Nabila Fatma Abdillah yang baru saja kehilangan bayinya, mendapat kekerasan fisik dari suaminya, Aryo. Pasalnya, bayi mereka meninggal di rumah sakit dan Aryo tidak punya uang untuk menembusnya. Untung saja Muhamad Hextor Ibarez datang menolong.
Hextor bersedia menolong dengan syarat, Nabila mau jadi ibu ASI bagi anak semata wayangnya, Enzo, yang masih bayi karena kehilangan ibunya akibat kecelakaan. Baby Enzo hanya ingin ASI eksklusif.
Namun ternyata, Hextor bukanlah orang biasa. Selain miliarder, ia juga seorang mafia yang sengaja menyembunyikan identitasnya. Istrinya pun meninggal bukan karena kecelakaan biasa.
Berawal dari saling menyembuhkan luka akibat kehilangan orang tercinta, mereka kian dekat satu sama lain. Akankah cinta terlarang tumbuh di antara Nabila yang penyayang dengan Hextor, mafia mesum sekaligus pria tampan penuh pesona ini? Lalu, siapakah dalang di balik pembunuhan istri Hextor, yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ingflora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26. Ngambek
"Oh shhit!" Henry ingin membuang rokoknya tapi tampak bingung. "Oh, man, I'm sorry . I don't know," katanya sambil mengantungi rokok dan mengangkat kedua telapak tangan.
"Iya, gak papa."
***
Nabila turun ke lantai satu dan mendapati Hextor tertidur di sofa. Ia kemudian pergi ke dapur.
Vila itu tidak sebesar rumah Hextor, hingga dengan cepat Nabila bisa menemukan dapur dan di sanalah bi Endah tengah memasak. "Masak apa, Bi?" sahutnya sambil menyentuh meja.
Bi Endah menoleh, karena Nabila datang dari belakang. "Oh, makan siang. Hanya makanan sederhana, seperti ikan goreng dan sayur sup serta perkedel."
Nabila memperhatikan di atas meja. "Bibi gak bikin sambel?"
Kembali bi Endah menoleh, sedikit bingung. "Tapi Pak Hextor tidak suka sambal, 'kan?"
"Tapi aku suka, Bi. Buatkan untukku ya, Bi? Lalapan juga aku doyan. Tapi aku makannya di kamar. Soalnya jagain bayi."
"Oh, bisa-bisa. Nanti bibi buatkan."
Sementara itu, di ruang tengah, Hextor dikagetkan dengan suara tangis bayi. Vila itu atapnya tidak terlalu tinggi seperti rumahnya di Jakarta hingga ia bisa mendengar tangis anak kecil.
Dengan sedikit bingung dan baru bangun, Hextor berusaha membuka matanya. Bukankah itu suara tangis Enzo? Ini di mana?
Pelan, ingatannya kembali. Seketika matanya terbuka lebar dan teringat Enzo tidak tidur di tempat tidur bayi. "Nabila ...!!" teriaknya memastikan.
Dari dapur Nabila terkejut mendengar teriakan majikannya. Begitu juga bi Endah yang seketika menajamkan telinga dan berhenti memotong. Pikiran Nabila tertuju pada Enzo yang baru ditinggal sebentar karena belum bangun dari sejak dibawa naik mobil. Dengan cepat ia berlari ke arah tangga.
Hextor melihat Nabila. "Enzo kamu tinggal sendiri ya? Hah!?" Ia berusaha duduk karena kesal, tapi malah menyenggol bekas luka di pinggangnya. "Agh ...!" Untung saja ia telah berganti pakaian, hingga siapa pun takkan tahu ia tengah terluka.
Nabila tak menjawab. Ia fokus mencapai kamar dan tiba-tiba suara tangis itu hilang. Sedikit curiga ia cepat masuk. Ternyata Enzo sudah berada di pinggir ranjang. Dengan cepat ia berlari dan berhasil menahan tubuh kecil itu yang hampir jatuh ke lantai.
"Astaghfirullah alazim." Nabila menghela napas lega.
Enzo yang digendong Nabila malah terkekeh. Ia kira Nabila tengah bermain dengannya.
"Anak ciapa cih ini, bandel banget ...." Nabila gemas dan mencubit pipi tembam si kecil dengan lembut.
Enzo terlihat senang dan tangan kecilnya meraih tangan Nabila. Ia mulai mengoceh.
Tiba-tiba Hextor muncul di ambang pintu sambil mengatur napas. Sepertinya ikut berlari karena khawatir dengan suara tangis anaknya. "Kamu meninggalkan Enzo seorang diri di ranjang ini!? Kenapa kamu ceroboh sekali, Nabila!" Sorot matanya begitu tajam pada Nabila karena dongkol. Di sela berbicara, masih terdengar ia terengah-engah.
Nabila menunduk dan merasa bersalah. "Maaf, Pak. Dari tadi Enzo belum bangun-bangun jadi aku bosan. Lalu niatnya cuma turun sebentar." Mulutnya mengerucut dengan kedua mata memerah. Hextor tak bisa melihatnya karena Nabila menunduk.
Pria itu mendekat. Ia geram. "Kau ...." Tangannya terangkat, tapi ia memperhatikan telapak tangannya itu hingga akhirnya menggantung. Ia akan apa? Ingin kehilangan ibu sussu untuk Enzo?
Namun, tangannya tetap bergerak tapi mencubit pipi Nabila yang mulus dengan gemas.
"Aduhh ...." Nabila mengusap pipinya yang memerah bekas dicubit Hextor sambil memicingkan mata.
"Kamu apa gak berpikir, Enzo setiap saat bisa jatuh dari ranjang ini, hah!? Karena itulah aku menyuruhmu tidur dengannya!" Tetap saja emosi pria itu tak tertahan.
"Tadi hampir ...." Nabila bersyukur, Hextor tak melihat itu. Ia hanya diam.
Namun, ternyata Enzo gelisah. Ia mulai merengek pada Nabila.
"Eh, maaf, Pak. Enzo minta sussu," sahut Nabila yang sudah hapal gelagat si kecil.
Hextor yang masih setengah hati karena belum selesai bicara sebenarnya enggan untuk ke luar, tapi mengingat Enzo ingin menyussu, ia mengalah. Ia keluar dengan hati kesal.
Pria itu masih merengut ketika kembali ke sofa ruang tengah.
Bahkan ketika bi Endah datang dari dapur. "Pak, makan siang sudah di meja."
"Mmh." Hextor hanya melirik keberadaan bi Endah.
Wanita paruh baya yang rambutnya dikonde ke belakang itu, seketika undur diri. Hextor tak bergeming dari tempatnya. Tak lama terdengar azan Zuhur. Masih dengan wajah masam, ia pergi ke kamarnya yang berada di lantai satu untuk solat. Ia melangkah dengan malas.
Nabila menuruni tangga sambil membawa Enzo dengan kain gendongan. Wanita itu sempat melihat Hextor duduk di samping meja makan tanpa melakukan apa pun. Pria itu sepertinya sedang menunggu sesuatu.
Enzo sendiri tampak menarik-narik ujung kerudung segitiga Nabila yang berwarna coklat muda dan memainkannya.
Nabila yang berniat mengembalikan baki bekas makan, hanya lewat saja di samping meja makan. Ia ingin mengembalikan karena sepertinya hanya bi Endah pembantu di vila besar itu.
"Nabila, kamu sudah menyussui Enzo?" Mata elang Hextor langsung melirik ibu sussu Enzo yang lewat begitu saja. Ia masih kesal.
Nabila berhenti sebentar. "Sudah, Pak."
"Cepat kembalikan baki itu ke dapur dan balik lagi ke sini!" Suara Hextor terdengar ketus.
"Eh, iya, Pak." Nabila bergegas ke dapur. Ia bertemu bi Endah yang sedang mencuci peralatan masak. "Bi, ini bakinya. Makanannya enak lho!"
Bi Endah tersenyum senang. "Ah, syukurlah, kamu suka."
"Bi, itu Pak Hextor lagi nunggu siapa, ya?"
"Oh, tidak tahu ya. Dari tadi wajahnya memang cemberut saja. Tadi bibi sapa juga gak mau ngomong."
"Ya sudah, nanti aku tanya." Dengan dahi berkerut Nabila meninggalkan dapur. "Apa dia masih marah karena kejadian tadi?" Ia berusaha menepis pikiran buruknya. Toh, sejauh ini pria itu baik padanya.
Ia mendatangi meja makan. Hextor masih tampak kesal. Nabila menarik kursi di samping dan duduk menghadap Hextor.
Pria itu nampak heran, anaknya yang bule digendong dengan kain kesamping. Enzo bahkan tampak nyaman sambil memainkan ujung kerudung Nabila.
"Apa tidak ada gendongan lain? Oh, nanti aku belikan saja yang bisa bersandar di dadda," ucap Hextor tiba-tiba.
"Itu belum bisa, Pak. Enzo baru tiga bulan 'kan umurnya, ya? Kepalanya belum kuat. Dia harus pakai gendongan miring."
"Oh, begitu?" Hextor bahkan lupa, ia tengah kesal.
Nabila melirik meja makan yang makanannya masih utuh. "Bapak belum makan? Lagi nunggu orang?"
"Lagi nunggu kamu!" Kembali mood Hextor berubah dongkol.
Nabila terkejut. "Tapi Saya 'kan sudah makan?"
"Bukan itu." Saking geramnya, Hextor mengepalkan kedua tangan di atas meja. "Kamu itu kurang bertanggung jawab! 'Kan tadi aku sudah bilang, Enzo tidur denganmu karena dia tidak punya tempat tidur. Kamunya malah tidak hati-hati!"
"Iya, maaf, Pak." Nabila menganggukkan kepala. "Makanya sekarang Saya bawa dia kalau keluar dengan kain gendongan. Bapak mau gendong?" tanya Nabila dengan santai.
"Bukan itu masalahnya, Nabila! Bagaimana kalau Enzo jatuh!?" Suara Hextor yang keras membuat Enzo menoleh kaget.
Nabila dan Hextor pun menyadari si kecil kaget. Hextor jadi tampak bingung meneruskan ucapannya.
Nabila berusaha menenangkannya dengan mengalihkan pembicaraan. "Bapak sejak pulang, belum gendong Enzo, 'kan?"
Hextor tampak makin tersulut emosi. "Kamu pikir aku pulang karena tidak memikirkannya!? Aku pulang karena ...."
Nabila mengeluarkan Enzo dari gendongan dengan hati-hati dan menyerahkannya pada Hextor. "Kalau gitu gendong, Pak! Nanti Enzo lupa sama Bapak, lho!"
"Tidak mungkin!"
Bersambung ....
❤❤❤❤❤
kalo suka bilang aja...
keburu diambil sergi..