Putri Daniella menyukai Pangeran Felix dan ingin menikah dengannya. Tapi kehadiran sopir pribadinya Erik Sebastian merubah segalanya. Pemuda desa itu diam-diam mencintai putri Daniella sejak kecil. Seiring waktu, terungkap jika Erik adalah putra mahkota yang sesungguhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunnyku, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apa Dia Pacarmu???
Di halaman istana, di bawah langit biru yang cerah dengan awan tipis berarak, Erik mempersiapkan Mercedes hitam untuk perjalanan.
Aroma bensin dan kulit jok mobil bercampur dengan udara segar musim gugur. Dia memasukkan tenda kecil, tikar, sleeping bag, kotak makanan berisi roti, apel, keripik kentang, dan beberapa botol air mineral ke bagasi, memastikan semua kebutuhan Daniella terpenuhi.
Daniella muncul dengan jaket outdoor biru tua, celana jeans, dan sepatu hiking, rambut pirangnya diikat ponytail, wajahnya berseri meski hatinya masih dipenuhi bayang Felix dan tekanan Fredrik.
Dia memilih duduk di jok depan, seperti kebiasaan akhir-akhir ini saat bepergian berdua dengan Erik ke tempat khusus, aroma kamomil dari parfumnya memenuhi kabin mobil.
Mobil melaju keluar kota, melewati jalan berkelok yang dikelilingi hutan pinus dan ladang rumput hijau, aroma tanah basah dan daun kering menyapa mereka melalui jendela yang sedikit terbuka.
Daniella menatap pemandangan, hatinya perlahan tenang, meski sesekali teringat kata-kata kasar Fredrik.
Erik mengemudi dengan penuh perhatian, matanya sesekali melirik Daniella, hatinya penuh keinginan untuk membuat gadis itu bahagia.
Setelah hampir dua jam, mereka tiba di danau terpencil yang dikelilingi hutan pinus dan hamparan rumput hijau. Air danau jernih seperti kaca, memantulkan langit biru dan pohon-pohon tinggi, dengan angin sejuk membawa aroma lumut dan air tawar.
Daniella melangkah keluar dari mobil, matanya melebar, mulutnya ternganga kagum.
“Wow, indah banget. Kenapa aku gak pernah ke sini sebelumnya ya? Padahal sudah sering mendengar tentang danau ini,” katanya, suaranya penuh kekaguman, hatinya seperti terbebas dari beban.
“Mungkin dulu aku gak tertarik dengan alam dan keindahan danau, sungai, gunung, maupun hutan. Tapi sekarang, aku tergila-gila dengan alam. Lain kali kita ke daerah perbukitan atau gunung ya,” lanjutnya, menoleh ke Erik, senyumnya lebar, hatinya penuh semangat.
“Baik, Tuan Putri, kita akan pergi ke kawasan perbukitan dan gunung lain kali, kalau Tuan Putri punya waktu atau kapanpun mau pergi, saya siap mengantarnya,” kata Erik, suaranya penuh ketaatan, tapi hatinya hangat melihat Daniella begitu bahagia.
“Ok, biarkan sekarang aku menikmati pemandangan ini, hamparan danau luas yang menawarkan rasa santai, memberikan perasaan tenang dan damai ini,” sebut Daniella, duduk di bangku kayu di tepi danau, tangannya menyentuh rumput, matanya menatap air yang berkilau di bawah sinar matahari.
Aroma bunga liar dan tanah basah memenuhi udaranya, membuat hatinya ringan.
Erik duduk di bangku lain tak jauh, memandang danau, tapi sesekali mencuri pandang ke Daniella. Baginya, tak ada pemandangan lebih indah daripada wajah gadis itu, senyumnya, matanya yang hijau berkilau, dan rambut pirang yang berkibar tertiup angin.
Diam-diam, dia mengeluarkan ponsel, mengambil foto dan video Daniella yang tenggelam dalam keindahan alam, hatinya berdebar, tahu ini mungkin melanggar batas, tapi tak bisa menahan keinginan untuk menyimpan momen itu.
Setelah satu jam menikmati ketenangan danau, dengan suara burung berkicau dan gemericik air, Daniella tiba-tiba berteriak, “Kamu ke sini dulu sebentar!” Suaranya penuh semangat, memecah keheningan.
Erik berlari kecil mendekati, hatinya berdegup kencang. “Maaf, Tuan Putri, ada yang bisa saya bantu?” tanyanya, suaranya lembut, matanya penuh perhatian.
“Ayo kita naik perahu keliling danau. Pasti sangat menyenangkan,” kata Daniella, matanya berbinar, hatinya penuh antusiasme.
“Naik perahu keliling danau? Tuan Putri yakin? Beranikah?” tanya Erik, suaranya bercanda, tapi hatinya sedikit khawatir dengan keselamatan.
“Kan ada kamu. Memangnya kamu gak mau menemani aku? Atau takut ya? Atau belum pernah naik perahu sebelumnya?” tanya Daniella, bibirnya mengerucut cemberut, tapi matanya penuh godaan, hatinya ingin petualangan.
“Bukan begitu. Saya sudah sering naik perahu. Baiklah, kalau Tuan Putri yakin, saya akan menemani Putri,” sebut Erik, tersenyum kecil, hatinya lega melihat semangat Daniella.
“Nanti aku juga bantu dayung, tapi harus kamu ajari,” kata Daniella, suaranya penuh semangat, tangannya mengepal penuh tekad.
“Siap, Tuan Putri. Sebentar, saya minta izin meminjam perahu dari dua orang pria di sana. Tuan Putri tunggu di sini saja,” kata Erik, suaranya penuh tanggung jawab.
“Iya, aku tunggu di sini saja. Cepetan kamu minta pinjam perahu itu. Aku sudah tidak sabar naik perahu keliling danau,” perintah Daniella, hatinya melonjak gembira.
Erik berjalan menuju dua pria di tepi danau, di mana dua perahu kayu tertambat. Pria pertama, brewokan dan gemuk, bersantai di bangku, menghembuskan asap rokok ke udara, aroma tembakau bercampur dengan angin danau.
Pria kedua, botak dengan kulit kecokelatan, menyeruput kopi dari cangkir logam, tangan kanannya memegang roti. “Selamat pagi, permisi mengganggu sebentar. Saya Erik, dari kota,” sapa Erik, suaranya ramah, tangannya menyalami keduanya, hatinya berusaha santai meski agak canggung.
“Selamat pagi juga, anak muda. Ada yang bisa kami bantu?” tanya pria brewokan, suaranya berat, matanya penuh rasa ingin tahu.
“Kami ingin keliling danau dengan perahu,” sebut Erik, suaranya penuh harap, hatinya berdoa mereka mengizinkan.
“Oh, kamu pasti sedang menghabiskan waktu berdua di danau, kan? Lalu tertarik mau naik perahu berdua kekasihmu, gitu, kan?” goda pria brewokan, tertawa kecil, matanya melirik ke arah Daniella yang duduk di bangku jauh.
“Iya, kami berdua baru pertama kali ke sini. Cecil ingin sekali menikmati danau ini,” ungkap Erik, sengaja menyebut Daniella sebagai “Cecil” untuk menjaga identitasnya, hatinya berdebar takut mereka curiga.
“Apa dia pacarmu? Sedang menyenangkan kekasihmu, rupanya, ya,” kata pria botak, tertawa cekikikan, matanya penuh godaan.
“Iya, dia sangat senang diajak kemari. Oh ya, saya kemari mau bertanya, apa perahu itu milik kalian?” tanya Erik, suaranya tetap ramah, hatinya berusaha mengalihkan topik.
“Iya, perahu itu milik kami, anak muda. Mau meminjamnya untuk naik perahu berdua pacarmu, kan? Biar makin romantis?” kata pria botak, tertawa lagi, tangannya menampar paha sendiri.
“Ah, Bapak tahu aja apa yang saya pikirkan,” sahut Erik, tersipu malu, wajahnya memerah, hatinya bercampur geli dan canggung.
“Lihat! Lihat wajahmu yang bersemu merah itu. Kamu benar-benar falling in love sama gadis itu. Siapa tadi namanya?” tanya pria brewokan, matanya penuh godaan.
“Cecil, namanya Cecilia,” jawab Erik, suaranya penuh kebanggaan, hatinya berdebar menyebut nama itu, meski itu hanya samaran.
“Kalau dilihat dari sini, dia pasti cantik sekali. Kau beruntung sekali, anak muda, menjadi kekasihnya,” puji pria botak, matanya melirik ke arah Daniella, hatinya tulus memuji.
“Silakan, bawa saja perahunya, lepas dulu tambatannya, lalu mendayung lah dan berhenti tepat di depannya,” kata pria botak, suaranya ramah, tangannya menunjuk perahu.
“Terima kasih banyak sudah mengizinkan saya meminjam perahunya,” ucap Erik, membungkuk hormat, hatinya lega dan penuh syukur.
*********