Anindya Semesta hanyalah gadis ingusan yang baru saja menyelesaikan kuliah. Daripada buru-buru mencari kerja atau lanjut S2, dia lebih memilih untuk menikmati hari-harinya dengan bermalasan setelah beberapa bulan berkutat dengan skripsi dan bimbingan.
Sayangnya, keinginan itu tak mendapatkan dukungan dari orang tua, terutama ayahnya. Julian Theo Xander ingin putri tunggalnya segera menikah! Dia ingin segera menimang cucu, supaya tidak kalah saing dengan koleganya yang lain.
"Menikah sama siapa? Anin nggak punya pacar!"
"Ada anak kolega Papi, besok kalian ketemu!"
Tetapi Anindya tidak mau. Menyerahkan hidupnya untuk dimiliki oleh laki-laki asing adalah mimpi buruk. Jadi, dia segera putar otak mencari solusi. Dan tak ada yang lebih baik daripada meminta bantuan Malik, tetangga sebelah yang baru pindah enam bulan lalu.
Malik tampan, mapan, terlihat misterius dan menawan, Anindya suka!
Tapi masalahnya, apakah Malik mau membantu secara cuma-cuma?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nowitsrain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Semesta 27.
Habis dari makam, mereka mampir makan malam. Warung seafood tenda pinggir jalan jadi pilihan. Anindya yang memilih. Tidak seperti perempuan lain yang suka bilang terserah, Anindya jelas tahu apa yang dia mau.
Oke, satu poin plus.
Mereka memilih meja yang tidak terlalu dekat dengan jalan ataupun dapur. Biar aman dari serbuan asap kendaraan maupun asap masakan.
Malik memesan gurame bakar dan brokoli tumis bawang putih. Sedangkan Anindya memesan udang bakar madu dan tumis kangkung. Dua-duanya memesan es jeruk tanpa tambahan gula sebagai minumannya.
Sambil menunggu pesanan dibuat, mereka sibuk sendiri. Sama-sama berkutat dengan ponsel memang, tapi tujuannya jauh berbeda. Malik follow up kerjaan ke Yudhis, sementara Anindya asyik scroll TikTok. Ada drama baru keluaran Netflix yang sedang ramai dibahas di forum online. Kebanyakan menyoroti ide dan alur cerita yang oke serta kemampuan akting para pemainnya. Tapi di TikTok, semua bisa berubah.
Anindya menonton drama itu sampai selesai. Selama menonton, isinya cuma merinding dan rasa kagum. Tapi begitu klipnya dipotong dan dimasukkan ke TikTok dengan sound beragam, vibes-nya jadi berbeda. Hubungan antar-tokoh yang jelas saling bermusuhan, malah jadi kelihatan seperti berteman. Genrenya berubah total. Dari kriminal ke drama romance.
"Cih," Anindya mendecih main-main. Ada satu klip di mana tokoh antagonisnya diedit menggunakan sound lucu. Cuma karena di adegan itu, dia sedang pura-pura menjadi malaikat yang membantu tokoh utama menumpas kejahatan. Itu kalau yang tidak menonton dramanya pasti percaya saja dibilang dia bukanlah antagonisnya.
Sedang asyik scroll begitu, pesanan mereka datang satu-satu. Anindya langsung menyimpan ponselnya. Malik pun sama. Mereka gantian cuci tangan di air bersih yang sudah disediakan. Malik juga menambahkan hand sanitizer agar tangannya makin steril. Dia bantu juga Anindya memakai hand sanitizer, lalu membantu mengelap tangannya menggunakan tisu. Mendadak keluar semua act of service di dalam diri Malik malam itu.
Anindya mengucap terima kasih lalu berdoa sebentar. Habis itu mereka langsung makan. Malik makan sambil memperhatikan Anindya yang lahap menyantap makanannya. Gadis itu tidak ada jaim-jaimnya sama sekali.
"Mau cobain nggak?" Malik menawarkan gurame bakarnya kepada Anindya, tapi Anindya langsung menolak. Hanya geleng-geleng kepala karena mulutnya penuh.
"Kenapa? Nggak suka ikan?"
Anindya ngangguk.
"Nggak sukanya kenapa? Ribet sama durinya? Karena amis? Atau kenapa?" Malik mendadak cerewet.
Anindya menelan dengan susah payah, baru setelahnya menjawab. "Nggak suka aja."
"Tapi udah pernah nyoba?" tanya Malik, "atau belum, tapi langsung bilang nggak suka?"
"Udah pernah coba, dan nggak suka." Anin menyeruput es jeruknya sedikit. "Habis itu, Anin nggak pernah mau coba lagi. Sayang, mubazir kalau ujung-ujungnya nggak dimakan."
Malik tidak bertanya apa pun lagi. Mereka lanjut makan dengan khidmat.
Meski di warung tenda pinggir jalan, mereka bisa makan dengan tenang. Tidak ada pengamen, bocah tukang jualan kerupuk kemplang, ataupun orang minta-minta. Dengar-dengar sih karena yang punya warung sengaja mencegah duluan. Sudah diberi papan pengumuman untuk tidak ngamen ataupun jualan di warungnya. Sebagai gantinya, si pemilik warung menyiapkan makanan gratis untuk mereka. Diambilnya di tempat lain. Ada satu tenda lagi, khusus untuk mereka.
Malik menghabiskan makanannya lebih dulu. Seperti memang sudah hukum alamnya begitu. Laki-laki makan lebih cepat walaupun porsinya lebih banyak. Karena dia tidak merokok, habis cuci tangan Malik hanya diam di tempat memperhatikan Anindya makan. Sempat gemas sendiri melihat Aninsya belepotan. Lalu lama-lama tidak tega. Dia ambil beberapa lembar tisu, lalu bekas bumbu di bibir Anindya dia bantu seka.
Bukan Anindya namanya kalau tidak aneh. Daripada salting, gadis itu malah nyengir dan mengucap terima kasih, lalu lanjut makan saja.
Setelah menghabiskan makanannya, Anindya menggebuk-gebuk perutnya yang mendadak buncit. Kekenyangan.
Makanan mereka semuanya sudah dibayar sebelum Anindya selesai, mereka pun bisa langsung pulang. Anindya menawarkan diri untuk gantian menyetir, tapi Malik tolak. Jadi gadis itu duduk anteng saja di kursi penumpang.
"Makasih udah nemenin saya jauh-jauh ke makam Mama Papa," ucap Malik ketika mobil baru melaju.
Anindya tersenyum manis sambil mengangguk. "Sama-sama, Mas Malik. Mulai sekarang, Anin bakal temenin Mas Malik ke mana aja."
Harusnya itu jadi penutup yang sweet, kalau saja jiwa jahil Malik tidak tiba-tiba muncul dan membuatnya nyeletuk, "Nemenin ke neraka mau?"
Alhasil, digebuklah ia. Bertubi-tubi oleh Anindya. Perjalanan mereka malam itu akhirnya diwarnai pergeludan yang belum akan berhenti kalau salah satunya dia mengalah duluan.
...🌲🌲🌲🌲🌲...
Malik menyerahkan Anindya kembali pada mamanya. Benar-benar diserahkan seperti barang yang habis dipinjam.
Setelah berbasa-basi sebentar, Malik pulang ke rumahnya sendiri. Jalan kaki. Mobilnya sudah lebih dulu diparkirkan di rumahnya dan dia mengantar Anindya dengan berjalan kaki.
Baru juga langkahnya sampai teras, ponselnya berbunyi. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Anindya. Kali ini sang gadis mengirimkan foto si gendut Tamtam.
Malik mengerut bingung. Pasalnya mereka sudah tidak pergi ke rumah sakit lagi, jadi dari mana Anindya bisa mendapatkan foto Tamtam? Ataukah foto ini diambil sejak lama, ketika Oma masih dirawat di rumah sakit?
Karena Malik malas menduga-duga, dia langsung saja bertanya dari mana asalnya foto itu.
Sabar dia menanti jawaban Anindya, sampai langkahnya pun dirajut tipis-tipis. Balasan datang beberapa detik setelahnya.
Beuh, ada yang terbakar tapi bukan hutan. Seketika membara hati dan kepala Malik. Tapi kan dia tidak mungkin bilang terang-terangan. Akhirnya dia mengirim petuah pamungkas, berharap Anindya mau mendengarkan nasihatnya kali ini.
Eh, tapi pesan Malik yang terakhir malah tidak dibalas. Entah mendadak pergi ke mana gadis itu.
Ya sudah, Malik memutuskan masuk kamar setelah sebelumnya menanyakan keberadaan Oma. Oma bilang sedang istirahat di kamar, jadi Malik tidak mau ganggu.
Habis perjalanan jauh rasanya lelah dan gerah. Maka Malik mandi keramas menggunakan air hangat. Sambil menggosok-gosok badan, tak sadar bibirnya senyum-senyum sendiri mengingat Anindy yang makan belepotan. Teringat pula pada kekocakan Anindya yang meminta restu kepada kedua orang tuanya. Ini seperti mereka sedang bertukar peran. Anindya malah jadi pihak yang dominan.
Beres mandi, Malik keluar hanya dengan handuk yang didilit di pinggang. Membuat perut kotak-kotaknya terekspos bebas. Air dari rambutnya menetes turun meliuk-liuk melewati lekuk otot-otot perutnya yang kencang.
Malik mengambil setelan baju tidur dan langsung memakainya. Malam ini dia tidak akan ke ruang kerja dulu. Lelah, ingin langsung tidur saja.
Naiklah dia ke kasur setelah menjemur handuk. Punggungnya menempel di bantal yang disender ke headboard. Dia meraih ponsel dari nakas, layarnya diketuk dua kali.
Ketika layar menyala, ada satu chat dari Anindya. Malik hanya melihatnya dari pop up, belum sepenuhnya dibuka. Tapi kupingnya sudah terasa panas.
Bagaimana tidak? Kalau Anindya dengan entengnya mengucapkan satu kalimat yang Malik sendiri tak tahu bagaimana menjawabnya.
Bersambung.....