Nico Melviano, dia merasa dirinya pria bodoh membuang waktu bertahun-tahun menunggu cinta berbalas. Tapi ternyata salah, wanita itu tidak pantas untuk ditunggu.
Cut Sucita Yasmin, gadis Aceh berdarah Arab. Hanya bisa menangis pilu saat calon suaminya membatalkan pernikahan yang akan digelar 2 minggu lagi hanya karena dirinya cacat, karena insiden tertabrak saat di Medan. Sucita memilih meninggalkan Banda Aceh karena selalu terbayang kenangan manis bersama kekasih yang berakhir patah hati.
Takdir mempertemukan Nico dengan Suci dan mengikat keduanya dalam sebuah akad nikah. Untuk sementara, pernikahannya terpaksa disembunyikan karena cinta keduanya terhalang oleh obsesi seorang perempuan yang menginginkan Nico.
Bagaimana perjalanan rumah tangga keduanya yang juga mengalami berbagai ujian? Cus lanjut baca.
Cover by Pinterest
Edit by Me
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Me Nia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ujian
Nico dan Malik mengikuti Om Badru menuju masjid untuk melaksanakan sholat Ashar berjamaah. Letaknya tak begitu jauh dari rumah Umi. Orang-orang tersenyum ramah setiap kali berpapasan dengan Om Badru dan tamunya.
"Hm, sepertinya bakalan betah kalau tinggal di sini. Suasana kekeluargaan dan gotong royongnya masih kental," ujar Nico nampak senang melihat orang saling menyapa saat berpapasan di jalan.
"Mentang-mentang mau dapat jodoh orang Aceh." Malik mencebikkan bibirnya.
"Kamu ya! Memangnya aku gak lihat kalau kamu curi-curi pandang pada adiknya Suci." Nico balik mencebikkan bibirnya.
Malik spontan membekap mulut Nico. "Awas lo. Gimana kalau kedengeran bokapnya,--" bisik Malik sambil menunjuk dengan ekor matanya ke arah Om Badru yang berjalan di depan mereka. Nico hanya tertawa pelan melihat Malik yang melotot, takut jika bapaknya Rahma mendengar perkataan Nico.
Tes mengaji akan dilaksanakan selepas Ashar. Nico masih duduk sila di masjid, mempersilakan Om Badru untuk pulang terlebih dahulu. Rasa tegang mulai menguasainya, membuat Nico memejamkan matanya sambil mengurut-ngurut kening.
"Kamu pasti bisa. Coba download aplikasi Al Quran, dengerin dulu murotal nanti kamu ikuti!" Malik memberikan motivasi kepada Nico. Beruntung, dulu orangtua menyekolahkan mereka di SD dan SMP Islam Terpadu. Nico dan Malik adalah teman masa SD dan SMP yang kemudian berpisah sekolah saat SMA.
Nico patuh dengan saran Malik. Ia mendengarkan murotal kemudian mengikuti dan mengulang-ngulangnya. Lidah yang bertahun-tahun tak melafalkan kalam Ilahi, membuatnya kelu dan kaku. Nico terus mengulang dan mengulang, kali ini dirinya bisa lebih tenang setelah terbiasa mengulang.
Sebelum keluar masjid, Nico menyempatkan mengecek chat yang masuk. Ia tersenyum melihat status Suci dengan foto secangkir kopi. Nico tentu mengenalnya, itu foto di ruangannya. Nico pun membalas status yang dibuat Suci itu.
"Aku akan kangen kopi buatanmu"
Efek status Suci membuat semangat dan rasa percaya dirinya naik. Ia merasa Suci mulai memperhatikannya.
*****
Nico duduk berhadapan dengan Umi di atas karpet yang digelar di ruang keluarga. Yang lainnya tampak duduk di belakang Nico menjadi saksi.
"Tolong bacakan surah Al-A'la!" ujar Umi memberikan perintah kepada Nico.
Dengan menghela nafas terlebih dulu, Nico mulai mengelola diri untuk tenang dan fokus. Lalu, kalimat Taa'wudz pun terucap dari bibirnya.
Sabbihisma robbikal a'laa....
Ayat demi ayat mengalir dengan irama yang indah. Tak disangka, lagam mengajinya begitu bagus dan penuh penghayatan. Semua yang mendengarkan ikut meresapi dan terbawa suasana.
Hening melingkupi ruangan, selesai Nico membaca surah yang berisi 19 ayat itu. Semua menunggu Umi bicara untuk memberikan keputusannya.
"Nak Nico, terima kasih sudah mau melaksanakan ujian yang Umi pinta. Keputusannya, Umi tidak mengijinkanmu mendekati Suci,---"
Nico sontak saja terkejut dan menatap Umi dengan pandangan sendu. Mendadak tubuhnya terasa lemas tak bertulang, lalu pandangannya tertunduk lesu menatap karpet.
"Tapi Umi merestui kamu menjadi suaminya Suci. Kalaupun Suci menolakmu, Umi lah yang akan membujuknya nanti." lanjut Umi dengan tersenyum tipis melihat reaksi kedua Nico yang kembali terkejut dengan ucapannya.
Sungguh, perasaan Nico seperti teraduk. Perkataan awal Umi telah membuatnya lemas kini berganti dengan kejutan yang membuatnya tak mampu berkata. Lebih dari sekadar ijin, Umi bahkan merestuinya menjadi suami Suci. Nico tersenyum sumringah sambil berucap syukur. Kini, satu tiket utama sudah dikantonginya. Malik dan yang lainnya tampak tersenyum lega.
"Umi, saya mohon, juga kepada Om dan Rahma, kedatangan saya kesini jangan diberitahukan kepada Suci maupun Candra. Biar nanti suatu saat, saya sendiri yang akan mengatakannya," Nico menatap tuan rumah silih berganti agar menyetujui permintaannya. Dan mereka pun mengangguk setuju.
"Rahma, tolong makanannya bawa ke sini. Sekarang waktunya kita makan sore,---" Rahma mengangguk dan bergegas ke dapur mengambil makanan yang telah disiapkan saat para pria berangkat ke masjid.
"Silakan di makan nak, maaf hanya seadanya saja. Umi tidak tahu akan kedatangan tamu jauh ke sini."
Nico dan Malik mengangguk pelan. Entah karena sudah lewat masa tegang atau memang karena lapar, keduanya begitu bersemangat melihat menu yang tersaji di depannya. Ada nasi putih ditemani ayam tangkap dan cah kangkung yang masih hangat dan menguarkan wangi sedap. Berlima, mereka menyantap makanan dalam suasana santai penuh kekeluargaan.
*****
"Bang, di rumah Umi sedang ada tamu 2 orang pemuda dari Jakarta." lapor Yana, orang kepercayaannya yang disuruh mengawasi rumah Umi, ia selalu berharap Suci akan pulang.
Saat itu, setelah malam percintaannya dengan Nisa, yang diluar kesadarannya, esoknya Rafa pergi dengan marah. Meninggalkan rumah istrinya sampai dengan saat ini. Ia kini membeli rumah sendiri hasil kerja kerasnya menambang emas.
"Apa kau tahu maksud kedatangan mereka?" Rafa, pria yang dipanggil abang itu merasa tertarik mendengar kabar yang disampaikan sang anak buahnya.
"Saya tidak tahu persis Bang. Tapi saat saya ikut ke masjid, salah seorang dari mereka latihan mengaji," jawab pelapor.
Rafa tertegun, teringat dulu saat dirinya melamar Suci. Mengaji menjadi syarat dari Umi, sebelum dirinya diterima.
"Apa jangan-jangan,---? Oh tidak!" Rafa bangkit dari duduknya.
"Yan, aku akan pergi ke Jakarta, kamu urus pekerjaan di sini selama aku pergi!"
Yana mengangguk patuh terhadap Rafa, bossnya itu.
Jakarta
Suci tersenyum lebar melihat ada chat dari Nico. Ia baru sempat membuka ponsel saat perjalanan pulang ke rumah.
"Seneng banget kelihatannya, chat dari siapa?" Candra yang sedang menyetir, sekilas melirik Suci yang senyum-senyum sendiri.
"Eh, ini...cuma ada yang lucu aja." Suci sedikit terkaget, ternyata Candra memperhatikannya.
"Mas Nico pergi ke mana ya, kok serasa ada sesuatu yang hilang. Ah, mungkin karena terbiasa tiap hari ada jadinya merasa kehilangan. Rasanya ingin bertanya tapi siapalah aku baginya. Tunggu dulu, aku gak boleh punya perasaan lebih. Ia sudah punya Winda. Tidak-tidak,---"
"Adek Suci, tadi senyum-senyum sekarang murung geleng-geleng kepala, aneh kamu ya." Candra menyentil hidung mancung sang adik yang kini murung.
"Ayo cerita, ada apa hmm," ujar Candra sambil pandangannya tetap fokus melihat jalan.
"Gak ada Bang, cuma cape saja. Mas Nico lagi cuti dan ia ngasih tugas banyak," Suci mengeles membuat alasan yang lain.
"Mas?" Candra mengernyit heran.
"Sejak kapan kamu memanggil Nico dengan sebutan 'Mas', sudah akrab banget kesannya."
"Oh itu....sejak kapan ya? Aku juga lupa. Dia yang memintanya Bang, kalau di kantor dan ada orang lain baru boleh panggil 'Pak'." Jawab Suci seadanya.
"Ah sudah, jangan bahas aku. Bang, bagaimana pendapat Abang tentang Salma?" Suci sedikit memiringkan badannya, menatap Candra yang tak berpaling dari memandang jalanan.
"Salma itu kinerjanya bagus, cekatan, komunikatif. Pokoknya Abang cocok bekerja dengan dia."
"Bukan itu maksud yang aku tanyakan. Apa Abang tak memandang Salma secara pribadi? Aku lihat ia cantik, baik, supel,---" Suci berusaha memancing isi hati Candra yang sebenarnya. Apakah Abangnya itu punya ketertarikan terhadap Salma atau tidak.
"Abang profesional aja. Ia hanya sekretaris Abang, tak lebih." Jawaban singkat Candra membuat Suci terdiam. Ia teringat Salma yang menanyakan soal Abangnya saat kemarin makan siang. Ia melihat Salma yang sering curi-curi pandang, membuatnya yakin kalau Salma menyukai Abangnya itu.
Cocok sih...pengusaha emas dan pengusaha hotel 😍