Jihan Hadid, seorang EO profesional, menjadi korban kesalahan identitas di rumah sakit yang membuatnya disuntik spermatozoa dari tiga pria berbeda—Adrian, David, dan Yusuf—CEO berkuasa sekaligus mafia. Tiga bulan kemudian, Jihan pingsan saat bekerja dan diketahui tengah mengandung kembar dari tiga ayah berbeda. David dan Yusuf siap bertanggung jawab, namun Adrian menolak mentah-mentah dan memaksa Jihan untuk menggugurkan kandungannya. Di tengah intrik, tekanan, dan ancaman, Jihan harus memperjuangkan hidupnya dan ketiga anak yang ia kandung.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Selim membuka pintu ruang UGD dan menghampiri mereka bertiga.
"Bagaimana keadaan Jihan?" tanya Adrian dengan wajah cemas.
"Kondisinya masih lemah dan aku sudah memindahkan ke ruang perawatan. Jadi kalian bisa menemui Jihan." jawab Selim.
Adrian menghampiri Selim dan langsung memeluknya.
"Aku minta maaf sudah salah paham denganmu," ucap Adrian.
"Tidak perlu minta maaf, Adrian. Sekarang yang penting keseluruhan Jihan." jawab Selim sambil menggaruk kepalanya.
Mereka semua tertawa kecil dan saling berpelukan.
Momen itu seolah melepaskan semua ketegangan yang sejak tadi menekan dada mereka.
David menepuk bahu Selim sambil tersenyum tipis.
“Kita memang keras kepala, tapi pada akhirnya kita di pihak yang sama.”
“Mulai sekarang, kita jalan bareng. Nggak ada lagi jalan sendiri-sendiri.”
Selim hanya tersenyum, lalu mengajak mereka masuk ke ruang perawatan.
Di dalam ruang perawatan, Jihan melihat mereka yang masuk ke dalam.
Jihan menatap mereka dengan mata yang masih sedikit sayu, namun senyum tipis mulai terbentuk di wajahnya.
Adrian segera menghampiri, memegang tangannya dengan lembut.
“Kamu bikin kami semua hampir gila, tahu nggak?” ucapnya setengah bercanda, tapi matanya berkaca-kaca.
Selim berdiri di sisi lain ranjang, memeriksa selang infus dan memastikan semua aman.
“Aku janji, ini terakhir kali kamu akan mengalami hal seperti ini,” ucap Yusuf.
David mencondongkan tubuhnya dan mencium kening Jihan.
“Kamu nggak sendirian, Jihan. Kita semua di sini.”
Jihan menatap mereka bergantian, lalu menarik napas dalam-dalam.
“Terima kasih, kalian datang tepat waktu.”
Adrian mengusap pelan rambut Jihan dan mencoba menenangkan dirinya sendiri yang masih terbebani rasa khawatir.
“Kami nggak akan membiarkan siapa pun menyakiti kamu lagi,” ucapnya dengan nada tegas.
“Sekarang kamu fokus pulih dulu. Biar urusan di luar biar kami yang bereskan.”
“Aku percaya sama kalian semuanya," ucap Jihan sambil tersenyum tipis, meski matanya menyimpan sisa trauma.
David menarik kursi dan duduk di samping tempat tidur Jihan.
"Jihan, ayo kita menikah sekarang. Kita bertiga akan menjaga kamu." ucap David.
David tidak mau jika harus kehilangan Jihan untuk kesekian kalinya.
"Iya Jihan, ayo kita menikah sekarang." ujar Adrian.
Yusuf menggenggam tangan Jihan dan memintanya untuk menerima lamaran mereka.
Jihan melihat ke arah Selim yang duduk di pojokan.
"A-apakah kamu mencintai Selim?" tanya Adrian.
Jihan mencubit lengan Adrian yang bicara seenaknya.
"Jangan ngomong sembarangan," jawab Jihan.
Kemudian Jihan memanggil Selim dan memintanya duduk di sampingnya.
"Aku sudah menganggap mu sebagai kakakku sendiri dan apakah kamu merestui mereka bertiga?" tanya Jihan.
Selim tersenyum dan bahagia mendengar perkataan dari Jihan yang menganggapnya sebagai seorang kakak.
Selim menatap Jihan dengan lembut, lalu mengangguk pelan.
“Tentu saja aku merestuinya, Jihan. Kalau mereka bisa membuatmu bahagia dan merasa aman, aku nggak punya alasan untuk menolak,” ucapnya tulus.
David, Adrian, dan Yusuf saling berpandangan, seolah mendapat tambahan semangat dari restu Selim.
“Tapi, kalian bertiga harus ingat. Kalau sampai ada yang bikin Jihan terluka lagi, aku sendiri yang akan berurusan dengan kalian.”
Nada bicara Selim terdengar ringan, tapi semua tahu dia tidak sedang bercanda.
"Aku berjanji akan menjaga dan menyayangi Jihan." ucap mereka bertiga.
Setelah mendapatkan restu dari Selim, Adrian meminta Selim untuk mencarikan penghulu.
"Sayang, untuk sementara kita menikah sederhana dulu. Aku janji akan mengadakan resepsi pernikahan yang kamu inginkan." ucap David.
"Kalian yakin mau menikah denganku sekarang dalam kondisi seperti ini?" tanya Jihan.
Justru karena kita nggak mau nunggu lagi. Setiap waktu yang kita buang bisa jadi kesempatan untuk kehilangan kamu lagi.”
“Nggak peduli sederhana atau mewah, yang penting kita resmi jadi keluarga.”
Jihan menarik napas panjang, menunduk sebentar, lalu menatap mereka satu per satu.
“Kalau ini yang kalian mau, baiklah aku akan menerimanya."
Ketiganya saling berpandangan dengan wajah lega.
Tak lama, Selim kembali masuk sambil membawa seorang pria paruh baya berseragam rapi.
“Penghulunya sudah siap,” ucap Selim singkat.
Penghulu duduk di kursi yang sudah disiapkan oleh mereka bertiga.
"Jadi mana calon suaminya?" tanya penghulu.
"Kami bertiga calon suamiku," jawab mereka bertiga.
Penghulu mengernyitkan keningnya saat mendengar perkataan dari mereka bertiga.
"Anda yakin akan menikah dengan mereka bertiga?" tanya penghulu kepada Jihan.
"Saya yakin Pak, karena mereka bertiga calon ayah dari anak yang sedang saya kandung." jawab Jihan
Penghulu menghela nafasnya dan ia meminta Adrian menjabat tangannya.
"Saya terima nikah dan kawinnya Jihan Hadid dengan mas kawin 1M dibayar tunai." ucap Adrian.
Kemudian Penghulu memanggil David untuk duduk dihadapannya.
"Saya terima nikah dan kawinnya Jihan Hadid dengan mas kawin villa dam mobil sport dibayar tunai." ucap David.
Setelah David mengucapkan ijab kabulnya, sekarang gantian Yusuf yang duduk.
"Saya terima nikah dan kawinnya Jihan Hadid dengan mas kawin berupa rumah, uang sebesar 2M dan kalung berlian dibayar tunai." ucap Yusuf.
Setelah ketiganya selesai mengucapkan ijab kabul masing-masing, ruangan menjadi hening sejenak.
Hanya terdengar detak jam dinding dan suara alat medis yang pelan berdetak mengikuti irama nafas Jihan.
Penghulu menutup buku nikahnya, lalu menatap mereka bergantian dengan ekspresi yang campuran antara heran dan pasrah.
“Baiklah, meskipun pernikahan seperti ini tidak lazim, kalian semua sudah menyatakan janji dengan sungguh-sungguh. Tanggung jawabnya juga jauh lebih besar.”
Jihan mencium tangan Adrian, David dan Yusuf yang sudah menjadi suaminya.
"Akhirnya kita sudah menjadi pasangan suami istri," ucap Adrian.
David tersenyum lebar, meski matanya masih menyimpan sisa kekhawatiran.
“Iya, sekarang kita resmi satu keluarga,” ujarnya sambil mengelus lembut pipi Jihan.
Yusuf menunduk dan mencium kening Jihan dengan penuh kasih.
“Mulai hari ini, nggak ada lagi rasa takut. Kamu akan selalu punya kami bertiga di sisimu.”
Jihan menatap mereka bergantian, matanya berkaca-kaca.
“Aku nggak tahu gimana nanti hidup kita, tapi aku percaya sama kalian. Terima kasih karena kalian memilih tetap bersamaku.”
Selim yang berdiri di belakang, tersenyum tipis sambil menyilangkan tangan.
“Baiklah, sekarang kalian sah. Tapi ingat,ini baru awal perjalanan panjang. Jangan sampai aku dengar kalian buat Jihan sedih lagi.”
Mereka mengangguk dan berjanji tidak akan membuat Jihan menangis lagi.
Setelah acara selesai, Adrian memberikan beberapa uang ke semua orang yang ada di rumah sakit.
Yusuf dan David juga sudah memesan makanan untuk mereka yang sudah hadir di pernikahannya.
"Terima kasih sudah hadir di hidupku," ucap Jihan sambil mencium tangan mereka bertiga.
“Bukan cuma hadir, Han… kita akan tetap di sini, sampai kapan pun kamu butuh.” ucap David sambil mengusap kepala Jihan.
Adrian menunduk, mencium punggung tangan Jihan dengan penuh rasa sayang.
“Kamu nggak akan sendirian lagi. Sekarang kita udah resmi, dan itu berarti kita satu hati, satu rumah, satu masa depan.” ucap Adrian.
Selim meminta Jihan untuk kembali istirahat agar tidak kelelahan.
Mendengar perkataan dari Selim, para suami langsung bergegas menemani dan menepuk-nepuk punggung Jihan.