Lima tahun cinta Shannara dan Sergio hancur karena penolakan lamaran dan kesalah pahaman fatal. Bertahun-tahun kemudian, takdir mempertemukan mereka kembali di atas kapal pesiar. Sebuah insiden tak terduga memaksa mereka berhubungan kembali. Masalahnya, Sergio kini sudah beristri, namun hatinya masih mencintai Shannara. Pertemuan di tengah laut lepas ini menguji batas janji pernikahan, cinta lama, dan dilema antara masa lalu dan kenyataan pahit.
Kisah tentang kesempatan kedua, cinta terlarang, dan perjuangan melawan takdir.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RYN♉, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB : Ia Terlalu Mengenalnya
Ponsel di tangan Shannara tiba-tiba bergetar, membuatnya sedikit terlonjak.
Ia sempat berharap itu pesan dari Davin, mungkin kabar lanjutan soal Aldi. Tapi bukan. Ternyata pesan itu dari Lisa.
> Naraaa, kabar baik! Besok kamu udah bisa mulai kerja, ya. Datang aja langsung ke lokasi syuting. Aku udah kirim lokasinya di bawah. Nanti di sana kamu bakal ketemu sama manajer Karina, namanya Monica. Dia orangnya baik banget dan bakal bantu kamu dari awal. Jangan sungkan buat tanya apa pun, oke? Karina juga sosok yang sabar, kalau kamu salah pun paling ditegur pelan, nggak usah khawatir. Semangat yaa, aku percaya kamu bisa! 💪🤍
Shannara membaca pesan itu berulang kali, mencoba mencerna kabar baik yang datang di tengah malam sepi dan pikirannya yang kusut.
Kerja.
Akhirnya ada sesuatu yang bisa ia genggam untuk melangkah.
Jarinya menari pelan di layar, membalas pesan itu:
> Iya, makasih banyak ya Lis. Makasih udah percaya sama aku. Semoga aku bisa ngelakuin yang terbaik.
Begitu pesan terkirim, Shannara menatap pantulan dirinya di kaca jendela rumah sakit.
Wajahnya pucat, matanya sembab, tapi ada sedikit senyum yang muncul. Kecil. Rapuh. Tapi nyata.
Namun senyum itu perlahan memudar saat pikirannya mulai berlari. Besok dia akan bekerja sebagai asisten sementara Karina Kusuma. Nama itu bergema di kepalanya. Karina ... istri sah dari mantannya, Sergio.
Jantungnya tiba-tiba berdetak lebih cepat.
Bagaimana nanti kalau mereka bertemu? Apa dia bisa menatap mata wanita itu, mengetahui bahwa wanita itu adalah orang yang kini mendampingi pria yang masih ia cintai diam-diam? Bayangannya saja sudah cukup membuat perutnya mual.
Dan kalau Karina tahu siapa dirinya dulu bagi Sergio? Shannara menelan ludah. Rasanya tidak sanggup membayangkan. Karina pasti akan langsung menolak. Tak mungkin dia sudi asistennya adalah mantan dari suaminya.
Pikiran itu membuat dadanya terasa berat.
Ia mengembuskan napas panjang, berusaha menenangkan diri. "Udah, Nara. Fokus. Ini cuma kerjaan…" gumamnya pelan, seolah ingin meyakinkan dirinya sendiri.
Ia melangkah lagi di koridor yang panjang, sepi, dan dingin. Tapi baru beberapa langkah, seseorang tiba-tiba menarik lengannya dengan kasar.
"Ah!" Shannara terkejut, hampir kehilangan keseimbangan. Tubuhnya terhuyung, pandangannya berputar karena kaget dan lelah. Tapi sebelum sempat jatuh, seseorang sigap menangkapnya.
Tangan itu kuat, hangat, menahan tubuhnya dengan kokoh.
Jantungnya berdetak keras. Ia mendongak, siap memarahi siapa pun yang berani menyentuhnya. Tapi begitu matanya bertemu dengan tatapan itu, seluruh tubuhnya membeku.
Pria itu memakai hoodie hitam dengan tudung terpasang rapat, masker menutupi sebagian besar wajahnya. Tapi mata itu ... Shannara terlalu mengenalnya; mata tajam berwarna gelap, yang entah kenapa masih terasa sama seperti dulu, seperti ia bisa menembus pikirannya hanya dengan sekali tatap.
"...Sergio?" suaranya lirih, hampir tak percaya.
Pria itu menurunkan maskernya sedikit, memperlihatkan rahangnya yang tegas dan ekspresi tak senang yang jelas terbaca meski dalam cahaya temaram.
"Kenapa? Kaget?" tanyanya pelan tapi nadanya dingin.
Shannara mundur satu langkah. "Kamu ngapain ke sini? Ini rumah sakit, Sergio. Kamu tahu resiko kalau ada orang yang lihat kamu? Kamu nggak seharusnya..."
"Tenang," potongnya cepat. "Aku nggak mau bikin keributan. Makanya aku datang kayak gini."
Ia menunjuk pakaiannya hoodie besar dan masker. Langkahnya mendekat setengah, membuat Shannara refleks mundur lagi. Shannara menghela napas, setengah panik, matanya celingak-celinguk memastikan tak ada orang melihat.
"Kalau sampai ada yang lihat kamu di sini, bisa jadi gosip. Tolong, pergi aja sebelum..."
"Aku nggak peduli." ucapnya datar, tapi matanya menatap lurus ke arah Shannara, tajam, dalam. "Kamu pikir aku bisa duduk diam di rumah waktu tahu kamu ada di sini, di rumah sakit, sendirian, stres, dan…" Ia berhenti, menahan napas. "Dengan dia."
Shannara terdiam.
Dia tahu yang dimaksud Sergio itu Dilan.
Sergio tiba-tiba meraih tangannya, genggamannya hangat tapi kuat. "Kalau kamu takut orang lain lihat kita," katanya pelan, "ayo kita ke tempat yang lebih privat."
Shannara berusaha menarik tangannya. "Lepasin! Aku bisa jalan sendiri, nggak usah dituntun begini."
"Aku tahu. Tapi gimana dong? aku ingin melakukannya."
Kalimat itu membuat Shannara terdiam. Akhirnya, tanpa sadar Shannara membiarkan pria mengenggam tangannya membawanya entah kemana.