Terkenal playboy dan sering bergonta-ganti pasangan membuat Dokter Willy mendapat pandangan buruk dari orang-orang.
Suatu hari ia jatuh cinta kepada Elsa, seorang gadis bungsu yang memiliki tiga kakak lelaki posesif dan cemburuan.
Mampukah si Playboy Willy meluluhkan ketiga kakak Elsa?
IG otor : KOLOM LANGIT
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Drama Dimulai ...
Tidak ada salahnya memulai sesuatu yang baru. Entah itu dalam urusan pekerjaan, kebiasaan baik, atau pun perihal percintaan. Memulai sesuatu yang baru adalah cara sebagian orang untuk melupakan hal yang berlalu.
Berada di sebuah restoran mewah yang telah dibuat seromantis mungkin. Makan malam dengan konsep candle light dinner. Lilin tertata dengan manis di atas sebuah mangkuk berisi air dan bunga, serta menghias meja dengan kelopak bunga mawar merah bercampur putih. Juga dengan jendela yang telah dihias dengan berbagai ornament berbentuk hati. Evan memang yang terbaik, jika mengerjakan permintaan sang kakak. Ia menjadikan ruangan privat di restoran menjadi begitu indahnya.
Senyum menawan menghiasi wajah tampan Rafli, kala menatap seorang gadis cantik yang sedang berjalan dengan anggun ke arahnya. Ia berdiri, menyambut kedatangan putri dari keluarga Azkara. Malam itu Elsa terlihat sangat cantik dengan balutan gaun berwarna biru navy.
“Maaf membuatmu menunggu,” ucap Elsa.
“Tidak masalah.” Rafli menarik kursi di hadapannya agar Elsa dapat duduk. Gadis itu memperhatikan sekeliling ruangan cukup luas yang hanya ada mereka berdua.
“Kau yang meminta ruangan ini dihias seperti ini?”
“Sebenarnya bukan. Evan yang menyiapkan semuanya.” Rafli memberi kode pada seorang pelayan restoran. Dan beberapa saat kemudian, beberapa wanita masuk dengan mendorong menu makan malam.
Berbeda dengan Rafli yang sangat santai seperti biasanya, Elsa malah terlihat sangat canggung dan kaku. Selama bertahun-tahun hubungannya dengan Rafli hanya sebatas sahabat, dan belakangan kedekatan mereka layaknya kakak beradik. Namun kini, ketiga kakaknya berencana menjodohkan mereka.
Elsa terdiam, sorot matanya memperhatikan beberapa menu mewah yang diletakkan pelayan di atas meja.
“Apa kakakku memaksamu menerima perjodohan kita?” tanya Elsa membuka suara—memecah keheningan di ruangan itu.
“Tidak. Aku sendiri yang memutuskan untuk menerimanya.”
“Semudah itu?” Elsa menjeda dengan helaan napas. Sangat aneh baginya jika Rafli mau menerima perjodohan itu begitu saja. “Aku pikir kau akan mencari seorang gadis yang kau sukai.”
Rafli tidak segera menjawab. Ia meraih pisau dan garpu, memotong daging steak kecil-kecil dan memberikan pada Elsa. “Ayo makan!” ucapnya sambil tersenyum, kemudian mulai memotong daging steak miliknya sendiri. “Aku rasa tidak ada salahnya mencoba. Banyak orang yang berakhir bahagia walau pun diawali dengan perjodohan.”
“Aku hanya tidak enak saja kalau ternyata Evan dan Kak Zian memaksamu.”
“Bagaimana denganmu? Apa mereka memaksamu?”
“Tidak juga sebenarya. Tapi aku yakin apa yang diputuskan kakakku adalah yang terbaik untukku. Jadi aku akan menuruti apapun yang mereka putuskan.”
Dari jarak aman, sorot mata penuh kecemburuan membara menatap ke arah sana. Dengan bersembunyi di balik sebuah tirai, Willy ditemani Wira dan Marchel sejak tadi mengawasi jalannya makan malam romantis itu. Ribuan sumpah serapah dan mantra kutukan terus terucap dari bibir sang dokter. “Awas saja kalau dia berani macam-macam pada Elsa. Aku tidak akan melepaskannya,” gerutu Willy.
“Makan malam yang sangat romantis. Kau lihat, dia baru saja memotong daging steak untuk Elsa. Itu kan romantis, Elsa sampai gugup begitu.” Marchel bergumam-gumam tepat di telinga Willy. Sambil memperhatikan keadaan sekitar.
“Aku harus mengingat restoran ini untuk makan malam dengan istriku. Konsepnya juga sangat menarik. Dia benar-benar pintar memperlakukan wanita,” imbuh Wira membuat Willy memelototkan mata ke arahnya.
“Apa artinya kau sedang memuji keong laknat itu?” Walaupun berbisik, namun sangat jelas jika Willy sedang membentak akibat terbakar cemburu. Bahkan napasnya terlihat memendek, sehingga Wira mengusap dada sahabatnya itu pelan-pelan.
“Heh, pelankan bisikanmu. Kau akan malu kalau mereka tahu kita mengintip dari sini.”
Seolah tak peduli, Willy melepas tangan Wira dan Marchel yang berusaha menahannya. Tidak bisa lagi menahan sensasi cemburu yang terasa membakar tubuhnya. “Lepaskan aku!”
“Kau gila!” ucap Wira. “Kita kemari untuk mengawasi mereka, bukan untuk menggagalkan makan malam ini.”
“Aku tidak peduli.”
Wira memberi kode pada Marchel. Bingung menghadapi tingkah teman durjananya itu. Biasanya Willy adalah sosok bijak dan penuh solusi saat teman-temannya butuh bantuan, namun kali ini Willy layaknya anak kecil yang kehilangan mainan kesukaannya.
“Wil, sabar sedikit. Kalau kau menggagalkan makan malam ini, maka Trio Azkara akan semakin menilaimu buruk. Lebih baik kau bicara nanti dengan Elsa dan membujuknya lagi.”
“Aku benci keadaan ini.” Ia menjambak rambutnya sendiri, memikirkan bagaimana cara memisahkan Elsa dan Rafli.
Ah, aku dapat ide ... dalam batin Willy.
Di sisi lain, senyum kepuasan terlihat di wajah tiga pria yang sedang mengintai layaknya seorang detektif. Jika di satu sisi ada trio sableng, maka di sisi satunya ada Trio Azkara, yang juga sejak tadi mengawasi makan malam itu, memastikan agar tidak ada gangguan apapun. Sepertinya drama persaingan akan dimulai.
“Aku rasa cukup untuk hari ini. Evan, kerjamu sangat bagus. Hehe.” Zian tersenyum senang sambil menatap ke arah sana.
“Kalau sudah selesai, aku mau pulang. Kurang kerjaan sekali harus mengintai seperti ini,” ucap fahri pada kedua adiknya.
“Kita kan melakukan ini demi kebahagiaan Elsa, Kak.”
Pasrah, Fahri hanya dapat ,menghela napas panjang melihat kelakuan ke dua adiknya. Tidak pernah sekali pun ia terlibat dalam drama seperti ini, mengintip orang sedang berkencan yang akan memalukan jika ketahuan.
“Pokoknya ikuti saja rencana kami.”
Hal tak terduga pun terjadi, ketika terdengar bunyi alarm tanda bahaya yang sangat nyaring, membuat Evan, Zian dan Fahri terlonjak kaget.
“Ada apa ini, apa sedang terjadi kebakaran?” tanya Zian seraya mengedarkan pandangannya.
“Entahlah, mungkin hanya kesalahan teknis, kecuali kalau berbunyi beberapa kal—” Evan belum menyelesaikan kalimatnya, sudah terdengar lagi bunyi alarm hingga beberapa kali. Bahkan, alarm berbunyi di seluruh lantai yang terdapat di dalam restoran itu, hingga ke ruangan privat—yang berarti sesuatu yang membahayakan sedang terjadi.
Mereka berdiri dari duduknya. Walaupun panik, namun tetap mengawasi Elsa.
“Alarm nya berbunyi terus, Kak. Sepertinya memang terjadi sesuatu,” ujar evan.
Suasana di dalam gedung itu pun menjadi kacau, tatkala mereka mendengar pengumuman dari pengeras suara untuk segera meninggalkan tempat. Elsa dan Rafli sudah berdiri dari duduknya dengan bingung, menatap keluar jendela dimana ratusan pengunjung restoran telah berhamburan keluar secara bersamaan.
“Ada apa ini?” tanya Elsa. Ia mulai terlihat panik saat menyadari ada yang tidak beres.
“Elsa, sepertinya ada kebakaran, kita harus cepat keluar!”
Beberapa orang petugas keamanan masuk ke dalam setiap ruangan, mengevakuasi beberapa pengunjung yang masih tersisa, termasuk Elsa dan Rafli—agar segera meninggalkan gedung restoran itu.
“Kenapa harus ada kejadian seperti ini?” Zian menggerutu sambil menjejaki anak tangga satu persatu. Sebab ia dan kedua saudaranya harus terjebak dan keluar dari gedung restoran itu melalui tangga darurat yang pastinya sangat menguras tenaga.
*******
Nah loohh,,, baru kencan pertama sudah gagal. 🤭
pingin tau aja temannya dokter Allan sperti apa...😍
jdi aku seneng banget bacanya 🥰