Cherry Yang, yang dipaksa mendonor darah sejak kecil untuk adik tirinya, setelah dewasa ginjalnya diambil paksa demi menyelamatkan sang adik.
Di malam itu, ia diselamatkan oleh Wilber Huo—pria yang telah mencarinya selama delapan tahun.
Kehidupan Cherry berubah drastis setelah pertemuan itu. Ia bahkan terpaksa menikah dengan Wilber Huo. Namun, tanpa Cherry sadari, Wilber menikahinya dengan alasan tertentu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
"Celia…" tangisan Rosa pecah, tubuhnya menggeliat berusaha melepaskan diri, namun ikatan pada tangannya terlalu kuat, membuat kulit pergelangannya memerah.
"Anakku…!" Rosa meratap, matanya membengkak karena air mata.
Roman meraung marah, urat di lehernya menegang. "Wilber Huo! Kau bukan manusia!"
Wilber menoleh perlahan, menatap Roman dengan sorot mata tajam bagai belati. Suaranya tenang, namun setiap katanya menghantam seperti palu.
"Aku bukan manusia? Seharusnya ucapan itu ditujukan pada kalian berdua—pasangan yang tidak tahu malu. Kau dan wanita ini berselingkuh saat dia masih berstatus istri Charles Yang. Kalian pergi meninggalkan Cherry yang masih kecil, sendirian tanpa kasih sayang dari seorang ibu."
Rosa menutup mata, tubuhnya bergetar hebat, seakan kata-kata itu membelah hatinya.
Wilber melangkah mendekat, tatapannya tak lepas dari wajah Roman. "Setelah Cherry berusia lima belas tahun, kalian datang kembali… membawanya pulang dengan paksa. Lalu kalian membuat Charles Yang keracunan! Selama sepuluh tahun, Cherry hidup dalam siksaan, sementara Charles Yang terjebak dalam koma panjang."
Roman terdiam, wajahnya memucat.
"Apakah itu masih pantas disebut perbuatan manusia?" Wilber mendesis, suaranya dipenuhi kemarahan yang terpendam.
Ia berhenti sejenak, menghela napas dalam-dalam, seolah menahan emosinya yang hampir meluap. "Aku telah menyelidiki semuanya," lanjutnya. "Setiap detail, setiap kebusukan kalian. Dan kesimpulannya jelas: kalian telah menghancurkan hidup seorang gadis polos yang dulu punya impian."
Roman menatapnya dengan pandangan campur aduk—marah, takut, dan putus asa. Suaranya bergetar ketika bertanya, "Wilber Huo… apa alasannya? Mengapa kau begitu membela Cherry, sampai rela menghancurkan kami tanpa ragu?"
"Alasannya adalah Cherry adalah gadis yang aku cintai delapan tahun yang lalu. Andaikan saat itu aku menyadari kalau dia telah berada dalam ancaman kalian. Aku pasti tidak akan diam saja. Namun sangat disayangkan, dia menghilang setelah tampil sekali konser biola. Usianya baru tujuh belas tahun, gadis ceria dan sehat. Siapa sangka setelah delapan tahun berlalu, dia menjadi seorang gadis yang hampir kehilangan nyawanya. Kalau saja di malam itu aku tidak bertemu dengannya… apakah kau, sebagai ibunya, akan membiarkan dia tetap hidup?" tanya Wilber menatap tajam ke arah Rosa.
Rosa terdiam, tubuhnya bergetar hebat, air mata tak terbendung lagi mengalir di pipinya.
"Roby, ambil darah mereka juga. Mereka tidak tahu apa rasanya ketika darah diambil berulang kali. Setelah itu, kirim mereka ke penjara!" perintah Wilber dingin, nadanya penuh kebencian yang tak terbantahkan.
"Baik, Tuan. Dan bagaimana dengan Celia?" tanya Roby ragu, menoleh pada gadis malang yang terikat.
"Kirim ke rumah sakit besar, dan daftarkan namanya sebagai pendonor. Kalau darah dan organnya tidak bermasalah, maka dia akan menjadi pendonor bagi yang membutuhkan," jawab Wilber tanpa sedikit pun menunjukkan belas kasihan.
"Jangan melakukan itu! Celia-ku masih hidup!" teriak Rosa, tubuhnya meronta, tangisnya pecah penuh keputusasaan. "Tahan saja aku, Wilber! Aku yang bersalah pada Cherry. Aku akan menebus kesalahanku. Tolong lepaskan Celia. Dia masih begitu muda… kenapa kau tidak memberi dia kesempatan hidup?"
Wilber menatapnya dengan sorot mata penuh penghinaan. "Istriku juga tidak pernah mendapatkan kesempatan darimu. Jadi, apakah kau ada hak meminta kesempatan dariku? Seumur hidup dia bergantung pada organ milik Cherry. Aku hanya tidak ingin organnya dibiarkan begitu saja. Kondisinya sudah sekarat. Jadi sebelum mati, biarkan dokter mengambil hati, jantung, dan organ lainnya," ucap Wilber dengan suara dingin seperti pisau yang menusuk jantung Rosa.
"Tidak! Wilber Huo! Lepaskan putriku!" teriak Roman, suaranya parau bercampur amarah dan kepedihan, namun tubuhnya yang terikat membuatnya tak berdaya selain hanya bisa menatap Celia yang menangis ketakutan.
"Roby, setelah mengambil darah mereka, beri mereka obat!" perintah Wilber yang melangkah pergi tanpa menoleh lagi.
"Obat? Obat apa maksud kalian?" tanya Roman dengan suara penuh curiga dan cemas.
Tanpa menjawab, Roby hanya melirik dingin. Ia memberi isyarat pada anak buahnya. Seketika mulut Roman dan Rosa disumpal kasar, tubuh mereka semakin tak berdaya. Dokter yang dibawa Roby mulai mengambil darah, kantung demi kantung terisi merah pekat, membuat wajah pasangan itu pucat pasi.
Roby kemudian mengeluarkan sebuah botol kecil dari jasnya. Ia menatap isi botol itu lama, Bibirnya melengkung tipis, suara dinginnya terdengar jelas di ruangan itu.
"Roman Chen, Rosa Fang, kalian telah menyinggung orang yang salah," gumam Roby sebelum memberikan instruksi selanjutnya.
Mansion Wilber
Di kamar mewah yang sunyi, Cherry perlahan membuka matanya. Lampu temaram menenangkan ruangan, aroma kayu manis samar tercium. Ia menoleh ke samping dan mendapati Wilber duduk santai di kursi, membaca sebuah buku seolah tak ada badai yang sedang terjadi di luar sana.
"Kakak Huo…" suara Cherry lembut, masih serak karena baru terbangun. Ia bangkit perlahan, duduk di atas kasur empuk itu.
Wilber segera menutup bukunya dan menoleh, senyumnya samar. "Sudah bangun? Bagaimana perasaanmu? Ada yang tidak nyaman?" tanyanya dengan nada penuh perhatian.
Cherry mengerjap bingung, memandangi sekeliling kamar mewah itu. "Bagaimana aku bisa tidur di kamar mu?" tanyanya ragu, alisnya sedikit berkerut.
"Kau tertidur di dalam mobil saat perjalanan pulang. Jadi aku membawamu ke sini," jawab Wilber tenang.
Cherry menunduk, merasa tidak enak hati. "Maaf… sepertinya sudah lama aku tidur."
"Beberapa hari ini kau tidak tidur dengan baik. Jangan khawatir, papamu akan baik-baik saja. Di sana ada anak buah Roby yang menjaga," ucap Wilber, suaranya lembut tapi penuh keyakinan.
"Aku akan kembali ke kamarku," kata Cherry cepat, ia segera turun dari kasur dan berniat melangkah pergi.
Wilber terdiam sejenak, lalu tanpa banyak kata, ia bergerak cepat. Tangannya meraih tubuh istrinya, menggendongnya dengan mudah. Cherry terkejut, tubuhnya menegang. Ia mendapati dirinya kembali diletakkan di ranjang, namun kali ini Wilber menindih tubuhnya, menatapnya dari jarak sangat dekat.
"Kita adalah pasangan suami istri yang sudah resmi," ucap Wilber dengan suara rendah, dalam, dan tegas. "Bukankah wajar kalau tidur di satu ranjang?"