NovelToon NovelToon
Glass Wing

Glass Wing

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Cinta Terlarang / Penyeberangan Dunia Lain / Fantasi Wanita / Saudara palsu / Dark Romance
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: Vidiana

—a dark romance—
“Kau tak bisa menyentuh sayap dari kaca… Kau hanya bisa mengaguminya—hingga ia retak.”

Dia adalah putri yang ditakdirkan menjadi pelindung. Dibesarkan di balik dinding istana, dengan kecantikan yang diwarisi dari ibunya, dan keheningan yang tumbuh dari luka kehilangan. Tak ada yang tahu rahasia yang dikuburnya—tentang pria pertama yang menghancurkannya, atau tentang pria yang seharusnya melindunginya namun justru mengukir luka paling dalam.

Saat dunia mulai meliriknya, surat-surat lamaran berdatangan. Para pemuda menyebut namanya dengan senyum yang membuat marah, takut, dan cemburu.

Dan saat itulah—seorang penjaga menyadari buruannya.
Gadis itu tak pernah tahu bahwa satu-satunya hal yang lebih berbahaya daripada pria-pria yang menginginkannya… adalah pria yang terlalu keras mencoba menghindarinya.

Ketika ia berpura-pura menjalin hubungan dengan seorang pemuda dingin dan penuh rahasia, celah di hatinya mulai terbuka. Tapi cinta, dalam hidup tak pernah datang tanpa darah. Ia takut disentuh, takut jatuh cinta, takut kehilangan kendali atas dirinya lagi. Seperti sayap kaca yang mudah retak dan hancur—ia bertahan dengan menggenggam luka.

Dan Dia pun mulai bertanya—apa yang lebih berbahaya dari cinta? Ketertarikan yang tidak diinginkan, atau trauma yang tak pernah disembuhkan?

Jika semua orang pernah melukaimu,
bisakah cinta datang tanpa darah?



Di dunia tempat takdir menuliskan cinta sebagai kutukan, apa yang terjadi jika sang pelindung tak lagi bisa membedakan antara menjaga… dan memiliki?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vidiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

34

“Duduklah disini”

Caleb berhenti. Mereka berada di belakang taman gedung Bashamana yang lebih tersembunyi dari pandangan. Senyum yang ia tunjukkan begitu lembut. Tak ada dendam. Tak ada amarah. Hanya gurat luka yang mendalam di sorot matanya.

“Aku ingin bicara… bukan sebagai bangsawan, tapi sebagai saudara dari seseorang yang sudah tiada.”

Lyeria menunduk dan mengangguk pelan.

Mereka duduk di bangku marmer. Hening. Hanya suara angin yang menari pelan di antara semak bunga mawar.

“Dia mencintai Ferlay,” ucap Caleb pelan, tangannya mengepal di atas lututnya. “Tapi… dia juga tahu bahwa cinta itu satu arah.”

Lyeria mengangkat wajahnya perlahan, hati-hati menimbang setiap kata Caleb.

“Dia sering bercerita tentangmu,” lanjut Caleb. “Dia tahu bahwa Ferlay lebih sering menatapmu daripada dirinya. Dia tahu… dan itu menghancurkannya.”

Caleb tersenyum samar, memandang langit.

“Aku tidak menyalahkanmu. Kau pun hanya gadis muda yang dibawa dalam pusaran permainan kekuasaan dan kehendak orang dewasa.”

Lalu ia menoleh. Menatap mata Lyeria dalam-dalam.

“Aku hanya ingin mengenalmu lebih baik, Lyeria. Setidaknya… agar aku bisa menyambung kenangan tentang kakakku. Dan… siapa tahu, bisa mengobati luka yang sama-sama kita miliki.”

“Aku turut berduka atas kematian kakakmu. Aku…” Lyeria ragu, suaranya lirih.

Caleb menggeleng perlahan. “Jangan katakan itu. Luka kami—luka yang ditinggalkan kakakku—tak akan sembuh dengan saling menyalahkan.”

Ia menarik napas panjang. Jemarinya tampak gemetar—atau mungkin hanya berpura-pura gemetar—saat menyentuh kelopak bunga yang gugur di sampingnya.

“Yang bisa kita lakukan sekarang hanyalah… menjaga yang masih hidup.”

Lalu ia menoleh, tatapannya mengunci wajah Lyeria.

“…jangan terlalu keras pada dirimu. Kakakku… bukan orang yang mudah dicintai. Itu bukan salahmu.”

Lyeria terdiam. Kata-kata itu seharusnya terasa menenangkan, tapi ada sesuatu dalam suara Caleb—sesuatu yang ia tak mampu jelaskan—yang membuatnya merasa seolah tengah diadili tanpa disadari.

Ia menatap kedua tangannya. Jemarinya gemetar, seolah darah dari gaun pengantin Putri Nata masih menetes di sana. Dalam bayangannya, tubuh Nata masih melayang turun dari menara, gaunnya terkibar bagai sayap putih patah, sebelum menghantam tanah dengan suara yang tak pernah bisa dilupakan Lyeria.

Ia menutup mata. Tapi justru kegelapan membuat ingatan itu lebih hidup. Kilatan merah. Jeritan. Dingin di sela-sela jari. Dan tatapan kosong Nata yang membeku tepat di pelukannya.

“Darah itu di tanganku…” bisiknya, entah kepada Caleb atau hanya untuk dirinya sendiri. “Seolah aku yang mendorongnya. Seolah aku yang menusuknya…”

Ia menarik napas, menyeka pipinya yang lembab.

“Aku akan pergi dari hidup Ferlay,” ucapnya lirih. “Aku akan berusaha memperbaiki semuanya… sebelum terlambat.”

Caleb mengangguk perlahan. Wajahnya teduh. Mengerti.

Ia berdiri. Membungkuk pelan.

“Aku harap kita bisa bicara lagi lain kali.”

Lalu ia pun melangkah pergi. Langkahnya tenang, nyaris tak bersuara di antara rerimbunan pohon.

Begitu bayangan tubuhnya menghilang di balik lengkung cahaya sore, senyum tipis muncul di wajahnya.

...****************...

Semenjak hari itu, Caleb perlahan menjadi bagian dari hari-hari Lyeria.

Ia tidak datang dengan bujuk rayu, tapi dengan luka yang serupa. Ia menawarkan penghiburan yang diam, tidak mengusik, tidak memaksa. Ia tahu bahwa luka yang dalam tidak disembuhkan dengan tangan yang kuat, melainkan dengan sabar menunggu si pemilik luka membuka pintu.

Dan Lyeria—karena merasa bersalah, karena ingin menebus sesuatu yang tak bisa dikembalikan—membiarkan Caleb masuk. Sedikit demi sedikit.

Mereka mulai terlihat bersama di beberapa perjamuan. Sesekali di taman kerajaan. Sesekali di ruang musik.

Dan ketika kabar itu menyebar, bahwa Caleb mengirimkan nota permintaan pernikahan kepada kerajaan Garduete, dunia mulai berbisik.

Itu bukan sekadar lamaran. Itu adalah pernyataan terbuka.

Bahwa ia ingin menikahi putri dari Pangeran Riana.

Bahwa ia—seorang bangsawan tinggi dari wilayah Garduete—berani melangkah ke garis kekuasaan keluarga paling ditakuti di benua itu.

Dan yang lebih mencengangkan?

Nota itu tidak langsung ditolak.

Istana Garduete diam. Pangeran Leon—kakak Lyeria yang kini menjadi raja—tidak berkata apa-apa. Xasfier, sang Panglima, juga tidak bereaksi di hadapan publik.

Lalu publik menyimpulkan sendiri: diam adalah tanda restu.

Maka sejak itu, Lyeria dan Caleb dianggap sebagai sepasang kekasih. Meskipun belum ada upacara resmi, masyarakat kerajaan mulai bersikap sopan kepada Caleb seolah dia sudah menjadi calon pangeran pendamping.

Lyeria tetap diam. Tidak membantah. Tidak menyanggah.

Dan Caleb, setiap malam, berdiri di balkon istananya. Memandang arah barat, ke arah kerajaan Garduete, lalu berbisik:

“Kau, Ferlay… akan kehilangan segalanya.”

...****************...

Langit Garduete hari itu bersih dan tenang. Biru pucat membentang luas, hanya dihiasi awan tipis yang bergerak lambat seiring angin musim panas. Di taman bagian selatan kediaman keluarga Caleb, danau buatan memantulkan cahaya matahari seperti cermin kusam—tenang, tapi menyimpan sesuatu di kedalamannya.

Lyeria duduk di bawah pohon tua yang menjulang di tepi danau. Topi lebarnya ia lepaskan, membiarkan cahaya menyentuh wajahnya dan angin memainkan ujung rambutnya. Ia tampak tenang, tapi hanya orang buta yang tak bisa melihat bahwa hatinya berantakan.

Di sampingnya, duduklah Caleb. Sejak kematian kakaknya, Ia menjadi lebih tenang… terlalu tenang.

“Tempat ini tak banyak berubah sejak dulu,” ujar Caleb pelan, matanya menyapu danau di hadapan mereka. “Tapi kau berubah. Matamu tak seceria dulu.”

Lyeria tidak langsung menjawab. Ia menatap permukaan air yang memantulkan cahaya seperti pisau-pisau kecil.

“Aku berubah, karena semua orang memaksaku untuk bertahan.”

Caleb menoleh padanya perlahan. Wajahnya tampak iba, tapi sorot matanya terlalu tajam untuk disebut sebagai simpati tulus.

“Ferlay sudah lama tak kembali, ya?” ucapnya, seolah hanya menyebutkan fakta. “Apa kau menunggunya?”

Lyeria menghela napas pelan. “Entahlah. Menunggunya sama saja seperti menunggu musim dingin datang lebih awal—kau tahu itu akan datang, tapi tak tahu kapan dan dalam bentuk apa.”

Caleb tersenyum samar. Ia mengambil topi Lyeria dan meletakkannya kembali di pangkuan gadis itu, seolah sebuah sikap perhatian kecil yang sangat alami.

“Terkadang, saat seseorang terlalu sering pergi, mungkin… dia memang tak pernah berniat tinggal.”

Lyeria memejamkan mata sejenak.

“Aku tidak ingin membicarakan Ferlay.”

“Baik,” jawab Caleb dengan cepat, sopan. “Kita tak perlu membicarakan siapa pun. Hanya… aku dan kau. Dua orang yang sama-sama pernah kehilangan sesuatu.”

Ia menoleh menatapnya dalam-dalam. “Aku senang kau datang, Lyeria.”

“Karena sopan santun,” balas gadis itu lirih.

“Karena kau tahu aku tidak akan menyakitimu,” Caleb membalas pelan. “Dan karena aku… mungkin satu-satunya yang mengerti rasanya ditinggalkan.”

Lyeria tidak menyadari bahwa tubuhnya menegang sesaat, tapi Caleb melihatnya.

Ia tersenyum pelan. Lalu menoleh ke arah danau.

Satu langkah.

Hanya itu yang ia butuhkan sekarang. Sedikit lagi.

Caleb meraih pinggang Lyeria dengan lembut, seolah takut membuat gadis itu retak. Sentuhan yang tampak hangat di permukaan, namun ada ketegangan samar yang mengintai di bawahnya. Matanya menatap dalam ke mata Lyeria, seakan ingin menyelami seluruh pikirannya, menebak keraguan dan luka yang tersembunyi di balik wajah tenangnya.

Perlahan, tanpa berkata apa-apa, Caleb mendekatkan wajahnya. Waktu seolah melambat. Nafas Lyeria tercekat.

Tubuhnya membeku. Tidak ada penolakan, tapi juga tidak ada penerimaan. Hanya diam. Hanya ketidakpastian yang menggantung di udara.

Namun, sesaat sebelum bibir Caleb sempat menyentuhnya, Lyeria berpaling.

Dengan gerakan cepat dan gugup, ia menjauh. Kedua tangannya refleks memegang dada, seperti menenangkan degup yang tak terkendali—bukan karena cinta, tapi karena bersalah.

“Caleb…” ucapnya pelan, suaranya gemetar namun tegas. “Aku tahu aku berhutang nyawa padamu. Tapi… aku tidak mau seperti Ferlay. Aku tidak ingin mengulang kisah yang sama. Aku tidak bisa menerima ciumanmu. Atau pernikahan. Maafkan aku.”

Caleb diam. Bahunya tidak bergerak, wajahnya tak menunjukkan reaksi.

“Kau tidak mau menikah denganku?” tanyanya akhirnya. Suaranya datar. Terlalu tenang untuk disebut kecewa, terlalu lembut untuk disebut marah.

Lyeria menggeleng, perlahan. Ada kejujuran yang nyaris menyakitkan di matanya saat ia berkata, “Aku pikir setelah semua yang terjadi… setelah melihatnya sendiri, aku mengubah pikiranku.”

Ia menarik napas.

“Aku akan menikah dengan orang yang benar-benar kuinginkan menikah dengannya. Bukan karena perjodohan. Bukan karena balas budi. Aku… di sini hanya ingin menjadi sahabatmu, Caleb. Tidak lebih.”

Hening.

Tak ada angin. Tak ada burung bernyanyi. Dunia terasa sunyi di sekeliling mereka, seolah turut menahan napas.

Caleb tak menjawab. Ia hanya menatap Lyeria beberapa saat, lalu menunduk pelan.

Dan tersenyum. Tipis. Terlalu tenang untuk seorang pria yang baru saja ditolak.

“Kalau begitu… kita tetap bisa berteman.”

Suara Caleb terdengar tenang. Nyaris hangat.

Ia berdiri perlahan, menyeka debu dari lututnya seolah tidak terjadi apa-apa. Kemudian, ia mengulurkan tangan ke arah Lyeria—gestur sederhana yang seharusnya penuh makna damai.

Lyeria ragu sejenak. Tapi ia tak ingin memperpanjang suasana. Maka ia membalas uluran tangan itu dan ikut berdiri.

1
Vlink Bataragunadi 👑
iya betul krn hasil tes DNA bisa dimanipulasi
Vlink Bataragunadi 👑
tidaaaaak, jangan Xasfier, tolooong jangan ada yg mati/Sob/
Vlink Bataragunadi 👑
aku Kira Kael lebih baik dari Ferlay, ga tau nya podo bae/Cry/
Vlink Bataragunadi 👑
aaaaaa ga mau g mauuu plis jangan sampe ada sesuatuu
Vlink Bataragunadi 👑
inilah Tania tanpa topeng
Vlink Bataragunadi 👑
aneh dan lucu bangett hubungan El ama Calla tuh/Facepalm/
Vlink Bataragunadi 👑
aaaaargh ayolaaah, ini aja belum tamat, masa aku harus baca buku Yuki jugaa, pinisiriiiin/Sob/
Vlink Bataragunadi 👑
siapa gadis itu? Tania kah?
Vlink Bataragunadi 👑
lelah nyaaaaa jadi Ara/Facepalm/
Vlink Bataragunadi 👑
hooh katanya mencintai, tp kok begituu
Vlink Bataragunadi 👑
beneran ini mah harus baca buku ttg Yuki, aku lieuur/Gosh/
Vidiana A. Qhazaly: Memang harus baca hahaha
total 1 replies
Vlink Bataragunadi 👑
ya ampun/Sob/
Vlink Bataragunadi 👑
ommo...
Vlink Bataragunadi 👑
hah? terus Xasfier anak siapa?
Vlink Bataragunadi 👑
laaaah si goblok
Vlink Bataragunadi 👑
bener lagi /Whimper/
Vlink Bataragunadi 👑
iya ya ner juga
Vlink Bataragunadi 👑
aduh.... 🤦🏻‍♀️
Vlink Bataragunadi 👑
oh ya ampuuuun..... yuki.... selama hidupnya pernahkah dia bahagia???
Vlink Bataragunadi 👑
hmmm seperti Lyeria dan Ferlay
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!