“Menikahlah denganku, Jia.”
“Berhentilah memikirkan masa lalu!! Kita tidak hidup di sana!!”
“Jadi kamu menolakku?”
“Apa yang kamu harapkan?? Aku sudah menikah!!!!”
Liel terdiam, sama sekali tidak menunjukkan keterkejutan. Sorot matanya yang tajam itu kembali lagi. “Aku tahu kamu sudah bercerai. Pernikahan macam apa yang sehari setelah menikah sudah tidak tinggal satu atap?”
Sebelas tahun lebih, mereka memutuskan untuk menyerah dan melupakan satu sama lain. Namun, secara ajaib, mereka dipertemukan lagi melalui peristiwa tidak terduga.
Akan kah mereka merajut kembali tali cinta yang sudah kusut tak berbentuk, meski harus melawan Ravindra dan anaknya Kay, wanita yang penuh kekuasaan dan obsesi kepada Liel, atau justru memilih untuk menyerah akibat rasa trauma yang tidak pernah sirna.
Notes : Kalau bingung sama alurnya, bisa baca dari Season 1 dulu ya, Judulnya Beauty in the Struggle
Happy Reading ☺️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Avalee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pantai dan Kamu
Dua puluh lima menit, sebelum Jia datang ke pantai
“Tuan.”
“Tuan.”
“TUAN MUDA!!”
Liel tersentak, mencoba menoleh, matanya mencari asal teriakan tersebut. Ternyata, Tony dan teropong kecilnya itu sedang berlari menuju ke arahnya, dan itu membuat Liel sedikit mengernyitkan dahinya.
“Ada apa?”
“Ah, itu … Nona Jia sedang berjalan menuju pantai, apakah tuan harus mengatakan 'suprise sayang', seperti itu?”
“Apa?! Bukan kah kamu mengatakan padaku bahwa dia tidak jadi datang ke pantai???”
“Itu yang saya dengar dari mulut Nona Jia sendiri, saat menyusup ke loby hotel tadi.”
“Lalu, mengapa sekarang dia menuju pantai?”
“Saya tidak tahu, Tuan. Tidak mungkin saya menyusup ke kamar hotelnya.”
Liel menepuk jidatnya pelan. Dia mencari solusi agar dirinya tidak ketahuan sedang berada di tempat yang sama dengan Jia. Kemudian Liel melihat sebuah gazebo. Dia dan Tony pun akhirnya memutuskan untuk bersembunyi di sana, sampai Jia tiba di tepi pantai.
...****************...
Dua puluh lima menit berlalu, Jia pun datang. Liel dan Tony dengan gaya khas intel, bersiap untuk memantau Jia dari kejauhan.
“Cantik,” ucap Liel datar.
“Iya, pemandangan yang sungguh cantik,” balas Tony sambil memandangi para wanita asing dengan bikini.
Wajah Liel seketika cemberut. Dia menyuruhnya untuk memantau Jia, sementara dirinya harus mengurus sesuatu yang penting melalui ponselnya.
“Tu–Tuan, sebenarnya untuk apa kita sampai bersembunyi seperti ini? Bukankah sebaiknya Anda segera menemuinya?”
“Harusnya seperti itu, akan tetapi, aku sedang mereservasi agar kami bisa 'dinner' di pantai ini, jadi aku terpaksa meminta pihak restoran untuk menundanya sampai Jia kembali ke hotelnya.”
Tony memahami ucapan tuannya yang kaku itu. Dia mengira bahwa Liel ingin Jia menganggapnya sebagai pria romantis yang penuh kejutan, dan hal itu tentu saja membuatnya geli, nyaris mengeluarkan tawa.
“Apa yang kamu tertawakan?” Liel menatapnya tajam.
“Tidak ada tuan, selain para lelaki yang menggoda nona jia.”
Liel meletakkan ponsel dan menoleh ke arah Jia. “APA? MANA PRIA BAJI—”
“Mereka sudah pergi, sepertinya nona berhasil mengusir mereka.”
Liel mendengus kasar, sebab Tony seperti mempermainkan dirinya. Dia pun segera fokus kembali kepada ponselnya, sebab selain harus mengundur waktu reservasi untuk makan malam, dirinya juga harus mengecek pekerjaan via email.
Tidak berselang lama, Tony menggangunya lagi, dengan mengatakan bahwa Jia sedang berbaring di atas pasir, namun Liel mengindahkannya.
“Biarkan saja, mungkin dia ingin menjadi kutu pasir.”
Tony terkejut, bahkan heran dengan tingkah tuannya, “Eh, tetapi masalahnya ada dua orang pria yang berjalan menuju ke arah Nona Jia, seperti—”
Tanpa mendengar perkataan Tony sampai habis, Liel segera berlari, melaju kencang untuk menghampiri Jia. Tujuannya adalah agar dua orang pria tersebut enggan mendekati mereka.
Tony merasa heran. “Hm, bukan kah tadi dia ingin memberi kejutan pada nona Jia—”
Melihat tingkah tuannya itu, tentu saja membuat Tony tertawa, Liel yang kaku, dingin dan pendiam, ternyata mampu bertingkah hangat, sehangat matahari.
...****************...
Tanpa Jia sadari, Liel segera menatap tajam kepada kedua pria, bahkan Liel memberi kode, yaitu menantang kedua pria tersebut untuk berkelahi jika masih gigih menggoda Jia.
Melihat hal itu, kedua pria itu pun segera beranjak pergi dan tidak berani mendekati Jia. Liel pun tersenyum sinis sekaligus bangga, sebab, kali ini dia mampu menjaga Jia dengan benar.
Kemudian fokusnya beralih kepada Jia, yang masih terbaring dengan santainya, menatap matahari terbenam. Kemudian dia menghampiri Jia secara perlahan.
“Bangunlah, jangan berbaring seperti itu di sini.”
Mata Jia terbelalak. Liel dengan wajah datarnya itu cukup untuk membuat Jia segera duduk, bahkan bergerak mundur seperti “suster ngesot”.
“A–apa yang kamu lakukan?! Me–mengapa tahu … ah, bukan!! Mengapa kamu ada di sini??”
