Lanjutan dari Beginning And End.
Hasane Reina... selamat dari kematian. Di rumah sakit Osaka, mayat Reina di bawa oleh dua perawat. namun setelah perawat itu mengunci pintu kamar mayat, terungkap identitas yang membawa Reina ke ruang mayat, yaitu Reiz dan Tia.
Reiz dan Tia menukar mayat Reina dengan boneka yang hampir menyerupai diri Reina. Lalu Reina secara diam diam di bawa ke Rusia, untuk menukar jantung nya yang rusak dengan jantung robot yang akan bertahan di akhir tahun.
Namun supaya dapat hidup selama nya, Reina harus mencuri sebuah jantung, sumber kehidupan. Namun yang ada di benak Reina saat ini adalah membalas kan dendam nya kepada ayah kandungnya sendiri, Yaitu Hasane Danton. Reina berencana akan mengambil jantung Danton dan membunuh nya dengan sangat keji.
Apakah Reina berhasil? dan apa yang akan Reina lakukan selanjutnya? apakah dia masih menyembunyikan diri nya bahwa dia masih hidup kepada Kei dan yang lainnya? itu masih sebuah misteri....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon raffa zahran dio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 : Menonton pertarungan.
Reiz berdiri tegak, siluetnya tampak gagah di bawah cahaya lampu ruangan. Ia menarik napas dalam, matanya menyapu wajah-wajah anggota tim yang masih dipenuhi keterkejutan. "Sebelum kita menutup rapat ini," suaranya berat, dipenuhi dengan emosi yang rumit—campuran kelegaan, keprihatinan, dan sedikit bangga, "ada satu laporan penting yang harus saya sampaikan kepada kalian semua. Laporan tentang Hasane Reina… dan apa yang sebenarnya terjadi di Jepang."
Suasana ruangan berubah menjadi tegang. Semua mata tertuju pada Reiz, menunggu penjelasannya. Reiz menghela napas, kemudian mulai menceritakan kisahnya dengan detail. "Di Jepang, lebih tepatnya di Tokyo, Reina diculik oleh Danton dan Alexander. Mereka membawanya ke Osaka. Namun, penyerangan oleh teman-teman Reina terjadi bukan setelah beberapa hari, tetapi setelah satu bulan Reina ditawan…"
Reiz berhenti sejenak, menciptakan ketegangan yang mencekam. Ia melanjutkan, suaranya semakin berat, "Bukan hanya Reina yang diculik. Celina Andras, atasan saya, juga diculik bersama Kenzi, Hanna, Leon Rombert—pacar Nona Andras—dan Kono, tangan kanan Andras."
Seketika itu juga, ruangan dipenuhi dengan desisan terkejut. Jimmy, Helena, Alice, dan Mike—anggota tim yang lain—bereaksi dengan serentak. Mata mereka melebar, mulut mereka terbuka sedikit, menunjukkan keterkejutan yang mendalam. "A… apa? Andras dan Leon juga diculik?" Jimmy berseru, suaranya dipenuhi dengan ketidakpercayaan. Mike menambahkan, "Apa yang terjadi selanjutnya?" Ketegangan di ruangan semakin meningkat.
Reiz mengangguk pelan, matanya berkaca-kaca. "Baiklah, Mike Wilson," katanya pelan, lalu ia menggerakkan tangannya, dan sebuah layar hologram besar muncul di tengah meja, menampilkan rekaman video pertarungan yang menegangkan.
"Penyerangan terjadi pada tanggal 1 Agustus, jam 18.00," Reiz menjelaskan, suaranya bergetar sedikit. "Tiga pemimpin pasukan pemanah elit Nona Andras melancarkan serangan mendadak ke gudang narkoba Danton di Osaka. Mereka dilengkapi dengan persenjataan canggih dan terlatih dengan sangat baik. Sunsan Ryu memimpin pasukan utama, Sima Hiro di sisi kiri, dan Kazama Chins di sisi kanan. Mereka menggunakan panah api untuk membakar gudang tersebut, menciptakan kekacauan yang luar biasa."
Jimmy, yang masih terkejut, mengangguk kagum. "Sangat cerdas," katanya, suaranya dipenuhi dengan kekaguman. "Serangan panah api itu bisa menurunkan kewaspadaan Danton dan Alexander, menciptakan kesempatan bagi tim penyerang untuk masuk."
Reiz tersenyum tipis, sebuah senyum yang menunjukkan sedikit kebanggaan. "Kau benar, Jimmy. Setelah gudang dilanda api, Hikari Kei—pacar Reina—bersama Arisu Lynn, Youki Zen, dan Kaguri Yuka melancarkan serangan di dalam gudang. Mereka bergerak cepat dan terkoordinasi dengan sangat baik."
Layar hologram menampilkan rekaman video dari drone yang melayang di atas gudang. Kei terlihat menggendong Reina yang sekarat, wajahnya dipenuhi keputusasaan namun tetap teguh. Zen, dengan rantai besar yang berkilauan, membuka jalan bagi Kei, bertarung dengan ganas melawan para pengawal Danton. Di belakang Kei, Emi dan Earl terlihat mengejar lima puluh bawahan Danton dan Alexander yang mencoba menghentikan Kei dari belakang, menembak dengan tepat dan akurat.
Alice, yang biasanya terlihat mengantuk, kini matanya terbuka lebar, dipenuhi dengan kekaguman. Ia menunjuk ke arah layar, jarinya gemetar sedikit. "Gadis yang memiliki rambut hijau muda yang diikat ekor kuda itu… apakah Sirosaki Emi?!" Suaranya dipenuhi dengan ketidakpercayaan.
Tia mengangguk pelan. "Iya, Alice."
Alice mendekat ke layar, wajahnya dipenuhi dengan kekaguman. Ia memperhatikan detail-detail pertarungan Emi, yang terlihat sangat terampil menggunakan shotgun naga giok hijau, melakukan jump shot dengan presisi yang luar biasa. "Wah… dia sangat keren," katanya, suaranya dipenuhi kekaguman. "Bisa jump shot…"
Jimmy, yang tidak sabar, berseru, "Hei Alice, bisa diam? Aku ingin mendengar cerita mengenai pertempuran ini!"
Alice kembali duduk, menyandarkan tubuhnya dengan kasar, namun matanya masih tertuju pada layar. "Humph, dasar botak," gumamnya, namun nada suaranya menunjukkan kekaguman yang terselubung. Jimmy, yang merasa tersinggung, membalas, "Hei! Botak ini bisa menguasai asrama selama empat bulan penuh, ya!!" Suasana ruangan kembali dipenuhi dengan ketegangan dan kekaguman, diselingi dengan sedikit humor. Kisah penyelamatan Reina dan pertempuran di gudang narkoba Danton telah membuka babak baru yang menegangkan dalam misi mereka.
Reiz mengusap wajahnya, kelelahan tampak jelas di rautnya. Namun, sorot matanya tetap tajam, mencerminkan tekad yang tak tergoyahkan. "Setelah berhasil membawa Reina ke dalam ambulans," suaranya berat, "ancaman terbesar tiba. Dua keponakan Danton, Hasane Khaou dan Hasane Rinne, kakak beradik yang sangat berbahaya."
Reiz menunjuk ke layar hologram, yang kini menampilkan rekaman pertarungan yang lebih intens dan menegangkan. Keempat anggota tim—Kei, Zen, Emi, dan Earl—terlihat berjuang melawan Khaou dan Rinne. Kei, dengan katana hologram biru muda yang berkilau, bergerak lincah dan mematikan. Zen, dengan rantai besarnya, mengayunkan senjata mematikan itu dengan kekuatan dan ketepatan yang luar biasa. Emi, dengan shotgun naga giok hijau, menembak dengan presisi yang menakjubkan, setiap tembakannya tepat sasaran. Earl, dengan pedang baja rantai ungu, bergerak dengan kecepatan dan keganasan yang luar biasa.
Awalnya, mereka terlihat kewalahan. Khaou, dengan katana laser putihnya yang memotong udara dengan cepat, menyerang dengan brutal. Rinne, dengan dua pedang hologram putih bergradasi ungu muda dan biru muda, bergerak dengan kecepatan kilat, setiap serangannya penuh dengan kekuatan dan keanggunan. Namun, di balik keanggunan itu, ada sesuatu yang tampak berbeda.
Keempat anggota tim itu berjuang mati-matian, keringat membasahi tubuh mereka, napas mereka memburu. Mereka saling melindungi, saling mendukung, menunjukkan ikatan persahabatan yang kuat. Setelah pertarungan yang menegangkan dan penuh dengan risiko, mereka berhasil menjatuhkan Khaou dan Rinne, meskipun tubuh mereka dipenuhi luka.
Craig, yang sedari tadi diam memperhatikan rekaman pertarungan, tiba-tiba bersuara. Ia mengusap dagunya, matanya tertuju pada Rinne yang bertarung dengan penuh emosi, sebuah ekspresi yang kontras dengan sikapnya yang biasanya dingin dan tenang. "Rinne… dia bertarung dengan penuh emosi," gumamnya, suaranya sedikit serak. "Ada apa sebenarnya dengan Rinne?" Ekspresinya berubah, menunjukkan sedikit rasa penasaran dan sedikit simpati.
Reiz mengangguk pelan, matanya tampak jauh. "Sebenernya, setahun yang lalu, Rinne adalah sahabat kelompok Kei," jelasnya, suaranya berat. "Sepertinya ia terpaksa melakukan ini. Mungkin ada hasutan dari Danton. Kita perlu menyelidiki lebih lanjut latar belakang Rinne." Ia menghela napas, sebuah gestur yang menunjukkan beban berat yang dipikulnya. "Kita harus mencoba menyelamatkannya juga."
Reiz kembali menatap anggota timnya, matanya dipenuhi dengan tekad. "Baiklah, kita tutup rapat ini," katanya, suaranya tegas. "Tugas selanjutnya… Mike, semisal Reina telah bangun dan pulih sepenuhnya, ajarkan dia cara bertarung. Dia perlu melindungi dirinya sendiri di masa depan."
Mike, yang masih tercengang oleh rekaman pertempuran yang baru saja dilihatnya, mengangguk dengan antusias. "Baiklah… dengan senang hati," katanya, suaranya dipenuhi dengan semangat. Ia bangga bisa melatih seseorang yang memiliki potensi dan keberanian seperti Reina. Misi mereka belum berakhir. Mereka masih memiliki banyak hal untuk dilakukan, termasuk melindungi Reina dan mengungkap kebenaran di balik semua peristiwa yang terjadi. Bayangan pertempuran yang menegangkan itu masih terpatri dalam pikiran mereka, menjadi pengingat betapa berbahayanya dunia yang mereka hadapi. Namun, di balik bahaya itu, ada juga harapan dan tekad untuk terus berjuang.