mata kepala Satya sendiri."

Di saat bersamaan, di luar rumah terlihat seseorang berpakaian serba hitam dan memakai penutup wajah berjalan mengendap. Entah apa yang dilakukannya, namun beberapa saat setelahnya bau sesuatu yang hangus pun tercium.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!