NovelToon NovelToon
Obsesi Cinta King Mafia

Obsesi Cinta King Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: dina Auliya

Karena menyelamatkan pria yang terluka, kehidupan Aruna berubah, dan terjebak dunia mafia

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dina Auliya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bayangan interpol

Fajar baru saja menyingsing di Roma ketika mansion Leonardo kembali bergemuruh. Para anak buah baru pulang dari Palermo, wajah mereka penuh kelelahan, beberapa masih membawa darah di pakaian. Aroma mesiu seakan menempel di udara.

Leonardo berdiri di balkon lantai dua, menatap halaman mansion yang sibuk. Matanya merah, bukan hanya karena kurang tidur, tapi juga karena amarah yang belum padam. Ricci memang sudah tiada, tapi kata-kata terakhirnya—tentang pihak luar dan Interpol—bergaung di kepalanya seperti lonceng kematian.

“Kalau benar ada Interpol,” gumamnya pelan, “maka ini bukan lagi sekadar perang antar keluarga. Ini… perburuan.”

Marco berdiri di belakangnya, menyandarkan senjata pada bahu. “Bos, kita harus bersiap lebih serius. Orang-orang berseragam itu bermain dengan aturan. Tapi kita tahu, aturan bisa dipatahkan. Pertanyaannya: sejauh mana mereka akan masuk?”

Leonardo menoleh sebentar, tatapannya dingin. “Kalau mereka menyentuh Aruna, Marco… aku akan mengubah Roma jadi lautan darah.”

---

Aruna dan Luka yang Tak Terlihat

Sementara itu, Aruna terbangun dari tidur singkat yang dipenuhi mimpi buruk. Dalam mimpinya, ia melihat Leonardo berdiri di lautan api, darah mengalir dari tangannya, dan setiap kali ia berusaha mendekat, tubuh pria itu makin jauh, tertelan api.

Ia duduk di tepi ranjang, keringat dingin membasahi pelipis. Pandangannya jatuh pada cermin besar di hadapannya. Wajahnya pucat, lingkar hitam menghiasi mata, seolah-olah seluruh beban dunia berada di pundaknya.

Apakah aku yang membuat semua ini terjadi? batinnya gemetar. Kalau aku tidak pernah bertemu Leonardo, mungkin ia tidak akan terseret sejauh ini… atau mungkin aku sudah mati di tangan orang-orang itu. Lalu, mana yang lebih baik?

Aruna menggenggam kalung pemberian Leonardo. Hatinya bergetar. Ia mencintai pria itu, meski tak pernah berani mengucapkannya. Tapi cinta yang terikat darah dan peluru ini terasa seperti kutukan.

---

Di Markas Rahasia Interpol – Jenewa

Beberapa ribu kilometer dari Roma, di ruang rapat bawah tanah markas besar Interpol, suasana tegang menggelayut. Layar besar di dinding menampilkan foto-foto terbaru dari Palermo: bangunan klub Ricci yang hancur, mayat bergelimpangan, dan wajah Leonardo De Santis yang terekam kamera pengintai.

Di ujung meja duduk seorang wanita berambut hitam panjang, mata abu-abu tajam, tubuh ramping terbungkus jas resmi. Namanya Elena Varga, agen elit Interpol yang sudah dikenal sebagai “Pemburu Bayangan”.

“leonardo semakin brutal,” ujar Elena, suaranya tegas. “Ricci sudah dieliminasi. Palermo hancur. Jika kita biarkan, Leonardo akan menguasai seluruh Italia Selatan. Itu artinya perdagangan senjata dan narkoba mereka meluas hingga Eropa Timur.”

Seorang pria tua di sebelahnya, Direktur Operasi, menatap tajam. “Kita sudah bertahun-tahun memburu Leonardo. Apa kau punya celah kali ini?”

Elena tersenyum samar, tatapannya menusuk layar yang menampilkan sosok Aruna berdiri di balkon mansion. Foto itu diambil dari jarak jauh, buram tapi cukup jelas menunjukkan wajahnya.

“Ya. Namanya Aruna. Seorang wanita Indonesia. Dia bukan bagian dari dunia mafia. Dia celah yang kita cari. Jika kita bisa mendekatinya, maka Leonardo akan runtuh dari dalam.”

Ruang rapat hening sejenak. Lalu terdengar bisik-bisik setuju.

“Tapi hati-hati, Elena,” peringatan sang Direktur. “leonardo dikenal obsesif. Jika wanita itu benar-benar penting baginya, ia akan melindunginya sampai titik darah terakhir.”

Elena menatap lurus, bibirnya melengkung sinis. “Justru itu. Obsesi adalah kelemahan terbesar seorang raja mafia.”

---

Bayangan yang Mengintai

Dua hari kemudian, Aruna memutuskan keluar sebentar dari mansion. Ia sudah terlalu lama terkurung, tubuhnya terasa sesak. Dengan ditemani dua pengawal, ia berjalan-jalan ke sebuah butik kecil di pusat kota Roma.

Ia mencoba gaun, menyentuh kain, seolah ingin melupakan sejenak dunia penuh darah yang melingkupi hidupnya. Namun tanpa sadar, sepasang mata tajam mengawasinya dari kejauhan.

Elena Varga berdiri di kafe seberang, menyamar dengan kacamata hitam dan jaket kulit. Ia menatap Aruna dengan penuh minat, lalu berbicara melalui earpiece.

“Target terlihat. Dia rapuh. Energi tubuhnya menunjukkan tekanan tinggi. Jika aku dekati dengan benar, dia akan membuka diri tanpa sadar.”

“Jangan gegabah, Elena,” suara kolega terdengar di telinga. “Ingat, dia dijaga ketat.”

Elena menyesap kopinya, matanya tetap terkunci pada Aruna. “Tenang saja. Setiap sangkar punya celah. Dan setiap tawanan selalu merindukan kebebasan.”

---

Percakapan Rahasia

Malam itu, Leonardo kembali ke kamar Aruna. Tubuhnya letih, tapi sorot matanya masih menyala. Ia duduk di tepi ranjang, menatap wanita itu.

“Bagaimana harimu?” suaranya lebih lembut dari biasanya.

Aruna mengangkat bahu. “Biasa saja. Aku pergi ke butik sebentar.”

Leonardo menoleh cepat, wajahnya menegang. “Kau keluar?”

“Tenang saja, aku dijaga.” Aruna menatapnya, ada sedikit perlawanan di matanya. “Tapi Leo, sampai kapan aku harus terkurung seperti ini? Aku ingin… hidup. Bukan hanya menjadi boneka di mansionmu.”

Ucapan itu menusuk Leonardo. Untuk sesaat, ia terdiam, lalu menggenggam tangan Aruna erat.

“Kau bukan boneka. Kau… segalanya bagiku. Karena itu aku tak bisa membiarkanmu bebas begitu saja. Dunia di luar sana penuh musuh. Mereka akan mencabikmu hanya untuk melukai aku.”

Aruna menatapnya, hatinya bergetar sekaligus terluka. “Kalau begitu, kapan aku bisa bernapas, Leo?”

Leonardo menarik napas dalam, lalu mencium punggung tangannya. “Saat aku sudah menyingkirkan semua orang yang mengincarmu.”

Aruna menutup mata, air mata mengalir diam-diam. Ia tahu janji itu terdengar manis, tapi sebenarnya adalah ancaman: selama Leonardo masih berperang, kebebasannya hanyalah mimpi kosong.

---

Jejak yang Mulai Terungkap

Di markas Interpol cabang Roma, Elena memeriksa rekaman CCTV dari butik. Ia memperbesar wajah Aruna, lalu tersenyum tipis.

“Dia tampak begitu… manusiawi. Rapuh. Itu berbeda dengan semua wanita mafia yang biasa ku buru.”

Seorang agen lain menimpali, “Kalau Leonardo benar-benar mencintainya, maka kita bisa gunakan dia sebagai umpan.”

Elena menatap layar, matanya dingin. “Tidak. Aku tidak ingin Aruna mati. Aku ingin dia menjadi kunci untuk menjatuhkan De Santis. Lebih baik menaklukkan hati seseorang daripada memaksanya. Dengan cara itu, dia akan membuka pintu dari dalam.”

---

Ketegangan di Meja Makan

Beberapa hari kemudian, makan malam di mansion terasa dingin. Leonardo, Aruna, dan Marco duduk bersama. Namun suasana penuh ketegangan.

Aruna menaruh garpunya dengan keras. “Leo, aku ingin jujur. Aku merasa diawasi.”

Leonardo menghentikan gerakan tangannya, menatapnya tajam. “Maksudmu?”

“Aku tidak tahu… tapi saat di butik, aku merasa ada mata yang terus mengikuti.”

Marco menegakkan tubuh, wajahnya waspada. “Bos, mungkin Interpol sudah mulai bergerak.”

Leonardo menatap meja, pikirannya berpacu. Ia tahu cepat atau lambat mereka akan datang. Ricci sudah memberi peringatan sebelum mati. Dan sekarang, kata-kata Aruna hanya memperkuat kecurigaan itu.

“Kalau benar mereka sudah mengincar Aruna,” gumamnya dingin, “maka mereka sudah melanggar garis. Dan aku akan membuat mereka menyesal.”

Aruna menatapnya dengan ngeri. Ia ingin berteriak, berhenti, Leo! Kau tidak bisa melawan seluruh dunia! Tapi lidahnya kelu, karena ia tahu: obsesi pria itu lebih keras dari logika apa pun.

---

Malam semakin larut. Leonardo berdiri di balkon, menyalakan rokok, sementara angin malam membawa bau laut dari kejauhan. Marco berdiri di belakangnya, menunggu perintah.

“Kita harus tahu siapa agen yang mereka kirim,” ucap Leonardo akhirnya. “Cari, selidiki, dan jika perlu… bunuh sebelum mereka menyentuh Aruna.”

Sementara di sebuah apartemen sederhana tak jauh dari sana, Elena Varga duduk di kursi, menatap foto Aruna di meja. Senyum samar terukir di bibirnya.

“Jangan takut, Aruna,” bisiknya pada foto itu. “Aku bukan musuhmu. Aku hanya ingin kau membuka matamu, melihat siapa sebenarnya monster yang kau cintai.”

Bayangan dua dunia semakin mendekat—satu dunia cinta penuh obsesi, satu lagi dunia hukum penuh jebakan. Dan Aruna, suka tidak suka, adalah pusat pusaran itu.

1
🇬‌🇦‌🇩‌🇮‌🇸‌🇰‌
n
🇬‌🇦‌🇩‌🇮‌🇸‌🇰‌
Yang udah diringkas nya naskah nya ini?
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!