Rupanya salah masuk kamar hotel saat liburan membuat Gia Adrian harus rela terjebak dalam sebuah pernikahan konyol dengan pria asing dan begitu juga dengan Gio Hadikusumo terpaksa menerima pernikahan tersebut padahal dirinya merasa tak melakukan apapun.
"Aku tidak mau menikah dengan gadis manja dan liar sepertinya," ucap pria tampan nan macho dengan pandangan sedingin es gunung himalaya tersebut.
"Ck, kamu kira aku juga mau menikah dengan pria dingin dan kolot sepertimu? hidupku pasti akan penuh sial nanti," umpat Gia menolak mentah-mentah pernikahannya. Ia masih sangat muda dan masih ingin bersenang-senang.
"Pokoknya kami tidak ingin menikah, kami hanya salah masuk kamar!" ucap mereka bersamaan saat kedua orangtuanya memaksakan sebuah pernikahan demi menjaga nama baik keluarga masing-masing.
Gia anak gaul metropolitan, kaya raya dan manja serta gemar hang out bisakah bersatu dengan Gio pria kepulauan yang dingin dan serius yang selalu menjunjung tinggi adat istiadat keluarga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qinan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari pertama di rumah mertua
Setelah tragedi benda keramat yang membuat Gio sedikit naik pitam karena tak suka barang-barangnya disentuh oleh sang istri, kini keduanya nampak tidur dengan posisi saling memunggungi. Tak ada lagi perdebatan panas diantara mereka karena sedang sibuk dengan pemikirannya masing-masing, Gia yang menganggap sedang diguna-guna oleh sang suami mencoba untuk menjauh bahkan kini gadis itu merebahkan tubuhnya ditepi ranjang dan menyisakan ruang kosong dibagian tengahnya begitu juga dengan Gio juga melakukan hal yang sama.
Malam pun makin larut namun mereka tak kunjung bisa terlelap mengingat tak biasa tidur dengan lawan jenis, apalagi Gia yang selama ini sering tidur menjelang dini hari. Karena tak bisa tidur gadis itu pun nampak berganti posisi dengan menghadap sang suami dan dilihatnya pria itu sedang tidur terlentang dengan mata terpejam.
"Cepat sekali tidurnya," gumamnya padahal baru pukul 10 malam.
Apakah seperti ini kehidupan di kampung? benar-benar tak cocok dengannya meskipun ini adalah malam pertamanya yang seharusnya ia lewatkan dengan orang yang ia cintai. Gia masih benar-benar belum menerima pernikahan ini, haruskah ia membuat kesepakatan dengan pria itu dengan menikah kontrak misalnya?
"Apa kamu sudah tidur?" ucapnya ingin tahu apa pria itu benar-benar sudah terlelap.
"Berisik," Gio beralih posisi memunggungi gadis itu lantas kembali memejamkan matanya.
"Aku ingin bicara," ucap Gia tiba-tiba.
"Besok saja ini sudah malam tidurlah!" tukas Gio yang masih memunggunginya.
Mendengar itu pun Gia nampak kesal. "Baru juga pukul 10 malam seperti bayi saja tidur jam segini, " gerutunya seraya menatap langit-langit kamarnya ditengah penerangan yang temaram namun tiba-tiba kasur sebelahnya bergerak kencang dan rupanya suaminya itu beranjak mendekatinya.
Tentu saja itu membuat Gia langsung menelan ludahnya apalagi kini jarak diantara mereka hanya beberapa senti saja hingga napas keduanya terasa hangat menyapu wajah, apa pria itu akan meminta haknya? Tidak, ia belum siap untuk itu. Memikirkan hal itu pun membuat Gia langsung menggeleng cepat.
"Tidurlah, jangan pernah membawa kebiasaanmu di kota ke tempat ini mengerti!" perintah pria itu dengan tatapan tajam dan suara dinginnya.
Gia yang tak bisa berkutik hanya menutup bibirnya rapat sampai pria itu kembali ke tempat tidurnya semula dan kini gadis itu kembali bernapas lega tapi tetap saja ia tak bisa tidur meskipun sudah mencoba untuk memejamkan matanya.
Keesokan harinya .....
Pagi itu Gia nampak terbangun ketika mendengar pintu kamarnya diketuk dengan keras dan gadis itu pun segera menatap jendela yang masih gelap kemudian dilihatnya sang suami yang sudah tak ada disisinya.
Apa pria itu sudah pergi bekerja?
Kemudian dengan langkah gontai gadis itu pun turun dari kasurnya untuk membuka pintu dengan mata setengah terpejam.
"Kamu baru bangun?" ucap nyonya Nala dengan mata melotot menatap gadis itu.
"Ini masih malam bi oh astaga biarkan aku tidur lagi," sahut Gia seraya kembali melangkah ke kasurnya namun wanita paruh baya tersebut langsung menahannya.
"Keluarga Hadikusumo tidak ada yang pemalas, segera bersihkan dirimu lalu bantu kami di dapur!" perintah nyonya Nala dengan suara tegasnya hingga membuat Gia langsung membuka matanya dengan lebar.
"Apa bibi serius? aku tidak pernah melakukan itu bi, apa disini tidak ada pelayan?" sahut gadis itu menanggapi.
"A-apa? pelayan?" Nyonya Nala langsung melotot mendengarnya.
"Tentu saja, bibi tinggal membayarnya dan mereka akan bekerja untukmu." sahut Gia seraya tersenyum lebar.
Bukankah semua masalah bisa diatasi dengan uang?
"Kamu pikir seorang nona muda hah? apa kamu tahu, bahkan putri kepala kampung disini itu bisa melakukan apapun tanpa bantuan pelayan sayangnya dia pergi keluar negeri jika tidak mungkin sudah menjadi menantu keluarga ini."
Nyonya Nala benar-benar tak habis pikir dengan gadis yang dibawa oleh ayahnya tersebut, selain manja gadis itu juga tak memiliki sopan santun dengan orang yang lebih tua terutama dirinya yang notabennya nyonya besar di rumah ini.
"Aku tidak butuh alasanmu, mulai hari ini tugasmu adalah membersihkan seluruh rumah ini jangan sampai ada sedikit pun debu yang terlihat. Mengerti?" perintah wanita paruh baya tersebut lantas segera berlalu pergi dari hadapan gadis itu sebelum kembali melayangkan protes yang pasti akan membuatnya semakin emosi dibuatnya.
"A-apa? apa aku tidak salah dengar? aku disuruh membersihkan seluruh rumah ini? oh astaga apa dia tidak tahu jika aku seorang nona muda kaya raya jadi bagaimana bisa melakukan itu semua?"
Tentu saja Gia menolak keras perintah wanita itu namun mau bagaimana lagi tak ada yang membelanya saat ini bahkan suami dan kakeknya entah pergi kemana. Lalu bagaimana caranya ia akan melakukan itu semua karena ia memang tak pernah melakukannya saat di rumahnya.
Kini Gia hanya menatap sapu maupun peralatan pel yang diberikan oleh nyonya Nala tanpa berniat untuk menyentuhnya, bukan karena tidak mau namun karena tak tahu caranya.
"Apa yang kamu tunggu? segera bersihkan setiap sudut rumah ini sampai bersih!" perintah nyonya Nala yang mulai tak sabar.
"Aku tidak tahu caranya, apa Bibi bisa memberikan contoh?" mohon Gia dengan wajah tak bersalahnya bahkan senyuman manis tersungging di bibir tipisnya.
Nyonya Nala menggeleng kesal. "kamu benar-benar gadis kota tak berguna, ini yang membuatku selalu melarang Gio untuk terlalu lama tinggal di kota karena pasti akan mendapatkan pengaruh buruk." gerutu wanita itu seraya mengambil sapu dihadapannya tersebut untuk memberikan contoh cara membersihkan rumah kepada menantunya itu.
"Memang kakek dan suamiku kemana bi?" tanya Gia yang sejak tadi tak melihat kedua pria berbeda generasi itu.
"Ayah ada urusan di rumah kepala kampung sedangkan Gio pergi ke kota," terang wanita itu sembari menyapu.
"Pergi ke kota?" Gia sedikit terkejut mendengarnya, jika tahu suaminya pergi ke kota ia akan ikut. Sungguh baru satu hari tinggal disini ia sudah tidak betah apalagi sambungan internetnya benar-benar sangat lambat bahkan terkadang jaringannya menghilang tiba-tiba.
"Hm, nanti paling juga kembali kecuali keluar daerah baru menginap lama memang Gio tak memberitahumu?" sahut wanita itu lagi.
"Tidak, aku bahkan tidak tahu kapan dia pergi." Gia menggeleng kecil.
"Tentu saja dia tak memberitahumu karena dia memang tak benar-benar menyukaimu, entah apa yang dipikirkan ayahku kenapa memilihmu menjadi menantu keluarga ini." tukas wanita itu dengan nada ejekan.
"Maksud bibi?" Gia nampak tak mengerti, memilihnya? bukankah mereka menikah karena tak sengaja tidur sekamar?
"Lupakan saja," sahut nyonya Nala yang sepertinya salah berbicara.
"Eh kenapa malah aku yang menyapu?" Nyonya Nala yang baru menyadari telah membersihkan seluruh rumahnya pun nampak geram.
Apa gadis itu sengaja mengajaknya terus bicara untuk mengerjainya?
bungkus aja lah , halal ini ko 😁