Hujan..
Semua pasti pernah mengalaminya..
Ada banyak cerita dibalik hujan, ada cerita bahagia dan tidak sedikit juga yang menggambarkan hujan sebagai cerita sedih..
Hujan..
Yang pasti adalah sesuatu yang menyebalkan..
Tapi arti sesungguhnya dari hujan adalah anugerah TUHAN
HUJAN DI REL KERETA ini adalah sebagian kecil cerita dari yang terjadi dibalik hujan..
Hujan yang awalnya membawa bahagia…
Tapi hujan juga yang merenggut kebahagiaan itu..
Akankah hujan mengembalikan kebahagiaan yang pernah direnggutnya?
Sebuah kisah sederhana, berlatar belakang di sebuah desa terpencil, dengan kehidupan pedesaan pada umumnya.
Semoga bisa menambah pengalaman membaca dan menemani waktu teman-teman semua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Toekidjo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pemandian Umum
Sesampainya dirumah Eris menyandarkan tubuhnya di sofa ruang tamu, matanya nanar menatap langit-langit rumah.
Pikiranya tak bisa lepas dari apa yang baru saja dialaminya di rumah paman Tasmun.
Sambil mencerna apa sebenarnya yang sedang terjadi dengan hati dan perasaanya.
Satu hal yang belum pernah dialami, satu hal yang belum pernah dirasakan.
"Apa yang berbeda dari Fatia?"
"Kenapa dia terasa sangat istimewa?"
Semakin banyak pertanyaan dalam hatinya menggantung tanpa ada jawaban karena dia sendiri tidak tahu penyebabnya.
Semakin larut Eris dalam lamunannya, dikagetkan oleh suara nenek yang datang membawa makan siang.
“Ini makan siangnya, buruan dimakan ya” ucap nenek sambil meletakan sepiring nasi lengkap dengan lauk di atas meja.
“Kenapa dianterin nek, nanti saja saya ambil sendiri” jawab Eris
“Ndak apa, nenek sekalian mau ambil panci buat masak air, yang dirumah nenek bocor jadi ndak bisa dipakai” jawab nenek sambil melangkah ke ruang belakang
“Iya nek” jawa Eris
Kemudian beranjak dari duduknya menyusul nenek ke ruang belakang untuk mencuci tangan.
Kemudian kembali ke ruang depan dan menyantap makan siangnya dengan lahap.
Seusai makan Eris kembali duduk termenung, lagi-lagi bayangan wajah Fatia berlari melambai-lambai seolah mengajaknya untuk menyambut uluran tanganya.
Senyum di bibirnya begitu manis, helaian rambut yang berkibar saat dia mengibaskan kepala kekanan dan kekiri dengan tatap mata yang sayu mengarah kepadanya.
Membuat Eris tersenyum-senyum sendiri dalam buaian imajinasinya.
“Ngelamun apa?” tanya nenek
Eris yang tampak kaget mendapat pertanyaan itu tanpa sengaja menumpahkan air di gelas yang sedang dipegangnya
“Ndak ngelamun kok nek, karena kekenyangan aja” jawab Eris
Nenek tidak berkata apa-apa hanya menggeleng-gelengkan kepala, sambil melangkah pergi.
“Aku tidak boleh seperti ini, aku harus bisa melupakan bayangan Fatia, kalau terus seperti ini bisa-bisa aku jadi gila” gerutu Eris dalam hati.
Dia teringat untuk pergi potong rambut, segera Eris bersiap kemudian berangkat ke barbershop terdekat.
Sesampainya di lokasi Eris mendapati barbershop dalam kondisi sepi, hanya terlihat pak Tarno sedang duduk sambil mengibaskan kipasnya.
“Pak, potong rambut” Eris berkata dan langsung duduk di kursi potong yang sudah tersedia
“Iya nak, silahkan” jawab pak Tarno sambil memasangkan kain pelindung untuk menutupi dada sampai kaki yang dikaitkan di leher Eris.
“Mau potong model apa nih?” Tanya pak Tarno
“Samping kanan kiri tipis, atasnya dibikin keren pak” jawab Eris
“Ashiaapp, saya mulai ya nak! Yukk dibantu prok prok prok jadi apa” ucap pak Tarno
Dengan terampilnya pak Tarno menggerakan mata gunting keatas - kebawah, kekiri dan kekanan dipadu sisir ditangan kirinya crash-crash-crash.. suara mata gunting menebas helai-demi helai rambut Eris.
Setelah hampir satu jam, kini rambut Eris sudah rapi. Dibagian samping kanan dan kirinya tipis hingga kulit kepalanya terlihat. Sedangkan di bagian atasnya disisir ke atas.
“Udah mirip artis korea ini mah” ucap pak Tarno
“Hahaha, udah selesai ya pak” sahut Eris
Udah nak, upahnya seribu rupiah ya!” Kata pak Tarno sembari merapikan kursi dan menyapu rambut yang berserakan di lantai.
“Ini pak, terima kasih” ucap Eris sambil menyodorkan selembar uang seribuan.
“Iya nak, sama-sama. Ngomong-ngomong ini gak ada kembalian gimana ini?” ucap pak Tarno
“Lah pak biaya potong rambutnya berapa emangnya?” Tanya Eris gelisah
“seribu” jawab pak Tarno
“Uang saya seribu” ucap Eris menyelidik
“Iya, jadinya gak ada kembalian ini” jawab pak Tarno sambil menahan tawa.
Eris yang masih agak bingung, tapi mulai memahami arah pembicaraan menjawab sambil berjalan keluar
“Iya pak, bener-bener.. saya pamit ya pak”
Berjalan santai sambil bersiul menyahut kicauan burung di atas pepohonan, Eris melihat dari kejauhan bayangan seseorang yang sepertinya dia kenal.
“Mas Edi” teriak Eris
“Hoi!! Dari mana kamu” jawab mas Edi
Mendengar jawaban itu Eris bergegas mendekat, mempercepat langkah lebih ke berlari-lari kecil.
“Dari potong rambut, mas Edi mau kemana?” tanya Eris saat mereka berdua sudah saling berhadapan.
“Wahh… spakbor baru neh,.. “ ucap mas Edi meledek
“Mau ke pemandian, nyuci baju sedikit sekalian mandi” imbuhnya
“hehehe,... Ikut ya mas, aku juga mau mandi. Habis potong rambut gatel badan banyak serpihan rambut” ucap Eris
Mas Edi adalah anak ketiga dari pakde (kakak dari bapaknya Eris), artinya mereka adalah sepupu.
Berjalan di jalanan utama desa yang masih berbatu sedikit turunan mengikuti bentuk bukit, kemudian menyeberang rel kereta api, lurus ke lembah.
Jalan yang sama yang dilalui saat berkunjung ke rumah paman Tasmun, bedanya rumah paman Tasmun belok kiri dulu trus jalan diatas rel kereta sekitar lima ratus meter kemudian keluar rel ke arah lembah.
Sedang pemandian dari rel langsung turun ke lembah..
Memasuki lembah hamparan sawah memanjang mengikuti area lembah, terdapat anak sungai yang mengalir dari arah selatan ke utara.
Di Sepanjang pinggiran sungai inilah terdapat beberapa pemandian umum yang biasa digunakan oleh warga sekitar. Biasanya dibawah pohon besar yang terdapat sumber mata air.
Kali ini Eris mengikuti mas Edi berjalan ke salah satu pemandian tersebut. Bentuk pemandian nya sudah dibuat sekat-sekat untuk memisahkan bilik laki-laki dan bilik perempuan. Untuk biliknya sendiri kira-kira setinggi satu setengah meter
Sesampainya di pemandian, kondisi sudah lumayan ramai ada beberapa orang yang sedang mandi di bilik laki-laki dan di bilik perempuan beberapa ibu-ibu sedang mencuci pakaian.
Mas Edi langsung masuk ke bilik dan mencuci pakaian kotor yang dibawanya. Begitupun juga Eris langsung membuka kaos yang dikenakan, waktu mau membuka celana panjang dia teringat tidak membawa pakaian ganti.
“Waduh, aku gak bawa pakaian ganti. Pinjam celana pendek kotor ada mas buat mandi” ucap Eris
“Ada tuh, pilih saja!” Jawab mas Edi
Dipemandian untuk yang laki-laki biasanya menggunakan celana pendek, atau celana dalam bahkan ada yang tidak pakai pakaian sama sekali.
Untuk yang perempuan menggunakan kain kemben, dari kain batik atau sarung yang dililitkan ke atas dada.
Pemandangan seperti ini sudah menjadi hal yang biasa.
Selesai mandi Eris kembali mengenakan pakaiannya, kemudian berjalan pulang diikuti mas Edi di belakangnya.
Sesampainya di rel kereta kondisi sudah ramai, banyak muda-mudi yang duduk bergerombol bahkan ada yang berpasang-pasangan.
Hal ini sudah menjadi kebiasaan di daerah ini setiap sore, untuk sekedar berkumpul dengan teman atau menikmati suasana senja di rel kereta.
Eris memutuskan untuk berhenti sejenak, ikut duduk bersama teman sebaya yang sedang duduk bergerombol.
Ada yang habis mandi dipemandian ada juga yang baru mau berangkat, bahkan ada yang sudah rapi, dandan maksimal dan sengaja nampang sore di rel kereta.
“Hoi, cewek banyak tuh, udah lama jomblo gak bosen apa?” Tanya Johan sembari menunjuk ke arah kejauhan ada beberapa cewek sedang duduk bergerombol.
“Gak ada yang mau Jo sama aku, uda miskin jelek pulak” jawab Eris
“Hahahaha” semua yang ada disitu tertawa
“Lah,.. kamu gak ada yang mau, gimana dengan nasibku” ucap Koimang sambil tertawa
Memang kalau dilihat-lihat Koimang ini anaknya item, dekil, rambutnya gondrong.
“Hahahaha” suasana tambah rame
Eris mengarahkan pandanganya ke arah kerumunan cewek yang ada di kejauhan.
"Sepertinya dua diantaranya aku kenal, Alfiah dan Fatia” gumamnya dalam hati.
"Mas Eris" teriak Alfiah sambil melambaikan tangan
Suara Alfiah cukup keras, sehingga semua yang ada disekitar Eris bisa mendengarnya.
Dan secara spontan serempak bersorak histeris,
“Hore…”
“Akhirnya, teman kita yang satu ini tidak akan jomblo lagi” ucap Johan
Eris hanya bengong, saat satu persatu teman mulai meledeknya.
Sedang dari kejauhan Alfiah dan Fatia sepertinya terlihat malu, keduanya menunduk dan menutupi wajah dengan kedua tangan.