Luna Delfina berprofesi sebagai seorang penulis di hidupnya, ia memiliki cukup banyak pengikut setia yang selalu mendukung setiap karyanya.
Suatu hari muncul satu komentar misterius di karya tulisannya yang pada akhirnya membawa dirinya ke dalam Dunia Karya Ciptaannya tersebut.
Segala cara telah ia lakukan agar dapat terlepas dari ikatan dunia ini, namun tak ada satupun cara yang berhasil. Satu-satunya jalan terakhir baginya adalah dengan menjodohkan kedua Pemeran Utama sesegera mungkin agar ia dapat segera terlepas dari tanggung jawabnya sebagai seorang Pemeran yang tidak diketahui Perannya disini.
Apakah ia dapat berhasil menjodohkan mereka di tengah badai-badai konflik yang ditulis olehnya sendiri? Ataukah semua tindakannya ini malah membuatnya terjerumus lebih dalam? Dan.. Siapakah orang misterius itu?
Ayo baca drama seorang Penulis kecil ini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MllyyyStar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 29 Menunggu Di Gerbang Utama
Bayangan gelap dari pepohonan yang menjulang di Bukit mulai memudar, tergantikan oleh samar cahaya jingga dan kuning yang mulai muncul. Hembusan udara pagi terasa segar, membawa Aroma-Aroma embun yang menyejukkan.
Satu-persatu dari mereka mulai bangun dan keluar dari dalam tenda, bersiap kembali untuk memulai hari.
Luna menguap, ia mengusap matanya. Baru saja ia kembali ke tenda untuk melanjutkan tidurnya setelah mencari udara segar malam, namun tak terasa hari berganti dengan cepat, tidurnya tak terasa cukup baginya.
Para lelaki mengemas tenda, sementara yang lainnya hanya menunggu dan melihat.
Josie menghela nafas. “Yah.. Kita masih harus menuruni Bukit ini.” Serunya malas.
“Setidaknya masih lebih baik dibandingkan menanjak.” Sierra mengemasi barang terakhirnya.
Akhirnya semuanya siap, tempat itu telah kosong setelah selesai dibereskan, hanya menyisakan beberapa ranting-ranting dan bekas-bekas di atas tanah yang menjadi bukti bahwa pernah ada orang yang singgah di tempat itu.
Mereka kembali melanjutkan perjalanan, meski Desa itu tampak tidak jauh lagi, namun perjalanan mereka masih terasa sangat jauh. Perlu menuruni Bukit, melewati Kawah-Kawah dan Lereng-Lereng berbahaya, serta beberapa Makhluk-Makhluk Magis yang menjadi penghalang untuk Perjalanan mereka yang sebelumnya lancar.
Namun meski begitu, hal-hal itu tentunya tidak menjadi penghalang Misi mereka.
Mereka melanjutkan perjalanan dengan Formasi yang telah diatur sedemikian rupa, para pria terpisah berada di depan untuk menuntun jalan dan sisanya menyusul di Formasi paling belakang, mengamati.
Akhirnya mereka berhasil melewati tantangan Alam. Mereka berdiri di atas Halaman yang luas dengan rumput hijau yang tumbuh dengan rapi, terpotong sempurna.
“Akhirnya..” Josephine menghela nafas, mengusap keringat di dahinya.
Disana, Gerbang kayu tua dengan cat putih yang tampak pudar berdiri dengan kokoh. Menjadi sambutan pertama untuk mereka yang baru saja tiba.
Yang lainnya tampak semangat, akhirnya Perjalanan Misi mereka sebentar lagi akan segera selesai. Namun tidak dengan beberapa orang, Leontius yang terlihat serius, Alsean yang menoleh dengan tatapan waspada, dan Luna yang diam-diam menyelidik. Sementara sisanya, bertingkah seperti biasanya.
“Aneh, kenapa disini tampak sepi?” Vandore menoleh ke sekitarnya, merasa heran.
Tepat setelah Vandore menyelesaikan kalimatnya, sebuah benda tampak melesat dengan cepat di udara, melewati orang-orang yang berada disana, namun untungnya berhasil disadari oleh Alsean, dan dengan Sihir transparan miliknya, ia berhasil menahan Serangan tak terduga itu.
Sejenak benda itu tampak seperti melayang di udara, hingga kemudian Sihir Transparan milik Alsean memudar hingga menghilang, menjatuhkan beda itu hingga akhirnya terjerat di atas tanah.
Semuanya terkejut atas Serangan tidak terduga tersebut, mereka memandang satu sama lain dan membisu sejenak, hampir saja benda runcing itu berhasil mengenai salah satu dari mereka.
"Anak panah?" Sierra menyentuh, menyadari jika benda yang baru saja melewati mereka adalah sebuah anak panah, artinya ada seseorang yang menargetkan mereka disana.
Tidak seseorang, namun beberapa orang.
"Tinggalkan Desa kami." Suara itu terdengar ringan, namun nyaring. Yang berasal dari seorang pria di atas sebuah Menara yang dibangun tak jauh dari Gerbang Utama tempat jalan masuknya Desa itu. Dengan Alat Panah dan Anak Panahnya yang tampaknya akan segera ia lepaskan kembali, bersama dengan beberapa orang di Menara lain yang berbeda.
“Tunggu, kami adalah-”
Belum sempat Leontius menyelesaikan setengah ucapannya, beberapa anak panah mulai menghujam mereka, anak panah pertama tampak seperti permulaan saja untuk mereka.
“Sial.” Vandore berdecak kesal, menyiapkan Pertahanannya.
Mereka sangat Agresif Menyerang, seperti takut celah kecil dalam Pertahanan mereka akan diketahui.
Merasa terdesak oleh Serangan itu. Leontius mengeluarkan Sihirnya, menciptakan sebuah Badai kecil disekitar, dan membawa semua Tembakan anak-anak Panah ke dalam putaran Topan kecil.
Chelsea pun seakan memahami, ia berkontribusi dalam Menciptakan sebuah Cahaya, Cahaya yang perlahan menjadi sangat amat terang dan Menyilaukan hingga mampu membutakan pandangan selama beberapa detik untuk sekejap bagi siapapun yang melihatnya.
Luna menyipitkan matanya, menghalangi Cahaya yang menyilaukan dengan tangannya.
“Kami bukanlah Musuh. Kami datang dengan membawa Surat dari Akademi untuk Tuan Vulwin Holakas.” Leontius menggunakan kesempatan itu untuk berbicara.
Energi Cahaya yang disalurkan oleh Chelsea tak bertahan lama, dalam waktu sekejap Cahaya itu menghilang. Namun orang-orang masih merasakan Dampak dari Cahaya tersebut yang membuat mereka masih berusaha beradaptasi kembali untuk melihat.
Beberapa kali Luna mengerjapkan matanya, hingga akhirnya ia berhasil untuk kembali dapat melihat bayang-bayangan orang-orang disekitarnya.
Elena menyentuh pundaknya, membantunya menyeimbangkan tubuhnya kembali sebab menyadari ia yang sedikit kesulitan.
“Bagaimana kami dapat percaya dengan yang kalian katakan?” Tanya pria itu kembali dari atas Menara jauh. Langkahnya sedikit tergoyah, masih mengerjapkan matanya.
Leontius menoleh ke arah Alsean, mereka mengangguk.
Alsean mengeluarkan secarik sampul Surat yang masih tertutup rapat dengan sebuah Stempel di atasnya. Ia mengangkatnya dan Surat tersebut terbang di Udara oleh Sihir Leontius yang membawanya kepada pria di atas Menara Pengawas.
“Bagaimana selanjutnya? Mereka benar-benar memiliki Surat dari sebuah Akademi untuk Tuan Vinn.” Salah satu pria di atas Menara berbisik.
“Bawa Surat ini untuk Tuan Vinn, kita perlu persetujuannya untuk membuka Gerbang Utama Desa.” Pinta pria itu.
“Apa itu akan berhasil?” Tanya Sierra, tenang.
“Entahlah, tapi seharusnya ya.” Kata Alsean.
“Kalian harus menunggu, kami akan membuka Gerbang setelah selesai memeriksa kebenaran Surat yang kalian bawa.” Kata pria di atas Menara, menurunkan Alatnya namun tetap Memantau.
“Baiklah, kami akan menunggu. Namun anda harus berjanji untuk tidak melakukan Penyerangan apapun selama itu.” Alsean berbicara, dan pria itu mengangguk.
Leontius menurunkan ketinggian Energi Sihir Udaranya, menurunkan anak-anak Panah yang semula berada di Putaran Topan Ciptaannya.
Tangannya kebas, mati rasa akibat Energi yang ia salurkan terlalu tinggi dan dalam waktu yang terlalu singkat.
“Apa yang terjadi? Mengapa mereka memberlakukan Pertahanan serumit ini?” Tanya Vandore tidak mengerti.
“Kupikir untuk melindungi Desa mereka dari para Penjahat yang ingin merampas milik mereka secara paksa?” Josephine memberikan pendapatnya.
“Terdengar masuk akal.” Edwin mengangguk.
Chelsea bersimpuh sebelum akhirnya ia benar-benar duduk. “Mereka tidak akan Menyerang lagi, kan?”
Elena memandang ke tempat beberapa Menara Pengawas yang berada di kejauhan. “Tampaknya orang-orang itu bisa menepati perkataan mereka.”
“Kau tidak apa-apa Chelsea? Kau menggunakan Energi dalam jumlah yang cukup besar hanya dalam waktu yang singkat tadi.” Tanya Josephine.
“Hanya sedikit.. Lelah. Selebihnya aku merasa lebih bergairah untuk melanjutkan Misi. Sangat menarik.” Jawabnya dengan nafas sedikit terengah-engah.
Edwin menyusulnya beristirahat, duduk bersilang di atas rerumputan yang mereka pijak.
Setelahnya beberapa yang lainnya mulai mengikuti, sembari menunggu Gerbang Utama Desa tersebut terbuka untuk mereka.
..._...