Anthony Chavez, ibunya Barbara, istrinya Dorothy dan kedua anak lelakinya Ethan Chavez dan Fred Chavez, ditemukan polisi sudah tidak bernyawa dengan tubuh lebam kebiruan di dalam kamar. Keempat jenazah itu saling bertumpuk di atas tempat tidur. Di dalam tubuh mereka terdapat kandungan sianida yang cukup mematikan. Dari hasil otopsi menyatakan bahwa mereka telah meninggal dunia lebih dari 12 jam sebelumnya. Sedangkan putri bungsu Anthony, Patricia Chavez yang masih berusia 8 bulan hilang tidak diketahui keberadaannya. Apakah motif dari pembunuhan satu keluarga ini? Siapakah pelakunya? Dan Bagaimanakah nasib Patricia Chavez, anak bungsu Anthony? Temukan jawabnya di sini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bas_E, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27. Semoga Kau Baik-Baik Saja Dwayne
Tidak mendapatkan benda berharga lainnya, pria itu kembali mengumpat seraya menendang-nendang tubuh Dwayne untuk melampiaskan kekesalannya.
"Sialan!!! Dasar petani miskin!!"
"Hentikan Jack!! Sebaiknya kita segera pergi dari sini." Wanita muda yang mengenakan t-shirt putih dengan celana jeans biru, menarik lengan pria yang bernama Jack itu.
"Dia telah melempar Bruno ke sungai. Aku rugi besar Mia." Ujarnya kesal.
"Tapi kau telah menyakiti pria itu. Kita saat ini tidak tau, apakah pukulanmu di kepalanya akan berakibat buruk atau tidak?!" Mia tak kalah sengit.
"Heii. Sejak kapan kau menaruh perhatian pada korban kita?!" Protes Jack.
"Aku bukan menaruh perhatian pada orang itu, Jack. Tapi kau telah mengingkari kesepakatan kita. Kau lupa janjimu, haa. Kita hanya merampok. Mengambil barang-barang berharganya saja, bukan melukai orang apalagi sampai membunuhnya. Kalau kau terus melakukan hal itu lagi, sebaiknya kita putus saja....!!" Wanita muda itu melangkahkan kakinya menjauh dengan wajah kesal.
"Jangan sayang. Apalah arti hidupku tanpamu. Aku mohon jangan tinggalkan Aku. Orang itu telah membuang Brunoku ke sungai. Dan sekarang, entah bagaimana nasibnya saat ini. Maafkan aku telah sengaja memukul kepala orang itu agak keras." Jack mengejar kekasihnya, seraya menarik pergelangan tangan wanita itu untuk menghentikan langkahnya.
"Itu salahmu sendiri. Mengapa kau selalu melibatkan Bruno dalam setiap aksimu?!" Wanita itu menangguhkan langkahnya kemudian menepis genggaman tangan Jack di pergelangan kanannya.
"Iya sayang aku yang salah. Jangan marah ya.. Aku janji, ini yang terakhir kali melakukannya." Jack mengangkat dua jari tangan kanannya membentuk huruf v, tangan kirinya menggenggam telapak tangan kanan Mia dengan tatapan memelas.
Mia membuang pandangannya. Selalu saja begitu. Setiap kali Jack berbuat kesalahan, ia akan dengan mudah meminta maaf. Tetapi kemudian pria itu akan melupakannya dan mengulangi hal yang sama di lain waktu. Mia terpaksa memaafkan Jack. Salah, bukan memaafkan, lebih tepatnya memaklumi. Mengingat kebaikan yang telah pria itu lakukan untuk keluarganya. Jack dengan sukarela menanggung semua biaya perawatan ibunya di rumah sakit. Jack juga yang telah menanggung semua biaya hidupnya, setelah ia memutuskan berhenti dari pekerjaannya demi merawat ibunya yang sedang sakit. Sambil memejamkan matanya Mia menghela nafas berat.
"Berjanjilah kau tidak akan mengulanginya lagi."
"Ya aku berjanji. Sekarang senyum, dong." Jack menyeka anak rambut yang sedikit menutupi wajah cantik kekasihnya itu.
Dengan terpaksa Mia menarik kedua sudut bibirnya membentuk lengkungan indah di wajahnya. Melihat kekasih hatinya sudah jinak kembali, Jack memutuskan agar mereka segera meninggalkan tempat itu.
"Kalau begitu, ayo kita segera pergi dari sini. Kau bawa mobil orang itu, biar aku yang mengendarai motor. Nanti kita bertemu di markas." Perintah Jack.
"Tapi bagaimana dengan orang itu?" Tetap saja rasa khawatir tidak bisa disembunyikan dari nada suara Mia.
"Besok pagi pasti ada orang yang menemukannya. Daerah ini merupakan jalur memancing favorit bagi para pemancing mania."
"Ya sudah, ayo. Aku harap dia tidak apa-apa setelah mendapat pukulan keras darimu." Mia berusaha menghibur dirinya.
"Tenang saja. Dia pria yang kuat. Namanya kan Dwayne Johnson. Nama seorang pegulat profesional. Kepalanya keras seperti batu. Paling-paling dia mengalami geger otak ringan. Sudah jangan kau pikirkan. Ayo bergegaslah." Jack menarik tangan kekasihnya menjauh dari tempat itu. Dengan terpaksa Mia berjalan mengikuti langkah kekasihnya, sembari sesekali menoleh ke belakang melihat ke arah Dwayne dengan perasaan iba.
Begitu tiba di tepi jalan, mereka berpisah. Seperti instruksi sang kekasih, mobil pickup milik Dwayne, di kendarai oleh Mia. Sedangkan Jack menaiki motor gede miliknya yang terparkir beberapa meter di belakang mobil Dwayne. Motor gede milik Jack memimpin lima meter di depan mobil pick up. Mereka berkendara beriringan, membelah keramaian jalanan, menyusuri malam yang merangkak naik. Setelah melaju selama lebih dari setengah jam, mereka berhenti di kawasan gedung tua bekas gudang penyimpanan bahan baku pabrik makanan dan minuman kemasan.
"Jack. Aku langsung pulang, ya? " Ucap Mia setelah ia turun dari pick up, seraya menyerahkan kunci mobil pada Jack yang telah menunggunya di depan gudang.
"Kenapa kau terburu-buru sekali?"
"Aku ingin melihat Ibuku. Hari ini aku belum mengunjunginya di rumah sakit."
"Besok saja kau menjenguknya. Apalagi saat ini sudah larut. Jam besuk juga sudah habis. Aku yakin, Ibumu baik-baik saja di sana. Lagi pula di rumah sakit ada perawat yang menjaganya. Kau di sini saja bersamaku. Mari kita rayakan keberhasilan malam ini."
"Tapi... Aku sudah berjanji padanya akan datang hari ini." Mia terlihat ragu.
"Ayolah sayang. Malam ini aku sangat ingin bersamamu." Jack mendekat kemudian memeluk tubuh ramping Mia dengan posesif. Ia membenamkan wajahnya di ceruk leher gadis itu. Mengecup lembut hingga ke belakang telinga. Mia merasakan gelanyar aneh di seluruh tubuhnya. Dengan memejamkan matanya dan bahu sedikit terangkat, Mia menikmati sengatan menyenangkan yang Jack berikan. Refleks ia menggigit bibir bawahnya.
"Kalau begitu, besok pagi-pagi sekali aku pergi. Jika kau bangun tidak menemukanku di sampingmu, berarti aku di rumah sakit bersama Ibuku." Bisik Mia sembari mengalungkan kedua tangannya ke leher Jack.
"Baiklah sayang. Terserah kau saja. Besok kau boleh membawa si manis. Kuncinya aku simpan di tempat biasa." Ucap Jack kemudian menggendong tubuh Mia masuk ke dalam gudang.
.
.
Beberapa jam berlalu, Mia terbangun dari tidur singkatnya. Dengan mata setengah terpejam, ia meraih jam weker di atas nakas tempat tidur. Mengusap perlahan wajahnya, Mia memaksa matanya membuka sempurna.
"Pukul 3 pagi." Gumamnya sembari meletakkan kembali benda penunjuk waktu itu di tempatnya.
"Ssssssttt.... " Dengan meringis menahan rasa nyeri di sekujur tubuhnya, Mia perlahan menarik diri dari dekapan pria yang telah menidurinya beberapa jam yang lalu. Tanpa merasa terganggu dengan pergerakan yang ia lakukan, Jack membalikkan tubuh bu gilnya ke arah lain sembari mendekap bantal tidur yang Mia selipkan di se lang kang pria itu sebagai pengganti dirinya. Sembari membenarkan letak selimut di tubuh Jack, Mia turun dari tempat tidur. Berjalan hati-hati di antara botol-botol kosong minuman beralkohol dan bekas pembungkus makanan ringan, Mia memungut satu persatu pakaiannya yang berserakan di lantai kamar.
Kemudian ia segera masuk ke dalam kamar mandi. Suara gemericik air terdengar tak lama kemudian. 15 menit berlalu, Mia keluar dari dalam kamar mandi telah berpakaian lengkap. Wajahnya terlihat segar. Rambutnya yang basah ia biarkan terurai. Tidak ingin membuang waktu, ia menuju nakas tempat tidur, mengambil kunci mobil yang ada di dalam laci. Tak lupa meraih hoodie yang tergantung di belakang pintu, kemudian mengenakannya. Tanpa menimbulkan suara, Mia membuka pintu dan bergegas keluar dari tempat itu.
.
.