MENIKAHI Mr. Arrogan

"Ken, bangun! Kamu ke kantor nggak?" Hana mengguncang bahu Kenaan pelan setelah berusaha memindahkan tangan kekar itu dari perutnya.

"Uhm..." Terdengar sahutan dari Kenaan akan tetapi mata laki-laki itu masih terpejam.

"Ken..." merasa usahanya membangunkan Kenaan sia-sia. Hana lantas mengguncang tubuh itu lebih keras.

"Ahiyaaaa..." sigap Kenaan bangun membulatkan matanya karena terkejut.

"Haha pagi," sapa Hana terkekeh tak kuasa menahan tawanya melihat ekspresi Kenaan karena terkejut.

"Astaga, Na."

"Buruan bangun, udah mau jam tujuh emang kamu gak ke kantor?"

Kenaan menggeleng lesu, baru juga mendapat kesadarannya. Panggilan dari Marvin membuat Kenaan mengernyitkan dahi.

"Ck! Pengganggu," gerutu Kenaan.

"Angkat aja, siapa tahu penting! Marvin gitu juga kan kerja buat kamu, dia bukan orang yang gabut menghubungimu pagi-pagi kalau bukan hal yang penting."

Nasihat Hana membuat Kenaan gemas ingin mencubit pipi sang istri. Namun, urung karena ia harus segera mengangkat panggilan telepon dari Marvin.

"Hm, ada apa?"

"Ken, kau sudah lihat berita? Surat kabar atau apapun berita trending hari ini?" tanya Marvin.

"Ehm belum. Kenapa?"

"Seperti katamu, aku sudah membereskan tugasku tanpa sisa. Lihatlah berita dan pastikan istrimu tidak tahu kalau orang yang membuat Mama kandungnya masuk di dalam sell adalah kita, ehm maksudku kamu! Kan kamu yang minta."

"Jadi..." Kenaan tak melanjutkan kalimatnya dan malah mematikan telepon sepihak, membuat Marvin berdecak kesal di seberang sana karena kelakuan bossnya.

"Ada apa?" tanya Hana.

"Tidak ada? Apa mau mandi bareng?" Kenaan mengalihkan perhatian Hana dengan menggodanya, jangan sampai sang istri melihat ponsel sebelum ia berhasil menenggelamkan berita hari ini.

"Ahhh, nggak! Aku nggak mau," tolak Hana.

Kenaan terdiam, menyadari salah dengan ucapannya Hana pun meralatnya.

"Maksudku belum, Ken! Aku belum siap." Hana menunduk, akhirnya kata itu lolos juga dari bibir meski malu-malu.

"Mana ponselmu sayang?" pinta Kenaan. Ia ingin melihat apakah pemberitaan tentang Melysa masih terlihat di ponsel Hana atau tidak setelah ia berhasil membuat media kembali mentake down berita Melysa.

"Ponsel?" tanya Hana seketika menepuk jidatnya.

"Kenapa? Kau pasti lupa menaruhnya?" tanya Kenaan.

Hana menggeleng, "aku menjatuhkan ponselku saat kecelakaan itu. Ehm, mungkin sudah hilang karena tidak ada yang membawanya kesini."

"Astaga kamu nggak bilang sih Na? Ya sudah nanti siang aku beliin. Atau kamu mau ikut ke gerai? Kamu pilih sendiri model mana yang kamu mau?" tawar Kenaan.

"Kamu aja yang beliin, aku masih pengen di rumah rebahan."

"Oke deh, aku mandi dulu."

Kenaan berlalu masuk ke dalam kamar mandi.

Sementara Hana menyandarkan punggungnya di kepala ranjang kemudian memijat pelipisnya, ia masih saja gugup dan kaku dalam menghadapi Kenaan.

Ting!

Bunyi notif pesan di ponsel Kenaan membuyarkan lamunannya.

Nama Andin terlihat jelas meski Hana tak membuka ponsel milik Kenaan. Hal itu membuat hati Hana tiba-tiba memanas.

'Tuan bisa kita bertemu, ini sangat penting! Jika iya datanglah siang ini ke caffe dekat apartemen Tuan! Saya...'

Hana menghela napas berat, meski hanya melihat potongan chat itu tanpa tau kelanjutan kalimatnya. Agaknya, hubungan Kenaan dengan wanita itu tak seperti perkiraannya dulu. Namun, jika tak salah ingat. Wanita bernama Andin adalah wanita yang dulu menginap di apartemen Kenaan dan Hana melihatnya sendiri pagi-pagi wanita itu baru pergi.

"Astaga, apa aku cemburu?" tanya Hana pada diri sendiri.

Seketika menggeleng dengan cepat meski tangannya mengepal erat. Seolah reaksi tubuh dan pikirannya sedang tak singkron.

Dengan segera meletakkan ponsel Kenaan ke tempat semula sebelum si pemilik selesai dari mandinya.

Ceklek...

"Mandilah, lalu kita sarapan keluar bersama."

Hana mengangguk tanpa kata, ia berlalu ke kamar mandi dengan perasaan entah.

Dongkol sekaligus berusaha mengelak perasaannya.

"Ayo kita sarapan, kamu mau makan apa?" tawar Kenaan menggandeng Hana keluar kamar.

Si empu hanya diam sesaat, "terserah aja, aku apapun mau! Oh iya kamu nggak ke kantor?"

"Besok aja deh, hari ini aku ada temu sama teman. Kamu mau ikut?"

"Ck! Teman? Mungkin maksudmu teman tidur!" batin Hana kesal.

"Ehm, dimana?" tanya Hana memastikan apakah teman yang dimaksud Kenaan adalah Andin. Wanita yang pernah ia lihat menginap di apartemen Kenaan.

"Di The caffe, tepatnya dekat apartemen kita. Makanan disana enak-enak kok, yakin kamu gak akan nyesel!"

"Oh caffe itu, ehm aku di rumah aja ya, Ken! Lagian aku kan masih dalam pemulihan."

"Beneran gak mau ikut?" tanya Kenaan sekali lagi, pasalnya ia akan bertemu dengan Andin. Siapa tahu dengan membawa Hana, Kenaan bisa menunjukkan pada sang istri kalau sebenarnya ia dan Andin tak lagi memiliki hubungan spesial.

Kenaan dan Hana pun memutuskan sarapan bersama di luar.

"Ini apa sih, Na? Kok kuah-kuah gini?" tanya Kenaan setelah menuruti kemauan Hana dan ia malah dibuat heran.

"Ini tuh Soto daging sapi, enak! Seger kalau buat sarapan di jam yang udah menuju siang gini."

Kenaan pun hanya mengangguk-angguk, hal tersebut memancing gelak tawa Hana.

"Kamu belum pernah makan makanan kaya gini?" tanya Hana dengan mata memicing.

"Hehe belum, aku biasanya makan di restorant gak ada menu kaya gini!"

"Yaudah, makan aja. Enak kok!"

Kenaan pun mulai mencicipinya, merasa makanan pilihan Hana sangat nikmat ia bahkan menghabiskannya dengan lahap.

Selesai menandaskan semangkuk soto, Kenaan menyeruput esnya membuat Hana yang hanya memesan teh hangat pun ingin. Karena rasa gerah setelah makan soto memang biasanya membuat Hana ingin segera minum es. Namun, ia sedang mode minum obat agar segera pulih, alhasil ia pun tak mau minum es dan hanya memperhatikan Kenaan sambil membatin kesal.

"Kamu yakin beneran gak ikut? Aku langsung pergi lho tar kamu kangen," goda Kenaan.

Mood Hana yang sudah membaik kembali dibuat berantakan karena ingat Kenaan akan bertemu dengan Andin.

"Ish, ngapain kangen. Ketemu aja tiap hari, Ken!"

"Hm, yaudah! Aku langsung berangkat ya?" tanya Kenaan setelah menghentikan mobilnya di depan rumah.

Ia sempat turun membukakan pintu mobil sisi Hana.

"Hati-hati," ujar Hana meski batinnya sebal.

"Iya sayang!" Kenaan melambai, setelah mobil sang suami hilang dari pandangan, Hana mengomel sendiri.

"Iya sayang iya sayang, tapi masih aja ketemu mantan! Dasar laki-laki buaya empang, emang susah ya kalau punya laki berstempel Cassanova! Celap-celup, punya bibir lemes banget!" Hana menggerutu, bibirnya bergerak-gerak mengungkapkan kekesalannya.

"Maaf Nyonya? Ngapain kok ngomel-ngomel gak jelas di jalan," tegur satpam jaga rumah Kenaan.

"Ish, bapak Kepo!" kesal Hana, mengabaikan satpam rumah. Ia memesan taksi online untuk membuntuti Kenaan diam-diam.