Alda Putri Anggara kehilangan kedua orang tuanya sejak kecil dan tumbuh di bawah asuhan paman dan bibi yang serakah, menguasai seluruh harta warisan orang tuanya. Di rumah sendiri, Alda diperlakukan seperti pembantu, ditindas oleh sepupunya, Sinta, yang selalu iri karena kecantikan dan kepintaran Alda. Hidupnya hanya dipenuhi hinaan, kerja keras, dan kesepian hingga suatu hari kecelakaan tragis merenggut nyawanya untuk beberapa menit. Alda mati suri, namun jiwa seorang konglomerat wanita cerdas dan tangguh bernama Aurora masuk ke tubuhnya. Sejak saat itu, Alda bukan lagi gadis lemah. Ia menjadi berani, tajam, dan tak mudah diinjak.
Ketika pamannya menjodohkannya dengan Arsen pewaris perusahaan besar yang lumpuh dan berhati dingin hidup Alda berubah drastis. Bukannya tunduk, ia justru menaklukkan hati sang suami, membongkar kebusukan keluarganya, dan membalas semua ketidakadilan dengan cerdas, lucu, dan penuh kejutan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 — Langit Baru di Atas Luka Lama
Pagi berikutnya, langit kota memantulkan cahaya lembut, seolah dunia sedang memberi mereka waktu untuk bernapas sebelum badai berikutnya datang.
Aurora duduk di teras belakang rumah besar keluarga Varmond. Di hadapannya, secangkir teh melati mengepul ringan. Di balik senyumnya yang tampak tenang, pikirannya masih berputar cepat tentang Gregory, tentang masa lalu Arsen, tentang langkah selanjutnya.
Langkah roda kursi Arsen terdengar mendekat. Lelaki itu tampak segar, mengenakan kemeja biru muda dan senyum yang kali ini… tulus tapi sedikit letih.
“Pagi yang indah,” katanya lembut. “Tapi kamu kelihatan gak menikmati.”
Aurora menoleh, mengangkat alis. “Kamu baru aja tahu rahasia gelap keluarga sendiri, tapi masih bisa tersenyum begini?”
Arsen mengangkat bahu ringan. “Aku punya alasan kuat buat tetap tersenyum.”
Ia menatapnya lurus.
“Kamu.”
Aurora menatapnya sebentar sebelum memalingkan wajah, pura-pura sibuk dengan tehnya. “Kamu ini… selalu tahu cara bikin orang salah tingkah.”
Arsen terkekeh. “Kamu butuh itu, kan? Biar gak terus mikirin balas dendam aja.”
Aurora mendengus pelan. “Balas dendam bukan sekadar amarah, Arsen. Ini tentang keadilan. Tentang mengembalikan kebenaran yang mereka rampas.”
Arsen menatapnya lama, lalu mengangguk. “Aku tahu. Dan aku di pihakmu. Tapi jangan sampai kebenaran yang kamu kejar malah bikin kamu kehilangan dirimu sendiri.”
Aurora menatapnya dalam. “Kalau aku sampai kehilangan diri, pastikan kamu yang nyari aku, ya?”
Arsen tersenyum lembut. “Selalu.”
-----
Beberapa hari kemudian ruang konferensi Varmond Group.
Suasana tegang. Dewan direksi sudah duduk rapi, termasuk Gregory Varmond yang kini terlihat jauh lebih pucat daripada biasanya. Di depan layar besar, Arsen dan Aurora berdiri berdampingan.
Arsen membuka rapat dengan suara tenang, tapi tajam.
“Hari ini, kami akan membahas rencana konsolidasi penuh antara Varmond Group dan Lin Corporation. Tapi sebelum itu… ada sesuatu yang harus diluruskan.”
Gregory mengerutkan dahi. “Arsen, ini bukan waktu untuk—”
“Diam, Paman.” Nada Arsen tak lagi lembut.
Suara itu seperti baja yang diselimuti sutra.
Aurora maju selangkah, meletakkan map hitam di meja. “Kami sudah menyerahkan salinan laporan ini kepada pengacara keluarga dan kepolisian. Ini tentang kecelakaan lima tahun lalu.”
Gregory membeku.
Arsen menatapnya lurus tanpa kedip. “Kecelakaan yang menewaskan ibuku dan membuatku lumpuh.”
Salah satu direksi menatap kaget. “Maksud Tuan Arsen… ada manipulasi di balik itu?”
Aurora menatap semua orang di ruangan itu. “Bukan manipulasi. Pembunuhan terencana.”
Ruangan mendadak hening.
Gregory berdiri mendadak, wajahnya merah padam. “Omong kosong! Bukti apa yang bisa membuktikan omong kosong itu?”
Aurora tersenyum tipis. “Rekaman transfer dana ke teknisi bengkel yang mengganti sistem rem mobil. Catatan bank, tanda tangan, dan saksi yang mengaku disuap. Semua ada.”
Gregory menatapnya dengan mata membulat. “Kau—kau menyelidiki aku?”
Arsen menatapnya dingin. “Tidak. bukan aku tapi istriku Alda yang melakukannya. Karena dia lebih percaya keadilan daripada darah.”
Gregory terdiam. Untuk pertama kalinya, lelaki itu kehilangan wibawa.
Aurora menutup mapnya perlahan. “Kami tidak akan memenjarakanmu, Gregory. Kami hanya akan membuatmu kehilangan apa pun yang pernah kamu rebut. Semua saham, semua posisi, semua nama baikmu akan hilang.”
Gregory memandang mereka bergantian, wajahnya penuh kebencian. “Kalian pikir dunia akan percaya pada kalian berdua? Wanita miskin yatim piatu yang kehilangan orang dan pewaris cacat yang tak bisa berdiri?”
Kalimat itu menampar ruangan.
Arsen tersenyum kecil, tapi tatapan matanya menusuk. “Cacat? Mungkin kamu lupa, Paman…”
Ia berdiri. Perlahan, tapi pasti.
Semua mata membulat kaget.
Arsen berdiri tegak di depan Gregory tanpa bantuan, tanpa kursi roda.
Alda tersenyum dingin menatap Gregory yang terlihat kaget dan tidak percaya
“Lihat baik-baik,” kata Arsen pelan tapi tajam. “Orang yang kamu lumpuhkan berdiri di hadapanmu dan kali ini, aku yang akan membuatmu jatuh.”
Gregory melangkah mundur, wajahnya kehilangan warna.
Aurora atau Alda menatap Gregory, " Dan perlu kau tau aku bukan wanita miskin karena aku adalah pemilik perusahaan Lin Corporation yang akan di satukan dengan Varmond Group, jadi kau kalah ini hari terakhir mu"
Gregory yang mendengar itu terduduk jatuh karena shock, "Habislah...."
------
Setelah semua kekacauan itu selesai dan Gregory dibawa keluar oleh pihak keamanan, Arsen dan Aurora berdiri berdua di balkon gedung.
Langit sore berwarna keemasan lagi.
Aurora menatap kota di bawah, lalu berbisik, “Akhirnya selesai…”
Arsen menggeleng pelan. “Bukan selesai. Ini baru permulaan.”
Aurora menatapnya dengan senyum lembut. “Permulaan seperti apa?”
Arsen menatap matanya. “Permulaan di mana kita gak lagi hidup untuk masa lalu. Tapi untuk masa depan. Bersama.”
Aurora tersenyum, menunduk sedikit, lalu menatap langit yang berubah jingga. “Kamu tahu, Arsen… kamu selalu datang di waktu paling tepat.”
Arsen mendekat, memegang tangannya. “Dan kali ini, aku gak akan pergi lagi.”
Aurora menatapnya mata mereka bertemu, waktu seolah berhenti.
Satu langkah kecil diambil Arsen.
Dan di bawah langit sore itu, mereka saling berpelukan — bukan untuk menenangkan luka, tapi untuk menyambut hidup baru yang akhirnya benar-benar mereka pilih sendiri.
Di kejauhan, burung-burung terbang melintasi horizon.
Dan untuk pertama kalinya, Aurora Lin atau Alda merasa damai sepenuhnya.
Ia bukan lagi korban.
Ia bukan lagi roh yang mencari keadilan.
Ia kini adalah wanita yang berhasil menulis ulang takdirnya dengan cinta, keberanian, dan sedikit… keisengan dari semesta.
Bersambung